Tren Denim Bawa Levi Kembali ke Pasar Saham Usai Absen 30 Tahun
A
A
A
NEW YORK - Ketika tren denim 1980-an kembali populer di generasi zaman now, produsen jeans Levi Strauss & Co mengendarai gelombang popularitas itu untuk kembali ke pasar saham. Perusahaan asal Amerika Serikat yang berusia 166 tahun itu akan segera mencatatkan kembali sahamnya di Bursa Efek New York setelah meninggalkan pasar publik pada tahun 1985.
Levi sempat menjadi perusahaan publik (go public) sebelumnya pada tahun 1971, tapi kembali menjadi perusahaan private (tertutup) usai terjadi transaksi berkaitan dengan leverage atau pinjaman, tahun 1985. Diyakini saat itu bahwa menjadi perusahaan swasta akan memungkinkan Levi untuk berkonsentrasi pada jangka panjang dibandingkan dengan menjadi perusahaan publik yang harus lapor ke para pemegang saham terkait keadaan bisnisnya setiap tiga bulan.
Itu adalah tahun yang sama ketika Levi menayangkan iklan yang mengubah tren fashion dunia dimana menunjukkan seorang model muda, Nick Kamen, dalam sebuah binatu gaya tahun 1950-an untuk kemudian menanggalkan celana jeans 501-nya dan memuatnya ke dalam mesin cuci bersama alunan lagu Marvin Gaye I Heard It Through the Grapevine.
Sejak masa kejayaannya di akhir 1980-an dan awal 1990-an, denim telah mengalami perjalanan yang sulit. Robert Burke, seorang konsultan ritel dan fashion, mengatakan: "Industri jeans secara umum sangat dipengaruhi oleh seberapa kuat pasar. Legging, celana yoga, hal-hal seperti itu telah hilang dan dalam banyak hal menggantikan bisnis jeans."
Namun tren telah kembali pada 2017-2018, penjualan global jeans tumbuh sebesar 4,3% menurut Euromonitor International selaku penyedia riset pasar. Perubahan ini paling menonjol terjadi di Amerika Serikat (AS), ketika setelah empat tahun penurunan permintaan, penjualan naik sebesar 2,2%. Dan keuangan Levi mencerminkan hal itu.
Dalam pernyataannya, Levi mengumumkan pendapatan mencapai sebesar USD5,6 miliar pada 2018, atau mengalami kenaikan 14% dibandingkan periode 2017. Laba bersih mencapai USD285 juta (Rp 4 triliun) atau stagnan dari dari laba bersih tahun sebelumnya.
Pada Februari, Produsen jeans Levi Strauss & Co mengajukan dokumen untuk mendaftarkan diri di Bursa Efek New York. Menandakan kembalinya perusahaan tersebut ke pasar modal setelah absen selama lebih dari tiga dekade.
Dilansir Reuters, perusahaan mengincar USD100 juta dari aksi melepas saham ke publik. Nantinya, perusahaan akan menggunakan kode emiten LEVI. Sebelumnya, Levi Strauss pernah melakukan aksi IPO pada tahun 1971. Namun perusahaan tersebut kemudian keluar dari papan emiten pada tahun 1984.
Tercatat Levi Strauss menjual produknya di lebih dari 50.000 lokasi ritel. Termasuk sekitar 3.000 toko mandiri yang dimiliki. Pemegang saham terbesar perusahaan saat ini adalah Mimi Haas dan Margaret Haas yang merupakan keturunan dari sang pendiri, Levi Strauss.
Goldman Sachs, JPMorgan, BofA Merrill Lynch dan Morgan Stanley adalah bagian dari tim penjamin emisi yang akan menangani IPO. Sebanyak 36,7 juta lembar saham akan dilepas melalui mekanisme penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Harga per saham yang ditawarkan dalam IPO kali ini yakni berkisar antara USD 14-16 per lembar. Dana hasil IPO tersebut akan digunakan perusahaan untuk membiayai akuisisi yang belum bisa diungkap ke publik.
Levi sempat menjadi perusahaan publik (go public) sebelumnya pada tahun 1971, tapi kembali menjadi perusahaan private (tertutup) usai terjadi transaksi berkaitan dengan leverage atau pinjaman, tahun 1985. Diyakini saat itu bahwa menjadi perusahaan swasta akan memungkinkan Levi untuk berkonsentrasi pada jangka panjang dibandingkan dengan menjadi perusahaan publik yang harus lapor ke para pemegang saham terkait keadaan bisnisnya setiap tiga bulan.
Itu adalah tahun yang sama ketika Levi menayangkan iklan yang mengubah tren fashion dunia dimana menunjukkan seorang model muda, Nick Kamen, dalam sebuah binatu gaya tahun 1950-an untuk kemudian menanggalkan celana jeans 501-nya dan memuatnya ke dalam mesin cuci bersama alunan lagu Marvin Gaye I Heard It Through the Grapevine.
Sejak masa kejayaannya di akhir 1980-an dan awal 1990-an, denim telah mengalami perjalanan yang sulit. Robert Burke, seorang konsultan ritel dan fashion, mengatakan: "Industri jeans secara umum sangat dipengaruhi oleh seberapa kuat pasar. Legging, celana yoga, hal-hal seperti itu telah hilang dan dalam banyak hal menggantikan bisnis jeans."
Namun tren telah kembali pada 2017-2018, penjualan global jeans tumbuh sebesar 4,3% menurut Euromonitor International selaku penyedia riset pasar. Perubahan ini paling menonjol terjadi di Amerika Serikat (AS), ketika setelah empat tahun penurunan permintaan, penjualan naik sebesar 2,2%. Dan keuangan Levi mencerminkan hal itu.
Dalam pernyataannya, Levi mengumumkan pendapatan mencapai sebesar USD5,6 miliar pada 2018, atau mengalami kenaikan 14% dibandingkan periode 2017. Laba bersih mencapai USD285 juta (Rp 4 triliun) atau stagnan dari dari laba bersih tahun sebelumnya.
Pada Februari, Produsen jeans Levi Strauss & Co mengajukan dokumen untuk mendaftarkan diri di Bursa Efek New York. Menandakan kembalinya perusahaan tersebut ke pasar modal setelah absen selama lebih dari tiga dekade.
Dilansir Reuters, perusahaan mengincar USD100 juta dari aksi melepas saham ke publik. Nantinya, perusahaan akan menggunakan kode emiten LEVI. Sebelumnya, Levi Strauss pernah melakukan aksi IPO pada tahun 1971. Namun perusahaan tersebut kemudian keluar dari papan emiten pada tahun 1984.
Tercatat Levi Strauss menjual produknya di lebih dari 50.000 lokasi ritel. Termasuk sekitar 3.000 toko mandiri yang dimiliki. Pemegang saham terbesar perusahaan saat ini adalah Mimi Haas dan Margaret Haas yang merupakan keturunan dari sang pendiri, Levi Strauss.
Goldman Sachs, JPMorgan, BofA Merrill Lynch dan Morgan Stanley adalah bagian dari tim penjamin emisi yang akan menangani IPO. Sebanyak 36,7 juta lembar saham akan dilepas melalui mekanisme penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Harga per saham yang ditawarkan dalam IPO kali ini yakni berkisar antara USD 14-16 per lembar. Dana hasil IPO tersebut akan digunakan perusahaan untuk membiayai akuisisi yang belum bisa diungkap ke publik.
(akr)