Pengembangan Kilang Cilacap sampai Juni 2019
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) masih menunggu keputusan Saudi Aramco mengenai kelanjutan proyek modifikasi kilang minyak di Cilacap, Jawa Tengah. Keduanya memiliki batas waktu sampai Juni 2019 untuk mencapai kesepakatan valuasi aset sebelum dikembangkan.
“Batas akhir dengan Saudi Aramco itu Juni. Itu waktu yang diberikan sampai habis masa waktunya. Kalau tidak ada kesepakatan akan ya terminasi baik-baik,” ujar Direktur Mega Proyek Pertamina Ignatius Talulembang di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pengembangan Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Cilacap akan tetap dilanjutkan apabila perusahaan migas asal Arab Saudi tersebut secara business to business tidak sepakat dengan Pertamina. Adapun opsi lain yang akan diambil oleh Pertamina yaitu dikembangkan secara mandiri atau melakukan kerjasama dengan pihak lain.
“Bebas saja jika akhirnya tidak sepakat. Jalan terus tidak menunggu partner, tapi kalau sendiri dilakukan secara bertahap,” kata dia.
Meski begitu, pihaknya berharap kerja sama pengembangan Kilang Cilacap tetap bisa berlanjut dengan Saudi Aramco. Namun, untuk Kilang Cilacap perlu negosiasi panjang untuk mencapai kesepakatan karena kilang tersebut mempunyai aset eksisting.
“Kami inginnya tetap berlanjut. Kami ingin kesepakatan berdasarkan kaidah internasional. Memang kalau proyek baru lebih mudah tapi karena ada aset eksisting itu ada pandangan yang berbeda,” kata dia.
Pengamat energi dari Universitas Tri Sakti Pri Agung Rakhmanto menyayangkan lamanya realisasi pengembangan RDMP Kilang Cilacap. Pri Agung menilai tak kunjung terealisasinya pengembangan Kilang Cilacap disebabkan karena belum ada titik temu terkait keekonomian proyek.
“Sebenarnya disayangkan karena belum ada titik temu dalam hal keekonomian proyek. Itu harusnya bisa dibicarakan karena levelnya business to business,” ujar Pri Agung kepada KORAN SINDO, kemarin.
Dia beranggapan sudah sewajarnya pengembangan kilang menggandeng pihak luar. Pasalnya, pembangunan kilang memerlukan investasi yang cukup besar. Sebab itu, imbuhnya, butuh finansial yang besar. Tak hanya itu, pembangunan kilang juga harus memperhatikan teknologi dan jaringan minyak mentahnya.
“Saudi Aramco punya semua itu sedangkan kita mempunyai market. Jadi seharusnya ada win-win solution di situ, dan setahu saya ini jatuh pada valuasi yang tidak sama,” katanya.
Dia menandaskan seharusnya pengembangan kilang harus selesai dengan restrukturisasi proyek dan skema finansial yang lebih menarik. “Nah, angka seharusnya bisa didekatkan antara satu dengan yang lain. Jadi permasalahan itu yang harus diselesaikan,” kata dia.
Menurut pendiri ReforMiner Institute ini, jika skema bisnisnya jalan maka pembangunan kilang dipastikan dapat berjalan. Pasalnya, selama ini yang menjadi dasar permasalahan itu ialah skema bisnisnya.
“Misalnya perpajakan, bagaimana juga bisa dimasukkan insentif supaya menarik investasi, karena kunci investor itu ialah return on investment-nya,” kata dia.
Tingkatkan Pembangunan Fasilitas Lapangan Jirak
Sementara itu PT Pertamina EP, anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas, terus berupaya meningkatkan angka produksi. Hal itu kembali dibuktikan dengan Penandatanganan Perjanjian Pembangunan Fasilitas Produksi dan Injeksi Lapangan Jirak dengan PT Pratiwi Putri Sulung, di kantor pusat Pertamina EP (PEP), Selasa (5/3) lalu.
Hadir dalam kegiatan tersebut Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf, Direktur Peengembangan Pertamina EP John H Simamora, Direktur Utama PT Pratiwi Putri Sulung Agus Salim dan seluruh manajemen terkait lainnya.
Nanang Abdul Manaf mengatakan, tugas PEP adalah mendukung ketahanan energi nasional, maka diperlukan spirit serta sinergi dalam mengerjakan rencana kerja yang sudah disepakati.
"Membangun spirit di awal dan kita juga harus meminimalisir tantangan ke depan, jangan biarkan permasalahan yang ada menghalangi rencana kita di ke depannya," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Nanang juga mengatakan langkah yang diawali dengan baik harus diselesaikan dengan baik juga serta mengedepankan safety pada proses kerja. "Zero accident, zero fatality hal itu yang harus dilekatkan di semua pekerja. Kita memulai dengan baik dan berakhir juga dengan baik," katanya.
