Jurus Kemenperin Genjot Ekspor Nonmigas Hingga Tumbuh 9%
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus menggenjot kinerja industri manufaktur berorientasi ekspor guna memperkuat struktur perekonomian nasional saat ini. Sebab, produk pengolahan nonmigas menjadi penopang dalam perolehan nilai ekspor Indonesia.
“Sejalan dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo, bahwa pertumbuhan ekonomi ke depannya berbasis pada pertumbuhan industri. Pemerintah sedang mencarikan formulanya untuk semakin meningkatkan ekspor,” ujar Menperin di Jakarta, Jumat (1/3).
Menperin menjelaskan, dalam upaya mendongkrak ekspor dari sektor industri, perlu diperhatikan tingkat utilisasi. Oleh karenanya, langkah strategis yang dipacu antara lain melalui penambahan investasi dan ekspansi. Ini juga akan membawa dampak pada penyerapan tenaga kerja dan hilirisasi.
“Kalau kita lihat, 80 % impor besar Indonesia adalah bahan baku penolong. Artinya, ini adalah untuk menunjang produktivitas sektor industri. Sisanya capital goods. Tetapi menariknya, ekspor capital goods kita juga meningkat. Ini menandakan kemampuan industri kita sudah kompetitif di kancah global,” paparnya.
Pada 2018, ekspor nonmigas mencapai USD162,65 miliar atau naik 6,25% dibanding perolehan tahun 2017 sebesar USD153,03 miliar. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas tahun ini sebesar 7-9%.
“Industri konsisten memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDB nasional. Salah satunya terlihat dari capaian ekspor, di mana tahun lalu menyumbang sebesar 72,25 persen. Maka ini yang harus kita dorong terus,” katanya.
Adapun lima sektor manufaktur yang pertumbuhannya di atas lima persen dan memiliki catatan kinerja ekspor gemilang di tahun 2018, yakni industri makanan dan minuman yang nilai ekspornya mencapai USD29,91 miliar, disusul industri tekstil dan pakaian jadi sebesar USD13,27 miliar, serta industri logam dasar USD15,46 miliar.
Selanjutnya, industri karet, barang dari karet dan plastik menembus hingga USD7,57 miliar, serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki di angka USD5,69 miliar.
Di samping itu, sepanjang 2018, kinerja ekspor positif juga dicatatkan oleh industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, menorehkan nilai ekspornya sebesar USD13,93 miliar, kemudian ekspor kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, dan alat angkutan lainnya menembus angka USD8,59 miliar, serta pengapalan barang komputer, barang elekronik dan optik mencapai USD6,29 miliar.
“Melalui implemenasi peta jalan Making Indonesia 4.0, kita optimistis untuk dorong ekspor lagi jadi 10 persen netto terhadap PDB. Selain itu, produktivitas akan meningkat dua kali serta pengeluaran R&D juga didorong jadi dua persen,” tuturnya.
Aspirasi besar Making Indonesia 4.0 menargetkan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia. Bahkan, PricewaterhouseCoopers (PwC) memproyeksi Indonesia berada di peringkat ke-7 dunia. “Artinya, kita sudah menyiapkan Nawacita jilid 2,” imbuhnya.
Dalam upaya menjadikan industri manufaktur sebagai mesin pertumbuhan ekonomi nasional, perlu dilakukan peningkatan produktivitas, investasi, dan ekspor. Untuk itu, quick wins yang dijalankan oleh pemerintah di antaranya menciptakan iklim bisnis yang kondusif dan memberikan kemudahan pada perizinan usaha.
“Langkah strategis yang telah dilakukan, antara lain pemberian insentif fiskal, penerapan online single submission (OSS), serta pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi. Kami juga dorong penguatan industri di sektor hulu untuk memenuhi rantai nilainya. Kemudian, fokus pada kemampuan R&D serta fasilitasi trade agreement,” sebutnya.
