Didukung Aturan Baru, Membeli Rumah Semakin Mudah
A
A
A
JAKARTA - Membeli rumah selalu menjadi diskusi yang menarik dalam setiap keluarga. Bukan hanya karena uang yang dibelanjakan nilainya sangat besar, membeli rumah juga menyangkut hajat hidup orang banyak. Bagi masyarakat Indonesia, lumrah sekali bahwa orang tua dan keluarga besar ingin ikut punya andil suara terhadap rumah yang akan dibeli anggota keluarga mereka. Ribet, tapi nyata.
Head of Marketing Rumah.com, Ike Hamdan, menyatakan kepemilikan rumah memang sangat erat dengan kondisi sosial. Bukan semata-mata faktor penghasilan yang jadi penentu. Faktor ketersediaan juga menjadi penting untuk dipertimbangkan.
Lebih dari 70% pembelian rumah bagi masyarakat Indonesia adalah melalui jalur KPR yang artinya melibatkan perbankan sebagai salah satu tonggak penting dari industri keuangan.
"Terlepas dari berbagai kritik atas ketidaksempurnaan pemerintah, perlu dicatat bahwa ada upaya serius secara berkesinambungan dari berbagai masa pemerintahan untuk memberikan akses lebih besar bagi kepemilikan rumah oleh masyarakat secara umum," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Beberapa upaya tersebut adalah pendirian PT Sarana Multi Infrastruktur, pendirian PT Sarana Multigriya Finansial, pemberlakuan BI 7 Days Repo Rate, dan penyempurnaan ketentuan Loan to Value untuk Kredit Properti melalui berbagai Peraturan Bank Indonesia.
Kendala masyarakat dalam membeli rumah karena tingginya Down Payment teratasi dengan terbitnya Peraturan bank Indonesia (PBI) Nomor 20/8/PBI/2018 Tahun 2018.
PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) merupakan perusahaan pemerintah yang berfokus pada pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dengan tugas utama menjadi katalis terhadap percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia dan mendukung skema kerja sama Kemitraan Swasta dan Pemerintah (Public Private Partnership).
Ini terkait erat dengan industri properti yang menjadi roda perekonomian dimana infrastruktur akan mengoptimalkan manfaat sosial dan ekonomi untuk masyarakat.
Sementara, PT Sarana Multigriya Finansial (PT SMF) adalah perusahaan yang dibentuk pemerintah untuk mendukung kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi setiap keluarga Indonesia.
PT SMF didirikan dengan fokus untuk membangun dan mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan sehingga pada gilirannya memungkinkan kepemilikan rumah menjadi terjangkau bagi setiap keluarga Indonesia.
Bank Indonesia memberlakukan BI 7 Days (Reverse) Repo Rate sejak 19 Agustus 2016. Ini artinya, BI memberikan acuan suku bunga pasar untuk berlaku dalam rentang waktu tujuh hari sebagai pengganti BI Rate yang sebelumnya berlaku satu tahun.
Dengan jangka waktu yang lebih pendek, suku bunga acuan bisa lebih mencerminkan kondisi pasar karena tak perlu menunggu setahun dimana BI 7 Days Repo Rate memiliki suku bunga/rate bisa lebih rendah atau lebih tinngi daripada BI Rate.
Melalui kebijakan ini, diharapkan dapat mengontrol tingkat suku bunga dengan efektif. Sehingga dampaknya penyaluran kredit dari bank-bank ke masyarakat menjadi lebih lancar sekaligus risiko kredit macet dapat lebih ditekan karena perubahan suku bunga acuan lebih akurat mengikuti pergerakan pasar tanpa harus menunggu setahun.
Sementara, aturan tentang Loan to Value untuk Kredit Properti pertama kali dikeluarkan melalui Surat Edaran BI No 14/10/DPNP tahun 2012. Aturan ini mengalami beberapa penyempurnaan dengan besaran Down Payment (DP) yang harus dipenuhi oleh pembeli adalah mulai dari 30%.
