Ada IA-CEPA, Gula Rafinasi dari Australia Tetap Tak Bebas Cukai
A
A
A
JAKARTA - Setelah menandatangani perjanjian Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), sejumlah produk impor asal Australia dibebaskan dari bea masuk. Hal itu juga berlaku terhadap sejumlah bahan baku makanan yang diiimpor.
Namun, pemerintah ternyata tidak membebaskan bea masuk impor gula rafinasi asal Australia. Bea masuk impor gula rafinasi hanya diturunkan dari sebelumnya berkisar 10% menjadi 5%.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, hal ini dilakukan karena gula rafinasi merupakan komoditas yang sensitif. Karenanya, pemerintah memutuskan tidak membebaskan biaya impor gula rafinasi.
"Kalau gula ini masuk dalam sensitive list, jadi tidak termasuk yang dibebaskan bea masuk 0%. Hanya diturunkan dari 10% menjadi 5%," ujar Adhie di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Senin (4/3/2019).
Adhi menyebutkan, sekitar 20% dari jumlah impor gulal rafinasi Indonesia berasal dari Australia. Dengan adanya penurunan bea masuk ini, gula rafinasi asal Australia akan semakin murah.
Selama ini, lanjut Adhi, Indonesia cukup banyak mengimpor bahan baku makanan dari Australia. Beberapa diantaranya adalah terigu, gandum, susu, buah, garam, hingga daging sapi. Penurunan hingga pembebasan tarif impor terhadap sejumlah bahan baku asal Negeri Kanguru ini akan berpengaruh besar terhadap harga makanan dan minuman dalam negeri.
"Tentunya akan berpengaruh terhadap harga, seperti gula rafinasi, ini akan jadi lebih murah. Sehingga gula rafinasi bisa jadi alternatif ketersediaan bahan baku," katanya.
Sebagai informasi, pada tahun lalu, pemerintah mengeluarkan kuota impor gula rafinasi sebesar 3,6 juta ton. Sedangkan realisasinya tercatat sebesar 3,37 juta ton dari catatan Kementerian Perdagangan.
Namun, pemerintah ternyata tidak membebaskan bea masuk impor gula rafinasi asal Australia. Bea masuk impor gula rafinasi hanya diturunkan dari sebelumnya berkisar 10% menjadi 5%.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, hal ini dilakukan karena gula rafinasi merupakan komoditas yang sensitif. Karenanya, pemerintah memutuskan tidak membebaskan biaya impor gula rafinasi.
"Kalau gula ini masuk dalam sensitive list, jadi tidak termasuk yang dibebaskan bea masuk 0%. Hanya diturunkan dari 10% menjadi 5%," ujar Adhie di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Senin (4/3/2019).
Adhi menyebutkan, sekitar 20% dari jumlah impor gulal rafinasi Indonesia berasal dari Australia. Dengan adanya penurunan bea masuk ini, gula rafinasi asal Australia akan semakin murah.
Selama ini, lanjut Adhi, Indonesia cukup banyak mengimpor bahan baku makanan dari Australia. Beberapa diantaranya adalah terigu, gandum, susu, buah, garam, hingga daging sapi. Penurunan hingga pembebasan tarif impor terhadap sejumlah bahan baku asal Negeri Kanguru ini akan berpengaruh besar terhadap harga makanan dan minuman dalam negeri.
"Tentunya akan berpengaruh terhadap harga, seperti gula rafinasi, ini akan jadi lebih murah. Sehingga gula rafinasi bisa jadi alternatif ketersediaan bahan baku," katanya.
Sebagai informasi, pada tahun lalu, pemerintah mengeluarkan kuota impor gula rafinasi sebesar 3,6 juta ton. Sedangkan realisasinya tercatat sebesar 3,37 juta ton dari catatan Kementerian Perdagangan.
(fjo)