PLTA Batangtoru Cermin Ideal Pemanfaatan Energi Terbarukan di Sumut
A
A
A
TAPANULI - Pemanfaatan energi terbarukan secara optimal dinilai akan berkorelasi memberikan efek positif bagi kesejahteraan masyarakat. Sumatra Utara (Sumut) akan menjadi tolok ukur keberhasilan itu jika Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru di Tapanuli Selatan (Tapsel) yang kelak beroperasi.
Sesuai rencana, saat proyek beroperasi akan menghasilkan listrik sebesar 510 megawatt (MW) di tahun 2022. Masyarakat sekitar Batangtoru dilanda antusiasme dengan kehadiran megaproyek yang memanfaatkan aliran air Sungai Batangtoru ini. Mereka pun menaruh harapan besar.
Salah seorang warga Kecamatan Marancar, Tapsel, Syaiful Wahyu menyatakan, saat ini masyarakat Sumatra Utara butuh dukungan listrik untuk kehidupannya. Anak-anak sekolah butuh listrik untuk aktivitas belajar. Listrik juga dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. "Tanpa listrik, berarti anak-anak harus menggunakan lampu pelita. Ini kembali ke tahun 1960-an," katanya.
Senada, Bupati Tapanuli Selatan, Syahrul M. Pasaribu, menyatakan PLTA Batangtoru sebagai proyek strategis nasional nantinya bisa menjawab kebutuhan listrik di Sumut. Dia pun meminta pihak perusahaan membuka akses jalan dan fasilitas lainnya di lokasi proyek.
Dalam berbagai kesempatan, Syahrul M. Pasaribu menyatakan, proyek PLTA Batangtoru akan memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat lokal. Selain akan memacu pertumbuhan ekowisata, proyek ini akan menyedot tenaga kerja dalam jumlah besar. “Menjelang puncak pengerjaan, tenaga kerja akan terus bertambah. Bisa seribuan orang,” kata Bupati Tapsel dalam keterangan resmi, Senin (4/3/2019).
Wakil Ketua Bidang Energi dan Mineral Kadin Sumatra Utara, Tohar Suhartono mengatakan, selain bisa memenuhi kebutuhan listrik, PLTA Batangtoru juga bisa membantu pemerintah menjaga lingkungan.
"Dengan tersedianya energi dari PLTA Batangtoru berdaya 510 MW, pemerintah bisa menghemat anggaran dengan menghentikan sewa kapal pembangkit yang selama ini ditempatkan di Belawan untuk memenuhi kebutuhan energi di Sumut," katanya.
Kendati proyek ini ramah lingkungan dan akan memberi manfaat besar secara ekonomi, ternyata ada pula kelompok-kelompok yang menentang. Terutama dari lembaga-lembaga asing, maupun lembaga yang berafiliasi dengannya, seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut. Isu-isu negatif disebar, dibalut dengan data keliru.
Warga Batangtoru lainnya, Abdul Gani Batubara mengatakan seluruh masyarakat sangat paham kondisi yang ada di lokasi pembangunan proyek. Beberapa isu yang dijual Walhi seperti kerusakan lingkungan, kerusakan hutan dan kepunahan satwa Orangutan Tapanuli, menurutnya digoreng untuk memunculkan kesan seolah-olah proyek tersebut akan menjadi malapetaka.
“Padahal apa yang disampaikannya itu semua bohong. Tak ada di sana kematian orangutan, hutan di sana sangat luas. Kami juga sering bertemu orangutan, dan tidak ada satupun yang kami ganggu, kami lindungi,” katanya.
Walhi pun dinilai menyakiti hati masyarakat terkait pernyataan Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Walhi, Ronald M. Siahaan, yang menyebut masyarakat pendukung PLTA sebagai "pelacur" atau telah menerima uang dari proyek pembangunan PLTA. Pernyataan seperti itu dinilai tidak patut, dan menunjukkan standar etikanya sendiri.
Sesuai rencana, saat proyek beroperasi akan menghasilkan listrik sebesar 510 megawatt (MW) di tahun 2022. Masyarakat sekitar Batangtoru dilanda antusiasme dengan kehadiran megaproyek yang memanfaatkan aliran air Sungai Batangtoru ini. Mereka pun menaruh harapan besar.
Salah seorang warga Kecamatan Marancar, Tapsel, Syaiful Wahyu menyatakan, saat ini masyarakat Sumatra Utara butuh dukungan listrik untuk kehidupannya. Anak-anak sekolah butuh listrik untuk aktivitas belajar. Listrik juga dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. "Tanpa listrik, berarti anak-anak harus menggunakan lampu pelita. Ini kembali ke tahun 1960-an," katanya.
Senada, Bupati Tapanuli Selatan, Syahrul M. Pasaribu, menyatakan PLTA Batangtoru sebagai proyek strategis nasional nantinya bisa menjawab kebutuhan listrik di Sumut. Dia pun meminta pihak perusahaan membuka akses jalan dan fasilitas lainnya di lokasi proyek.
Dalam berbagai kesempatan, Syahrul M. Pasaribu menyatakan, proyek PLTA Batangtoru akan memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat lokal. Selain akan memacu pertumbuhan ekowisata, proyek ini akan menyedot tenaga kerja dalam jumlah besar. “Menjelang puncak pengerjaan, tenaga kerja akan terus bertambah. Bisa seribuan orang,” kata Bupati Tapsel dalam keterangan resmi, Senin (4/3/2019).
Wakil Ketua Bidang Energi dan Mineral Kadin Sumatra Utara, Tohar Suhartono mengatakan, selain bisa memenuhi kebutuhan listrik, PLTA Batangtoru juga bisa membantu pemerintah menjaga lingkungan.
"Dengan tersedianya energi dari PLTA Batangtoru berdaya 510 MW, pemerintah bisa menghemat anggaran dengan menghentikan sewa kapal pembangkit yang selama ini ditempatkan di Belawan untuk memenuhi kebutuhan energi di Sumut," katanya.
Kendati proyek ini ramah lingkungan dan akan memberi manfaat besar secara ekonomi, ternyata ada pula kelompok-kelompok yang menentang. Terutama dari lembaga-lembaga asing, maupun lembaga yang berafiliasi dengannya, seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut. Isu-isu negatif disebar, dibalut dengan data keliru.
Warga Batangtoru lainnya, Abdul Gani Batubara mengatakan seluruh masyarakat sangat paham kondisi yang ada di lokasi pembangunan proyek. Beberapa isu yang dijual Walhi seperti kerusakan lingkungan, kerusakan hutan dan kepunahan satwa Orangutan Tapanuli, menurutnya digoreng untuk memunculkan kesan seolah-olah proyek tersebut akan menjadi malapetaka.
“Padahal apa yang disampaikannya itu semua bohong. Tak ada di sana kematian orangutan, hutan di sana sangat luas. Kami juga sering bertemu orangutan, dan tidak ada satupun yang kami ganggu, kami lindungi,” katanya.
Walhi pun dinilai menyakiti hati masyarakat terkait pernyataan Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Walhi, Ronald M. Siahaan, yang menyebut masyarakat pendukung PLTA sebagai "pelacur" atau telah menerima uang dari proyek pembangunan PLTA. Pernyataan seperti itu dinilai tidak patut, dan menunjukkan standar etikanya sendiri.
(akr)