Aturan besaran DP minimal ini terus mengalami penurunan hingga menjadi 15% di tahun 2016. Melalui PBI No. 20/8/PBI/2018 tahun 2018, besaran nilai DP diserahkan pada penilaian bank.
Menurut Ike, berbagai kebijakan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya saat ini adalah kondisi termudah untuk membeli rumah. Selama ini kendala utama untuk membeli rumah adalah Down Payment. Dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut, DP sekarang menjadi lebih fleksibel sehingga kendala DP seharusnya teratasi.
"Memang ada peningkatan dari sisi suku bunga. Namun berdasarkan data, tingkat suku bunga saat ini tidak lebih tinggi dari tahun 2015. Oleh karena itu, sekarang adalah saat paling mudah untuk membeli rumah," tegas Ike.
Kondisi ini juga sesuai dengan hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H1-2019, dimana konsumen properti masih optimistis dengan iklim pasar properti nasional. Berdasarkan hasil survei tersebut, sebanyak 65% responden mengaku puas dengan kondisi pasar properti Indonesia.
Kepuasan terhadap iklim properti ini mayoritas didasarkan pada faktor kenaikan harga properti yang stabil serta apresiasi terhadap kenaikan harga properti jangka panjang. Kedua faktor ini diamini oleh 63% responden. Sementara 15% responden yang merasa tidak puas, mengungkapkan faktor kenaikan harga properti sebagai penyebabnya. Alasan lainnya adalah uang muka yang terlalu tinggi.
Rumah.com Property Affordability Sentiment Index ini adalah survei berkala yang diselenggarakan dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerjasama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura. Hasil survei kali ini diperoleh berdasarkan 1.002 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada Juli hingga Desember 2018.
Ike menjelaskan faktor kenaikan harga memang selalu dipandang dari dua sisi. Bagi mereka yang optimistis, mereka melihatnya sebagai peluang investasi di masa depan. Sementara mereka yang pesimistis, ini disebabkan keraguan terhadap kemampuan finansialnya.
Mereka yang belum yakin dengan kemampuan kemungkinan adalah mereka yang masih awam atau kurang informasi. Padahal, saat ini pasar properti sedang berpihak kepada pembeli.
Head of Marketing Rumah.com, Ike Hamdan, menyatakan kepemilikan rumah memang sangat erat dengan kondisi sosial. Bukan semata-mata faktor penghasilan yang jadi penentu. Faktor ketersediaan juga menjadi penting untuk dipertimbangkan.
Lebih dari 70% pembelian rumah bagi masyarakat Indonesia adalah melalui jalur KPR yang artinya melibatkan perbankan sebagai salah satu tonggak penting dari industri keuangan.
"Terlepas dari berbagai kritik atas ketidaksempurnaan pemerintah, perlu dicatat bahwa ada upaya serius secara berkesinambungan dari berbagai masa pemerintahan untuk memberikan akses lebih besar bagi kepemilikan rumah oleh masyarakat secara umum," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Beberapa upaya tersebut adalah pendirian PT Sarana Multi Infrastruktur, pendirian PT Sarana Multigriya Finansial, pemberlakuan BI 7 Days Repo Rate, dan penyempurnaan ketentuan Loan to Value untuk Kredit Properti melalui berbagai Peraturan Bank Indonesia.
Kendala masyarakat dalam membeli rumah karena tingginya Down Payment teratasi dengan terbitnya Peraturan bank Indonesia (PBI) Nomor 20/8/PBI/2018 Tahun 2018.
PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) merupakan perusahaan pemerintah yang berfokus pada pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dengan tugas utama menjadi katalis terhadap percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia dan mendukung skema kerja sama Kemitraan Swasta dan Pemerintah (Public Private Partnership).
Ini terkait erat dengan industri properti yang menjadi roda perekonomian dimana infrastruktur akan mengoptimalkan manfaat sosial dan ekonomi untuk masyarakat.
