Bulog Cemaskan Harga Gabah Petani Anjlok
A
A
A
BANDUNG - Perum Bulog Divre Jawa Barat mengkhawatirkan anjloknya harga gabah dan beras di tingkat petani, seiring datangnya musim hujan berbarengan dengan panen raya. Harga di tingkat petani bakal turun bila kualitas gabah atau beras buruk akibat terkena hujan.
Kepala Perum Bulog Divre Jabar Benhur Ngkaimi mengatakan, saat ini panen raya di Jawa Barat mulai bergulir, walaupun terjadi keterlambatan. Panen raya diperkirakan akan terus terjadi hingga Mei 2019 mendatang.
“Panen sudah mulai, baru sekitar dua minggu lalu. Serapan kami pun masih minim sekitar 9.000 ton dari target 200.000 ton pada tahun ini,” kata Benhur di Bandung, Selasa (9/4/2019).
Kendati musim panen telah dimulai, dia khawatir harga gabah dan beras di tingkat petani bakal turun. Hal itu dikarenakan panen raya berbarengan dengan musim hujan. Kondisi itu bakal mengganggu petani yang sedang melakukan penjemuran gabah.
“Petani khawatir ketika gabah sudah dijemur empat hari dan terkena hujan. Itu akan merusak kualitas gabah. Jadinya, mereka akan menjual murah agar tidak terlalu rugi. Tapi harganya tidak kompetitif. Kami juga tidak berani membeli, karena tidak sesuai standar,” jelas dia.
Di sisi lain, ketersediaan mesin pengering padi, drayer, jumlahnya sangat terbatas. Bulog misalnya hanya memiliki 11 unit drayer. Tersebar di Cirebon, Indramayu, Karawang, dan Subang.
“Kapasitas 11 drayer itu hanya 200 ton per hari, itu setara hasil panen dari 40 hektare lahan. Sementara luas lahan padi di Jabar mencapai ratusan hektare. Saat ini, drayer menjadi kebutuhan mendesak petani,” imbuh dia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Bulog Jabar tahun ini menargetkan serapan 200.000 ton. Jumlah itu turun dari dua tahun lalu yang mencapai 450.000 ton. Itu disebabkan tidak ada lagi penyaluran beras raskin. Serapan 200.000 ton dialokasikan untuk kepentingan komersial dan stok ketahanan pangan.
Kepala Perum Bulog Divre Jabar Benhur Ngkaimi mengatakan, saat ini panen raya di Jawa Barat mulai bergulir, walaupun terjadi keterlambatan. Panen raya diperkirakan akan terus terjadi hingga Mei 2019 mendatang.
“Panen sudah mulai, baru sekitar dua minggu lalu. Serapan kami pun masih minim sekitar 9.000 ton dari target 200.000 ton pada tahun ini,” kata Benhur di Bandung, Selasa (9/4/2019).
Kendati musim panen telah dimulai, dia khawatir harga gabah dan beras di tingkat petani bakal turun. Hal itu dikarenakan panen raya berbarengan dengan musim hujan. Kondisi itu bakal mengganggu petani yang sedang melakukan penjemuran gabah.
“Petani khawatir ketika gabah sudah dijemur empat hari dan terkena hujan. Itu akan merusak kualitas gabah. Jadinya, mereka akan menjual murah agar tidak terlalu rugi. Tapi harganya tidak kompetitif. Kami juga tidak berani membeli, karena tidak sesuai standar,” jelas dia.
Di sisi lain, ketersediaan mesin pengering padi, drayer, jumlahnya sangat terbatas. Bulog misalnya hanya memiliki 11 unit drayer. Tersebar di Cirebon, Indramayu, Karawang, dan Subang.
“Kapasitas 11 drayer itu hanya 200 ton per hari, itu setara hasil panen dari 40 hektare lahan. Sementara luas lahan padi di Jabar mencapai ratusan hektare. Saat ini, drayer menjadi kebutuhan mendesak petani,” imbuh dia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Bulog Jabar tahun ini menargetkan serapan 200.000 ton. Jumlah itu turun dari dua tahun lalu yang mencapai 450.000 ton. Itu disebabkan tidak ada lagi penyaluran beras raskin. Serapan 200.000 ton dialokasikan untuk kepentingan komersial dan stok ketahanan pangan.
(akr)