Di tengah kondisi perlambatan ekonomi di tingkat global, Kemenperin optimistis memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4% pada tahun 2019. Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, di antaranya industri makanan dan minuman (9,86%), permesinan (7%), tekstil dan pakaian jadi (5,61%), serta kulit barang dari kulit dan alas kaki (5,40%).
“Sejalan dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo, bahwa pertumbuhan ekonomi ke depannya berbasis pada pertumbuhan industri. Pemerintah sedang mencarikan formulanya untuk semakin meningkatkan ekspor,” ujar Menperin di Jakarta, Jumat (1/3).
Menperin menjelaskan, dalam upaya mendongkrak ekspor dari sektor industri, perlu diperhatikan tingkat utilisasi. Oleh karenanya, langkah strategis yang dipacu antara lain melalui penambahan investasi dan ekspansi. Ini juga akan membawa dampak pada penyerapan tenaga kerja dan hilirisasi.
“Kalau kita lihat, 80 % impor besar Indonesia adalah bahan baku penolong. Artinya, ini adalah untuk menunjang produktivitas sektor industri. Sisanya capital goods. Tetapi menariknya, ekspor capital goods kita juga meningkat. Ini menandakan kemampuan industri kita sudah kompetitif di kancah global,” paparnya.
Pada 2018, ekspor nonmigas mencapai USD162,65 miliar atau naik 6,25% dibanding perolehan tahun 2017 sebesar USD153,03 miliar. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas tahun ini sebesar 7-9%.
“Industri konsisten memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDB nasional. Salah satunya terlihat dari capaian ekspor, di mana tahun lalu menyumbang sebesar 72,25 persen. Maka ini yang harus kita dorong terus,” katanya.
Adapun lima sektor manufaktur yang pertumbuhannya di atas lima persen dan memiliki catatan kinerja ekspor gemilang di tahun 2018, yakni industri makanan dan minuman yang nilai ekspornya mencapai USD29,91 miliar, disusul industri tekstil dan pakaian jadi sebesar USD13,27 miliar, serta industri logam dasar USD15,46 miliar.
Selanjutnya, industri karet, barang dari karet dan plastik menembus hingga USD7,57 miliar, serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki di angka USD5,69 miliar.
Di samping itu, sepanjang 2018, kinerja ekspor positif juga dicatatkan oleh industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, menorehkan nilai ekspornya sebesar USD13,93 miliar, kemudian ekspor kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, dan alat angkutan lainnya menembus angka USD8,59 miliar, serta pengapalan barang komputer, barang elekronik dan optik mencapai USD6,29 miliar.
“Melalui implemenasi peta jalan Making Indonesia 4.0, kita optimistis untuk dorong ekspor lagi jadi 10 persen netto terhadap PDB. Selain itu, produktivitas akan meningkat dua kali serta pengeluaran R&D juga didorong jadi dua persen,” tuturnya.
Aspirasi besar Making Indonesia 4.0 menargetkan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia. Bahkan, PricewaterhouseCoopers (PwC) memproyeksi Indonesia berada di peringkat ke-7 dunia. “Artinya, kita sudah menyiapkan Nawacita jilid 2,” imbuhnya.
Dalam upaya menjadikan industri manufaktur sebagai mesin pertumbuhan ekonomi nasional, perlu dilakukan peningkatan produktivitas, investasi, dan ekspor. Untuk itu, quick wins yang dijalankan oleh pemerintah di antaranya menciptakan iklim bisnis yang kondusif dan memberikan kemudahan pada perizinan usaha.
“Langkah strategis yang telah dilakukan, antara lain pemberian insentif fiskal, penerapan online single submission (OSS), serta pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi. Kami juga dorong penguatan industri di sektor hulu untuk memenuhi rantai nilainya. Kemudian, fokus pada kemampuan R&D serta fasilitasi trade agreement,” sebutnya.
Di tengah kondisi perlambatan ekonomi di tingkat global, Kemenperin optimistis memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4% pada tahun 2019. Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, di antaranya industri makanan dan minuman (9,86%), permesinan (7%), tekstil dan pakaian jadi (5,61%), serta kulit barang dari kulit dan alas kaki (5,40%).
(akr)