Lapangan Jirak akan dikembangkan sebagai pilot project EOR waterflood di Pertamina EP. Melalui pengembangan proyek EOR struktur Jirak dan penerapan waterflood fullscale fase 1 dengan metode primary, diharapkan struktur ini mampu meningkatkan cadangan dan produksi PEP. (Nanang Wijayanto/Yanto Kusdiantono)
“Batas akhir dengan Saudi Aramco itu Juni. Itu waktu yang diberikan sampai habis masa waktunya. Kalau tidak ada kesepakatan akan ya terminasi baik-baik,” ujar Direktur Mega Proyek Pertamina Ignatius Talulembang di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pengembangan Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Cilacap akan tetap dilanjutkan apabila perusahaan migas asal Arab Saudi tersebut secara business to business tidak sepakat dengan Pertamina. Adapun opsi lain yang akan diambil oleh Pertamina yaitu dikembangkan secara mandiri atau melakukan kerjasama dengan pihak lain.
“Bebas saja jika akhirnya tidak sepakat. Jalan terus tidak menunggu partner, tapi kalau sendiri dilakukan secara bertahap,” kata dia.
Meski begitu, pihaknya berharap kerja sama pengembangan Kilang Cilacap tetap bisa berlanjut dengan Saudi Aramco. Namun, untuk Kilang Cilacap perlu negosiasi panjang untuk mencapai kesepakatan karena kilang tersebut mempunyai aset eksisting.
“Kami inginnya tetap berlanjut. Kami ingin kesepakatan berdasarkan kaidah internasional. Memang kalau proyek baru lebih mudah tapi karena ada aset eksisting itu ada pandangan yang berbeda,” kata dia.
Pengamat energi dari Universitas Tri Sakti Pri Agung Rakhmanto menyayangkan lamanya realisasi pengembangan RDMP Kilang Cilacap. Pri Agung menilai tak kunjung terealisasinya pengembangan Kilang Cilacap disebabkan karena belum ada titik temu terkait keekonomian proyek.
“Sebenarnya disayangkan karena belum ada titik temu dalam hal keekonomian proyek. Itu harusnya bisa dibicarakan karena levelnya business to business,” ujar Pri Agung kepada KORAN SINDO, kemarin.
Dia beranggapan sudah sewajarnya pengembangan kilang menggandeng pihak luar. Pasalnya, pembangunan kilang memerlukan investasi yang cukup besar. Sebab itu, imbuhnya, butuh finansial yang besar. Tak hanya itu, pembangunan kilang juga harus memperhatikan teknologi dan jaringan minyak mentahnya.
“Saudi Aramco punya semua itu sedangkan kita mempunyai market. Jadi seharusnya ada win-win solution di situ, dan setahu saya ini jatuh pada valuasi yang tidak sama,” katanya.
Dia menandaskan seharusnya pengembangan kilang harus selesai dengan restrukturisasi proyek dan skema finansial yang lebih menarik. “Nah, angka seharusnya bisa didekatkan antara satu dengan yang lain. Jadi permasalahan itu yang harus diselesaikan,” kata dia.
Menurut pendiri ReforMiner Institute ini, jika skema bisnisnya jalan maka pembangunan kilang dipastikan dapat berjalan. Pasalnya, selama ini yang menjadi dasar permasalahan itu ialah skema bisnisnya.
“Misalnya perpajakan, bagaimana juga bisa dimasukkan insentif supaya menarik investasi, karena kunci investor itu ialah return on investment-nya,” kata dia.
Tingkatkan Pembangunan Fasilitas Lapangan Jirak
Sementara itu PT Pertamina EP, anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas, terus berupaya meningkatkan angka produksi. Hal itu kembali dibuktikan dengan Penandatanganan Perjanjian Pembangunan Fasilitas Produksi dan Injeksi Lapangan Jirak dengan PT Pratiwi Putri Sulung, di kantor pusat Pertamina EP (PEP), Selasa (5/3) lalu.
Hadir dalam kegiatan tersebut Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf, Direktur Peengembangan Pertamina EP John H Simamora, Direktur Utama PT Pratiwi Putri Sulung Agus Salim dan seluruh manajemen terkait lainnya.
Nanang Abdul Manaf mengatakan, tugas PEP adalah mendukung ketahanan energi nasional, maka diperlukan spirit serta sinergi dalam mengerjakan rencana kerja yang sudah disepakati.
"Membangun spirit di awal dan kita juga harus meminimalisir tantangan ke depan, jangan biarkan permasalahan yang ada menghalangi rencana kita di ke depannya," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Nanang juga mengatakan langkah yang diawali dengan baik harus diselesaikan dengan baik juga serta mengedepankan safety pada proses kerja. "Zero accident, zero fatality hal itu yang harus dilekatkan di semua pekerja. Kita memulai dengan baik dan berakhir juga dengan baik," katanya.
Lapangan Jirak akan dikembangkan sebagai pilot project EOR waterflood di Pertamina EP. Melalui pengembangan proyek EOR struktur Jirak dan penerapan waterflood fullscale fase 1 dengan metode primary, diharapkan struktur ini mampu meningkatkan cadangan dan produksi PEP. (Nanang Wijayanto/Yanto Kusdiantono)
(nfl)