Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Dianggap Tidak Efektif
A
A
A
JAKARTA - Per 1 Maret 2019 lalu, semua konsumen yang berbelanja di pasar ritel modern tidak bisa secara bebas menggunakan kantong plastik untuk menampung semua belanjaannya. Sebab kini, bagi mereka yang ingin menggunakan kantong plastik harus rela merogoh kocek sebesar Rp200.
Kebijakan ini sendiri bukanlah hal yang baru. Pada 2016 lalu, kebijakan plastik berbayar sudah dicanangkan namun tak lama kemudian ditarik kembali. Kebijakan ini sendiri dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi sampah plastik.
Terkait dengan hal tersebut, survei online Litbang SINDO menggambarkan 73% responden menyatakan kebijakan ini tidak efektif. Alasan yang dikemukan beragam, mulai dari harga plastik yang dinilai terlalu murah, tingkat kesadaran masyarakat serta tidak adanya ketegasan serta kontrol dari pemerintah.
“Uang Rp200 seperti tidak ada nilainya bagi masyarakat, sehingga mereka akan tetap memakai plastik walaupun berbayar. Harusnya jangan Rp200, mungkin bisa lebih mahal lagi supaya masyarakat lebih mempertimbangkan lagi dalam penggunaan plastik,” kata Maulana Iskandar warga Bekasi.Pendapat berbeda diungkapkan responden lainnya. Lahir Batin, seorang warga asal Jakarta Barat mengatakan, kebijakan ini sangat efektif diterapkan. “’Mudah-mudahan bisa membangkitkan rasa cinta yang mendalam terhadap lingkungan,” ujarnya.
Faktanya, persoalan sampah plastik di Indonesia memang masih sangat memprihatinkan dan membutuhkan perhatian. Seperti kasus yang terjadi pada 2018. Saat itu ditemukan paus jenis sperma yang mati di Wakatobi. Di dalam perut paus tersebut terdapat 5,9 kilogram sampah yang didominasi dengan sampah plastik.
Hal inilah yang kemudian membuat gerakan semacam ini diperlukan. Tentunya agar bisa berlaku efektif maka diperlukan kerja sama yang baik antara semua pihak. Terpenting adalah kesadaran masyarakat yang harus lebih sadar serta peduli akan ancaman lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kantong plastik yang berlebihan. (Tika Vidya/Litbang SINDO)
Pemenang:
1. Lahir Batin, domisi Jakarta Barat
2. Maulana Iskandar, domisili Bekasi
*Pemenang akan dihubungi oleh tim kami
Kebijakan ini sendiri bukanlah hal yang baru. Pada 2016 lalu, kebijakan plastik berbayar sudah dicanangkan namun tak lama kemudian ditarik kembali. Kebijakan ini sendiri dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi sampah plastik.
Terkait dengan hal tersebut, survei online Litbang SINDO menggambarkan 73% responden menyatakan kebijakan ini tidak efektif. Alasan yang dikemukan beragam, mulai dari harga plastik yang dinilai terlalu murah, tingkat kesadaran masyarakat serta tidak adanya ketegasan serta kontrol dari pemerintah.
“Uang Rp200 seperti tidak ada nilainya bagi masyarakat, sehingga mereka akan tetap memakai plastik walaupun berbayar. Harusnya jangan Rp200, mungkin bisa lebih mahal lagi supaya masyarakat lebih mempertimbangkan lagi dalam penggunaan plastik,” kata Maulana Iskandar warga Bekasi.Pendapat berbeda diungkapkan responden lainnya. Lahir Batin, seorang warga asal Jakarta Barat mengatakan, kebijakan ini sangat efektif diterapkan. “’Mudah-mudahan bisa membangkitkan rasa cinta yang mendalam terhadap lingkungan,” ujarnya.
Faktanya, persoalan sampah plastik di Indonesia memang masih sangat memprihatinkan dan membutuhkan perhatian. Seperti kasus yang terjadi pada 2018. Saat itu ditemukan paus jenis sperma yang mati di Wakatobi. Di dalam perut paus tersebut terdapat 5,9 kilogram sampah yang didominasi dengan sampah plastik.
Hal inilah yang kemudian membuat gerakan semacam ini diperlukan. Tentunya agar bisa berlaku efektif maka diperlukan kerja sama yang baik antara semua pihak. Terpenting adalah kesadaran masyarakat yang harus lebih sadar serta peduli akan ancaman lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kantong plastik yang berlebihan. (Tika Vidya/Litbang SINDO)
Pemenang:
1. Lahir Batin, domisi Jakarta Barat
2. Maulana Iskandar, domisili Bekasi
*Pemenang akan dihubungi oleh tim kami
(poe)