Kenaikan Suku Bunga Simpanan Perbankan Masih Terbuka

Senin, 25 Februari 2019 - 17:20 WIB
Kenaikan Suku Bunga...
Kenaikan Suku Bunga Simpanan Perbankan Masih Terbuka
A A A
JAKARTA - Tren kenaikan lanjutan pada suku bunga simpanan perbankan masih terbuka, namun akan cenderung terbatas sebab beberapa kelompok bank sudah melewati level tertingginya khususnya untuk suku bunga maksimal. Akan tetapi, pola ini sejalan dengan berhentinya kenaikan suku bunga kebijakan oleh BI.

"Sementara suku bunga simpanan valuta asing (valas) diperkirakan akan stabil dengan kecederungan turun di tengah membaiknya kinerja nilai tukar dan arah kebijakan The Fed yang lebih dovish," kata Kepala Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dody Arifianto di Jakarta, Senin (25/2/2019).

Dia melanjutkan, penyesuaian kenaikan suku bunga kredit dinilai cukup terbuka, namun akan secara selektif dilakukan untuk menjaga potensi kenaikan rasio Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah.

Rata-rata tingkat bunga deposito rupiah (22 moving daily average) bank benchmark LPS pada akhir Januari 2018 mencapai 6,17%, naik 2 bps dari posisi akhir Desember 2018. Hal yang sama terjadi pula pada rata-rata suku bunga minimum yang juga naik 5 bps ke posisi 5,04%, sedangkan suku bunga masksimal stabil di posisi 7,15%.

Sebaliknya tingkat bunga deposito valas pada periode yang sama cenderung menurun, untuk rata-rata turun 4 bps dan maksimal turun 6 bps. Lebih lanjut Dody menuturkan, pertumbuhan kredit yang lebih tinggi diperkirakan masih berlanjut.

Namun, untuk lajunya akan cenderung mengalami perlambatan sepanjang tahun di tengah keterbatasan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK), dan potensi naiknya suku bunga kredit potensial berdampak pada perilaku korporasi dan konsumen dalam melakukan permintaan kredit baru.

Di sisi lain, lanjut dia, pertumbuhan DPK diyakini akan tumbuh lebih baik meskipun masih tetap berada di bawah kredit. "Kinerja pertumbuhan kredit dan DPK untuk tahun 2019 masing-masing diperkirakan akan berada di kisaran 12,4% dan 9,0%," ungkapnya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto menyampaikan, secara keseluruhan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga disertai fungsi intermediasi yang membaik dan risiko kredit yang terkendali. Pertumbuhan kredit pada 2018 tercatat sebesar 11,75% atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit 2017 sebesar 8,2%.

Sedangkan pertumbuhan DPK pada 2018 sebesar 6,5%, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan DPK tahun sebelumnya sebesar 9,4%. Pada tahun ini, BI 2019 memprediksi pertumbuhan kredit berada dalam kisaran 10-12% (yoy) sedangkan pertumbuhan DPK diprakirakan sekitar 8-10% (yoy).

"Adapun rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tetap tinggi mencapai 22,9% dan rasio likuiditas masih aman yakni sebesar 19,3% pada Desember 2018," ungkap Perry. Selain itu, rasio kredit bermasalah/NPL tetap rendah yaitu sebesar 2,4% (gross) atau 1,0% (net).

"Kedepan, kami akan terus menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif guna mendorong pembiayaan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan, berkoordinasi dengan otoritas terkait," katanya.

Ekonom Senior Indef Aviliani menilai, pertumbuhan kredit berpotensi meningkat akibat adanya dampak pilpres yang digelar April 2019 nanti. Menurutnya, peningkatan akan terjadi pada kredit kredit konsumsi. "Dampak Pilpres terhadap ekonomi Indonesia akan terjadi sentimen negatif jika terjadi kampanye negative dan black campaign. Tapi dampak positifnya ya bisa menaikan potensi pertumbuhan kredit utamanya di kredit konsumsi," ungkap dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1017 seconds (0.1#10.140)