Dana Program RJIT untuk Petani Disalurkan Melalui Sistem Swakelola
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Terseier (RJIT) seluas 3,7 juta ha pada periode 2014-2019. Sebagian besar dananya disalurkan melalui sistem swakelola oleh petani.
"Dengan swakelola oleh petani, jaringan irigasi tersier yang direhabiitasi umumnya lebih bagus dan petani merasa lebih memiliki," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sarwo Edhy dalam keterangan resmi, Rabu (27/3/2019).
Program RJIT dilakukan dengan sasaran untuk membangun jaringan irigasi tersier yang memang kondisinya hampir 50% sudah rusak. "Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarkat petani," tambahnya.
Sarwo Edhy menambahkan, rumus program RJIT adalah jaringan sudah rusak, di sekitarnya ada sawah yang diairi, ada sumber air, dan ada petaninya.
Menurutnya, dengan diserahkan RJIT ini kepada kelompok tani, maka pembangunan jaringan irigasinya dilakukan secara gotong royong atau swakelola. Namun RJIT ini juga bisa dipihakketigakan.
"Mayoritas RJIT dilakukan melalui bansos oleh petani. Itu lebih kuat, lebih bagus volumenya, lebih panjang dari yang ditetapkan dan mereka merasa memiliki," tambah Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy mengatakan, bagi masyarakat petani yang membutuhkan bantuan RJIT atau pembangunan embung, bisa mengajukan ke Dinas Pertanian Kabupaten atau Kota masing-masing.
"Nanti Dinas bisa meneruskannya ke Ditjen PSP untuk ditindaklanjuti. Bantuan ini diharapkan bisa membantu petani yang ujung-ujungnya bisa mensejahterakan petani," ujar Sarwo Edhy.
Program RJIT yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah sangat dirasakan oleh para petani. Ia menjelaskan, efek yang langsung dirasakan petani adalah, adanya penambahan Indeks Tanam yang tadinya hanya bisa sekali setahun menjadi dua kali atau lebih.
"Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada indeks tanam petani, yang sebelumnya hanya sekali setahun menjadi dua kali," kata Sarwo Edhy.
Lebih lanjut, dikatakannya, di waktu jeda petani tetap memanfaatkan air yang ada dengan menanam tanaman lain seperti palawija atau tanaman hortikultura lain, memanfaatkan lahan kosong dan ketersediaan air irigasi.
"Jaringan irigasi juga menambah luas layanan sawah yang terairi. Dengan volume yang sama, air yang dialirkan dapat mengairi sawah lebih luas karena air tersebut terdistribusi secara efisien," jelas Sarwo Edhy.
"Dengan swakelola oleh petani, jaringan irigasi tersier yang direhabiitasi umumnya lebih bagus dan petani merasa lebih memiliki," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sarwo Edhy dalam keterangan resmi, Rabu (27/3/2019).
Program RJIT dilakukan dengan sasaran untuk membangun jaringan irigasi tersier yang memang kondisinya hampir 50% sudah rusak. "Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarkat petani," tambahnya.
Sarwo Edhy menambahkan, rumus program RJIT adalah jaringan sudah rusak, di sekitarnya ada sawah yang diairi, ada sumber air, dan ada petaninya.
Menurutnya, dengan diserahkan RJIT ini kepada kelompok tani, maka pembangunan jaringan irigasinya dilakukan secara gotong royong atau swakelola. Namun RJIT ini juga bisa dipihakketigakan.
"Mayoritas RJIT dilakukan melalui bansos oleh petani. Itu lebih kuat, lebih bagus volumenya, lebih panjang dari yang ditetapkan dan mereka merasa memiliki," tambah Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy mengatakan, bagi masyarakat petani yang membutuhkan bantuan RJIT atau pembangunan embung, bisa mengajukan ke Dinas Pertanian Kabupaten atau Kota masing-masing.
"Nanti Dinas bisa meneruskannya ke Ditjen PSP untuk ditindaklanjuti. Bantuan ini diharapkan bisa membantu petani yang ujung-ujungnya bisa mensejahterakan petani," ujar Sarwo Edhy.
Program RJIT yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah sangat dirasakan oleh para petani. Ia menjelaskan, efek yang langsung dirasakan petani adalah, adanya penambahan Indeks Tanam yang tadinya hanya bisa sekali setahun menjadi dua kali atau lebih.
"Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada indeks tanam petani, yang sebelumnya hanya sekali setahun menjadi dua kali," kata Sarwo Edhy.
Lebih lanjut, dikatakannya, di waktu jeda petani tetap memanfaatkan air yang ada dengan menanam tanaman lain seperti palawija atau tanaman hortikultura lain, memanfaatkan lahan kosong dan ketersediaan air irigasi.
"Jaringan irigasi juga menambah luas layanan sawah yang terairi. Dengan volume yang sama, air yang dialirkan dapat mengairi sawah lebih luas karena air tersebut terdistribusi secara efisien," jelas Sarwo Edhy.
(ven)