Lawan Alih Fungsi, Perpres Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Disiapkan

Rabu, 06 Maret 2019 - 18:33 WIB
Lawan Alih Fungsi, Perpres...
Lawan Alih Fungsi, Perpres Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Disiapkan
A A A
JAKARTA - Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2P), termasuk di dalamnya mengatur upaya untuk mencegah alih fungsi lahan baku sawah. Pasalnya, data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penyusutan lahan baku sawah RI dalam lima tahun terakhir mencapai 9% dari 7,75 juta hektar di 2013 menjadi hanya seluas 7,1 juta hektar saat ini.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Pending Sarwo Edhy mengatakan, pihaknya sedang melakukan harmonisasi data luas lahan baku sawah dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara(ATR-BPN) serta Badan Informasi Geospasial (BIG) demi mempercepat penerbitan Perpres tersebut.

"Kita juga mengawal proses LP2P yang harus dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing daerah. Sudah saatnya daerah melakukan review terhadap penataan ruangnya. Kalau daerah mengajukan review dan belum clear peruntukannya, maka kita tidak merekomendasikan untuk mendapatkan persetujuan BPN," kata Sarwo Edhy.

Menurutnya jika areal persawahan dialihfungsikan menjadi bangunan, maka upaya budidaya pertanian akan menjadi sia-sia. Warga juga akan kesulitan untuk mendapatkan makanan. Untuk mencegah alih fungsi tersebut, maka pemerintah diharap untuk tidak memberikan izin bangunan yang akan berdiri di area persawahan.

"Salah satu kewajiban pemerintah untuk menetapkan lahan pangan berkelanjutan, sudah diatur dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," ungkapnya

Lebih lanjut, Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Kementan Indah Megawati menegaskan, pemerintah akan memberikan insentif fiskal dan non-fiskal bagi petani pemilik lahan untuk mencegah lahan sawahnya dialihfungsikan menjadi properti.

"Kalau dia bisa pertahankan lahan agar tidak dialihfungsikan, kita akan bantu benih, pupuk, dan sebagainya. Kalau dia mau mengolah lahannya lebih lanjut, kita akan bantu alat mesin pertaniannya," ujar Indah.

Kementan akan fokus menyalurkan insentif non-fiskal berupa subsidi benih, pupuk, atau alat mesin pertanian (alsintan). "Namun kalau insentif keuangan sampai saat ini belum disepakati (skema dan nominalnya). Itu nanti dari ATR/BPN, kita lebih ke budidaya pertaniannya," imbuhnya.

Indah menjelaskan, biaya mencetak lahan sawah baru berkisar antara Rp 16-19 juta per hektar, meliputi proses pembukaan lahan, pembuatan saluran, menbersihkan sersah hingga persemaian. "Tergantung wilayahnya. Kalau Kalimantan, Papua itu sekitar Rp 19 juta per hektar. Kalau di Jawa seperti Jawa Barat itu sekitar Rp 16 juta," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0837 seconds (0.1#10.140)