Terkait Aturan Baru Impor Gula, Disebut Ada Kekuatan Besar di Belakangnya

Kamis, 18 Maret 2021 - 23:37 WIB
loading...
Terkait Aturan Baru...
Ekonom senior, Faisal Basri melayangkan, kritik keras atas dikeluarkannya Permenperin No. 3 Tahun 2021, tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Ekonom senior, Faisal Basri melayangkan, kritik keras atas dikeluarkannya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 3 Tahun 2021, tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional. Hal itu disampaikannya dalam webinar di Jakarta.



Menurut Faisal, ada kekuatan besar yang mendorong agar dikeluarkannya Permenperin No.3/2021 yang sangat merugikan industri dalam negeri, khususnya industri makanan minuman (mamin) dan UMKM di Jawa Timur (Jatim).

"Yang kita hadapi adalah kekuatan besar dan Jawa Timur yang paling dirugikan, karena otomatis tidak bisa bersaing. Industri Mamin di Jawa Timur begitu penting. Bapak-Ibu harus menuntut haknya, tidak bisa dibiarkan seperti ini," ujar Faisal Basri di Jakarta, Kamis (18/3/2021).

Ia juga menjelaskan, secara teoritis bahwa Jawa Timur merupakan basis industri terbesar kedua setelah Jawa Barat. Jadi semestinya pemerintah menjaga dan mendorong pertumbuhan industri di Jawa Timur. Pemerintah mestinya, lanjut Faisal, lebih berpihak kepada pelaku-pelaku usaha mikro, bukan malah mendukung praktek oligopoli.

"Ini jelas yang diuntungkan para pengusaha besar. Sementara, triliunan dari keuntungan para pengusaha itu hanya dibagi ke 11 importir," ungkapnya.

Sambung dia menambahkan, Permenperin ini selain membuka peluang rembesan dengan dihilangkannya pelaporan perubahan pelabuhan dan kontrak jual beli antara gula rafinasi dengan industri mamin, juga mencederai semangat investasi dan menekan daya saing industri mamin.



Pria kelahiran Bandung ini juga mengapresiasi kepada seluruh stakeholders di Jawa Timur yang sudah bergerak menyuarakan protes atas keluarnya Permenperin No.3/2021 ini.

"Ini adalah fenomena baru pertama kali terjadi di negeri ini. Setelah berpuluh tahun harga gula mahal tapi tidak ada yang teriak, tidak ada yang demo. Ini sudah benar. Seluruh stakeholders Jawa Timur bergerak," pungkasnya.

Sebelumnya pelaku industri di Jatim mengeluhkan, karena pemerintah hanya mengizinkan perusahaan gula kristal rafinasi yang memiliki izin usaha industri (IUI) dan persetujuan prinsip sebelum 25 Mei 2010 melakukan importasi gula mentah impor.

Peraturan tersebut, dinilai membuat pabrik gula rafinasi di Jawa Timur tidak bisa memasok industri mamin karena ketidaktersediaan bahan baku gula mentah. Selain itu, industri mamin di Jawa Timur terpaksa membeli gula rafinasi pada pabrik-pabrik gula rafinasi yang berlokasi di luar Jawa Timur, seperti Banten, Makassar, Lampung, dan Medan dengan biaya tinggi.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2035 seconds (0.1#10.140)