Sejak 2017, Program Vokasi Industri Telah Gaet 400.000 Siswa SMK
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memfasilitasi lebih dari 400.000 siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk mengikuti program pendidikan vokasi yang link and match dengan industri. Program yang digulirkan sejak tahun 2017 ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia sekaligus dapat mengurangi angka pengangguran.
"Mereka disiapkan agar bisa langsung bekerja setelah lulus, karena telah memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan di dunia industri saat ini. Sebab, mereka mendapatkan pembelajaran yang porsinya 70% praktik dan 30% teori," kata Koordinator Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin, Mujiyono di Jakarta, Sabtu (9/3/2019).
Mujiyono menyebutkan, hingga tahap kesembilan, pihaknya telah melibatkan sebanyak 2.350 SMK dan 899 perusahaan dengan total perjanjian kerja sama mencapai 4.351 yang telah ditandatangani. "Dalam perjanjian kerja sama tersebut, satu SMK dapat dibina oleh beberapa perusahaan sesuai kebutuhan dan kejuruan yang diinginkan. Setiap SMK rata-rata ada 200 siswa," jelasnya.
Program pendidikan vokasi ini telah menjangkau wilayah Jawa, Sumatera, hingga Sulawesi. Kemenperin, kata dia, akan terus melanjutkan, karena antusiasme dari SMK maupun industri dinilai sangat tinggi. Pada bulan Maret ini, akan diluncurkan lagi untuk wilayah Jawa Barat. Adapun target pada tahun 2019 sebanyak 2.685 SMK dapat dibina atau menjalin kerja sama dengan industri.
Mujiyono menambahkan, upaya tersebut merupakan wujud nyata dari pelaksanaan Instruksi Presiden No 9/2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing SDM Indonesia. "Selain itu, kami optimistis, program pendidikan vokasi link and match antara SMK dengan industri akan menekan angka pengangguran yang signifikan dari lulusan SMK," tandasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2018, tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK mengalami penurunan. Tahun 2017, TPT lulusan SMK sebesar 11,41%, merosot menjadi 11,24% di 2018. "Untuk hasil drastisnya, mungkin dapat dilihat dua atau tiga tahun ke depan," imbuh Mujiyono.
Mujiyono pun meyakini, dengan SDM industri yang berkualitas akan mampu mendongkrak produktivitas dan kinerja industri nasional. Bahkan, ikut mengatrol daya saing Indonesia.
Selain meluncurkan program link and match, dalam menciptakan SDM industri yang kompeten, Kmenperin juga sudah menjalankan pendidikan vokasi di SMK dan politeknik di lingkungan kementerian dengan konsep dual system yang diadopsi dari Swiss dan Jerman. "Selain itu, kami memberikan pelatihan 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi, dan penempatan kerja), yang juga diikuti oleh penyandang disabilitas," ujarnya.
Mujiyono mengemukakan, para lulusan siswa-siswi vokasi di seluruh unit pendidikan Kemenperin, hampir 90% terserap kerja di industri. Sisanya, melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau berwirausaha. Saat ini, Kemenperin telah memiliki sembilan SMK, 10 Politeknik dan dua Akademi Komunitas yang setiap tahun menghasilkan lebih dari 5.000 lulusan.
Di sisi lain, serapan tenaga kerja sektor industri manufaktur di Indonesia pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, sektor industri manufaktur menyerap tenaga kerja sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut berkontribusi sebesar 14,72% terhadap total tenaga kerja nasional.
Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4% terhadap penyerapan tenaga kerja industri dan di 2019 diyakini semakin bertambah seiring dengan realisasi investasi dari sejumlah industri.
"Berdasarkan perhitungan kami, dengan rata-rata pertumbuhan industri sebesar 5-6% per tahun, dibutuhkan lebih dari 500.000-600.000 tenaga kerja industri baru per tahun," ungkap Mujiyono.
"Mereka disiapkan agar bisa langsung bekerja setelah lulus, karena telah memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan di dunia industri saat ini. Sebab, mereka mendapatkan pembelajaran yang porsinya 70% praktik dan 30% teori," kata Koordinator Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin, Mujiyono di Jakarta, Sabtu (9/3/2019).
Mujiyono menyebutkan, hingga tahap kesembilan, pihaknya telah melibatkan sebanyak 2.350 SMK dan 899 perusahaan dengan total perjanjian kerja sama mencapai 4.351 yang telah ditandatangani. "Dalam perjanjian kerja sama tersebut, satu SMK dapat dibina oleh beberapa perusahaan sesuai kebutuhan dan kejuruan yang diinginkan. Setiap SMK rata-rata ada 200 siswa," jelasnya.
Program pendidikan vokasi ini telah menjangkau wilayah Jawa, Sumatera, hingga Sulawesi. Kemenperin, kata dia, akan terus melanjutkan, karena antusiasme dari SMK maupun industri dinilai sangat tinggi. Pada bulan Maret ini, akan diluncurkan lagi untuk wilayah Jawa Barat. Adapun target pada tahun 2019 sebanyak 2.685 SMK dapat dibina atau menjalin kerja sama dengan industri.
Mujiyono menambahkan, upaya tersebut merupakan wujud nyata dari pelaksanaan Instruksi Presiden No 9/2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing SDM Indonesia. "Selain itu, kami optimistis, program pendidikan vokasi link and match antara SMK dengan industri akan menekan angka pengangguran yang signifikan dari lulusan SMK," tandasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2018, tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK mengalami penurunan. Tahun 2017, TPT lulusan SMK sebesar 11,41%, merosot menjadi 11,24% di 2018. "Untuk hasil drastisnya, mungkin dapat dilihat dua atau tiga tahun ke depan," imbuh Mujiyono.
Mujiyono pun meyakini, dengan SDM industri yang berkualitas akan mampu mendongkrak produktivitas dan kinerja industri nasional. Bahkan, ikut mengatrol daya saing Indonesia.
Selain meluncurkan program link and match, dalam menciptakan SDM industri yang kompeten, Kmenperin juga sudah menjalankan pendidikan vokasi di SMK dan politeknik di lingkungan kementerian dengan konsep dual system yang diadopsi dari Swiss dan Jerman. "Selain itu, kami memberikan pelatihan 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi, dan penempatan kerja), yang juga diikuti oleh penyandang disabilitas," ujarnya.
Mujiyono mengemukakan, para lulusan siswa-siswi vokasi di seluruh unit pendidikan Kemenperin, hampir 90% terserap kerja di industri. Sisanya, melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau berwirausaha. Saat ini, Kemenperin telah memiliki sembilan SMK, 10 Politeknik dan dua Akademi Komunitas yang setiap tahun menghasilkan lebih dari 5.000 lulusan.
Di sisi lain, serapan tenaga kerja sektor industri manufaktur di Indonesia pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, sektor industri manufaktur menyerap tenaga kerja sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut berkontribusi sebesar 14,72% terhadap total tenaga kerja nasional.
Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4% terhadap penyerapan tenaga kerja industri dan di 2019 diyakini semakin bertambah seiring dengan realisasi investasi dari sejumlah industri.
"Berdasarkan perhitungan kami, dengan rata-rata pertumbuhan industri sebesar 5-6% per tahun, dibutuhkan lebih dari 500.000-600.000 tenaga kerja industri baru per tahun," ungkap Mujiyono.
(fjo)