Industri Hilirisasi Batu Bara Dipacu Substitusi Impor Bahan Baku

Minggu, 03 Maret 2019 - 19:01 WIB
Industri Hilirisasi Batu Bara Dipacu Substitusi Impor Bahan Baku
Industri Hilirisasi Batu Bara Dipacu Substitusi Impor Bahan Baku
A A A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong tumbuhnya industri hilirisasi batu bara agar dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi dan substistusi impor seperti urea, Dimethyl Ether (DME), serta polypropylene. Langkah strategis ini dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan pupuk, bahan bakar, dan plastik yang akan digunakan di dalam negeri hingga mengisi permintaan pasar ekspor.

"Undang-Undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanatkan, pengembangan industri pengolahan difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan energi yang berkesinambungan dan terjangkau," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto melalui siaran pers, Minggu (3/3/2019).

Menperin memberikan apresiasi kepada PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk yang sedang mengembangkan industri hilirisasi batu bara di mulut tambang Tanjung Enim. Pada Desember 2017, keempat perusahaan tersebut telah menandatangani perjanjian kerja sama untuk mengolah batu bara kalori rendah dengan teknologi gasifikasi sehingga menghasilkan produk akhir yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

"Teknologi gasifikasi memungkinkan konversi batu bara kalori rendah menjadi synthetic gas (syngas) yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi DME sebagai bahan bakar dan substitusi impor LPG, urea sebagai pupuk, serta polypropylene sebagai bahan baku plastik," paparnya.

Pembangunan pabrik pengolahan gasifikasi batu bara yang nilai investasinya diperkirakan mencapai USD1,2 miliar dan menciptakan lapangan kerja sebanyak 1.400 orang ini akan mulai beroperasi pada November tahun 2022. "Produksinya nanti dapat memenuhi kebutuhan sebesar 500.000 ton urea per tahun, 400.000 ton DME per tahun, dan 450 ton polypropylene per tahun," ungkap Airlangga.

Dengan target pemenuhan pasar tersebut, diproyeksi kebutuhan batu bara sebagai bahan baku sebesar 7-9 juta ton per tahun, termasuk untuk mendukung kebutuhan batu bara bagi pembangkit listrik. Hilirisasi yang akan dilakukan ini diperkuat dengan total sumber daya batu bara sebesar 8,3 miliar ton dan total cadangan batu bara sebesar 3,3 miliar ton.

Menurut Airlangga, industri hilirisasi batu bara ini sangat penting untuk memperkuat struktur industri dan optimalisasi perolehan nilai tambah dalam rangka peningkatan daya saing sektor manufaktur, termasuk dalam penguatan kemandirian industri petrokimia di Indonesia.

"Adanya keterkaitan yang luas dengan sektor industri lain tak pelak menjadikan sektor industri petrokimia sebagai tolok ukur tingkat kemajuan suatu negara, selain industri baja. Tak heran jika keberadaan industri petrokimia sering menjadi backbone dari sebagian besar sektor industri di dunia," terangnya.

Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri kimia merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang sedang mendapat prioritas pengembangan dan akan menjadi pionir dalam penerapan industri 4.0.

Untuk sektor industri pionir ini, kata dia, sebetulnya pemerintah sudah memfasilitasi pemberian tax holiday. Nantinya, sambung Menperin, juga akan diusahakan untuk menjadikan kawasan ekonomi khusus.

Mengenai nilai tambah yang akan dihasilkan di Tanjung Enim, sebagai perbandingan, apabila kebutuhan batu bara dalam proyek ini mencapai 9 juta ton per tahun dengan harga komoditasnya USD30 per ton, maka tanpa pengolahan hanya dihasilkan nilai sebesar USD270 juta. Tetapi, apabila ada satu pabrik polypropylene dengan kapasitas 450.000 ton per tahun, maka bisa menghasilkan nilai sebesar USD4,5 miliar.

"Apalagi akan ada pabrik pupuk dan DME itu minimal mencapai USD7 miliar devisa yang bisa kita hemat. Jadi, bukan hanya menggali, tetapi ada nilai tambah," tegasnya.

Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arviyan Arifin menegaskan komitmennya untuk menciptakan nilai tambah dan mentransformasi batu bara ke arah hilir dengan teknologi gasifikasi. "Diharapkan dengan kerja sama ini juga dapat meningkatkan sinergi antar-BUMN dan mampu menciptakan efisiensi dalam industri batu bara, gas, pupuk dan kimia," ujarnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1096 seconds (0.1#10.140)