Sementara, PT Sarana Multigriya Finansial (PT SMF) adalah perusahaan yang dibentuk pemerintah untuk mendukung kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi setiap keluarga Indonesia.
PT SMF didirikan dengan fokus untuk membangun dan mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan sehingga pada gilirannya memungkinkan kepemilikan rumah menjadi terjangkau bagi setiap keluarga Indonesia.
Bank Indonesia memberlakukan BI 7 Days (Reverse) Repo Rate sejak 19 Agustus 2016. Ini artinya, BI memberikan acuan suku bunga pasar untuk berlaku dalam rentang waktu tujuh hari sebagai pengganti BI Rate yang sebelumnya berlaku satu tahun.
Dengan jangka waktu yang lebih pendek, suku bunga acuan bisa lebih mencerminkan kondisi pasar karena tak perlu menunggu setahun dimana BI 7 Days Repo Rate memiliki suku bunga/rate bisa lebih rendah atau lebih tinngi daripada BI Rate.
Melalui kebijakan ini, diharapkan dapat mengontrol tingkat suku bunga dengan efektif. Sehingga dampaknya penyaluran kredit dari bank-bank ke masyarakat menjadi lebih lancar sekaligus risiko kredit macet dapat lebih ditekan karena perubahan suku bunga acuan lebih akurat mengikuti pergerakan pasar tanpa harus menunggu setahun.
Sementara, aturan tentang Loan to Value untuk Kredit Properti pertama kali dikeluarkan melalui Surat Edaran BI No 14/10/DPNP tahun 2012. Aturan ini mengalami beberapa penyempurnaan dengan besaran Down Payment (DP) yang harus dipenuhi oleh pembeli adalah mulai dari 30%.
Aturan besaran DP minimal ini terus mengalami penurunan hingga menjadi 15% di tahun 2016. Melalui PBI No. 20/8/PBI/2018 tahun 2018, besaran nilai DP diserahkan pada penilaian bank.
Menurut Ike, berbagai kebijakan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya saat ini adalah kondisi termudah untuk membeli rumah. Selama ini kendala utama untuk membeli rumah adalah Down Payment. Dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut, DP sekarang menjadi lebih fleksibel sehingga kendala DP seharusnya teratasi.
"Memang ada peningkatan dari sisi suku bunga. Namun berdasarkan data, tingkat suku bunga saat ini tidak lebih tinggi dari tahun 2015. Oleh karena itu, sekarang adalah saat paling mudah untuk membeli rumah," tegas Ike.
Kondisi ini juga sesuai dengan hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H1-2019, dimana konsumen properti masih optimistis dengan iklim pasar properti nasional. Berdasarkan hasil survei tersebut, sebanyak 65% responden mengaku puas dengan kondisi pasar properti Indonesia.
Kepuasan terhadap iklim properti ini mayoritas didasarkan pada faktor kenaikan harga properti yang stabil serta apresiasi terhadap kenaikan harga properti jangka panjang. Kedua faktor ini diamini oleh 63% responden. Sementara 15% responden yang merasa tidak puas, mengungkapkan faktor kenaikan harga properti sebagai penyebabnya. Alasan lainnya adalah uang muka yang terlalu tinggi.
Rumah.com Property Affordability Sentiment Index ini adalah survei berkala yang diselenggarakan dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerjasama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura. Hasil survei kali ini diperoleh berdasarkan 1.002 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada Juli hingga Desember 2018.
Ike menjelaskan faktor kenaikan harga memang selalu dipandang dari dua sisi. Bagi mereka yang optimistis, mereka melihatnya sebagai peluang investasi di masa depan. Sementara mereka yang pesimistis, ini disebabkan keraguan terhadap kemampuan finansialnya.
Mereka yang belum yakin dengan kemampuan kemungkinan adalah mereka yang masih awam atau kurang informasi. Padahal, saat ini pasar properti sedang berpihak kepada pembeli.
(ven)