Bank-bank Sentral Waspadai Risiko Keuangan di Tengah Perubahan Iklim
A
A
A
LONDON - Kepala dua bank sentral utama telah menulis peringatan keras tentang risiko keuangan dari perubahan iklim. Gubernur Bank of England (BoE) Mark Carney dan Kepala Bank of France Francois Villeroy de Galhau menjabarkan bahayanya bagi ekonomi global dalam sebuah surat terbuka.
"Jika beberapa perusahaan dan industri gagal menyesuaikan diri dengan dunia baru ini, mereka akan gagal bertahan," bunyi cacatan mereka seperti dilansir BBC, Kamis (18/4/2019).
Surat itu ditandatangani bersama oleh ketua Network for Greening the Financial System (NGFS) yang berfokus pada iklim. NGFS merupakan koalisi 34 bank sentral yang dibentuk pada tahun 2017, dengan Bank of England sebagai anggota pendiri. Koalisi ini merilis laporan utama pertama soal risiko keuangan terkait iklim pada 17 April.
Apa Hubungan Iklim dan Keuangan
Dalam surat yang diterbitkan oleh Bank of England pada hari Rabu, kemarin diterangkan Carney dan Villeroy de Galhau menggambarkan "efek bencana perubahan iklim" yang telah berdampak pada planet ini, seperti "gelombang panas di Amerika Utara, lalu topan di Asia Tenggara dan kekeringan di Afrika dan Australia".
Mereka mengatakan, "bencana ini merusak infrastruktur dan properti pribadi, berdampak negatif terhadap kesehatan, menurunkan produktivitas, dan menghancurkan harta benda". NGFS menguraikan dalam laporan "call to action" bahwa perubahan iklim akan mengarah pada "peristiwa yang menciptakan kekacauan seperti migrasi massal, ketidakstabilan politik dan konflik".
Inilah sebabnya mengapa para pemimpin dunia menandatangani perjanjian iklim Paris pada tahun 2015 dan berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon masing-masing negara, membatasi kenaikan suhu global hingga di bawah 2 derajat Celcius. "Tetapi transisi ini membawa risiko sendiri," tambahnya.
NGFS menetapkan tiga risiko keuangan terkait iklim yang perlu dilawan oleh para perusahaan, bank dan pemerintah. Pertama yakni fisik, dimana terdapat masalah langsung yang disebabkan oleh semakin seringnya peristiwa terkait iklim dan cuaca seperti kekeringan parah atau angin topan yang memengaruhi tanaman.
Kedua yaitu transisi yakni misalnya, ketika sebuah bisnis menjauh dari industri dan teknologi padat karbon dengan cara yang "tiba-tiba atau tidak teratur", model bisnis mereka dan penilaian aset akhirnya akan mendapatkan tekanan. Ketiga merupakan yang terakhir adalah tanggung jawab saat seseorang atau bisnis mengklaim kompensasi atas kerugian yang diderita baik dari risiko fisik atau transisi, yang dapat memiliki dampak besar pada perusahaan asuransi.
Risiko kedua khususnya yaitu beralih ke ekonomi hijau tanpa perencanaan yang tepat yang menjadi fokus Carney dan Villeroy de Galhau dalam surat mereka. "Emisi karbon harus turun 45% dari level 2010 selama dekade berikutnya untuk mencapai nol bersih pada 2050. Ini membutuhkan realokasi modal besar-besaran," katanya.
Laporan lengkap NGFS menambahkan bahwa untuk sementara tindakan mendesak diperlukan, transisi yang tiba-tiba juga dapat berdampak pada stabilitas keuangan dan ekonomi secara lebih luas. "Kecepatan dan waktu transisi sangat penting," lanjutnya.
"Skenario tertib, dengan sinyal kebijakan yang jelas, akan memungkinkan waktu yang cukup untuk mengganti infrastruktur yang ada dan untuk kemajuan teknologi dalam menjaga biaya energi dalam tingkat yang wajar," jelas dia.
"Sebaliknya, transisi yang tidak teratur, tiba-tiba, tidak terkoordinasi, tidak terantisipasi atau terputus-putus akan mengganggu dan membutuhkan biaya mahal, terutama untuk sektor-sektor dan wilayah yang lebih rentan terhadap perubahan struktural," paparnya
Terkait perusahaan dan industri yang tidak menyesuaikan atau merencanakan dengan baik perubahan ini, Carney dan Villeroy de Galhau mengatakan, "mereka akan hancur dan gagal".
Sehingga mereka menyarankan bahwa perusahaan harus "mengintegrasikan pemantauan risiko keuangan terkait iklim ke dalam pekerjaan pengawasan sehari-hari, pemantauan stabilitas keuangan dan manajemen risiko dewan". Dalam istilah yang lebih sederhana, bisnis perlu membuat perencanaan perubahan iklim.
Mereka juga mengatakan bahwa bank sentral harus "memimpin dengan memberi contoh", dengan membuat operasi mereka sendiri lebih berkelanjutan. Tetapi yang paling penting, mereka menyerukan lebih banyak kolaborasi dalam sektor keuangan, dengan berbagai perusahaan dan badan yang berbagi informasi tentang bagaimana mereka menghadapi risiko iklim ini.
"Elemen penting untuk mencapai pertimbangan risiko iklim yang efektif di seluruh sistem keuangan adalah untuk mendukung kolaborasi internal dan eksternal," tulis mereka.
NGFS juga meminta regulator untuk membuat sistem klasifikasi yang menunjukkan dengan tepat "kegiatan ekonomi mana yang berkontribusi pada transisi menuju ekonomi hijau dan rendah karbon". "Kami membutuhkan kepemimpinan dan tindakan kolektif lintas negara dan kami harus ambisius," tambah mereka.
"NGFS adalah inti dari respons bank sentral dan pengawas. Tetapi perubahan iklim adalah masalah global, yang membutuhkan solusi global, di mana seluruh sektor keuangan memiliki peran penting untuk dimainkan," tandasnya.
"Jika beberapa perusahaan dan industri gagal menyesuaikan diri dengan dunia baru ini, mereka akan gagal bertahan," bunyi cacatan mereka seperti dilansir BBC, Kamis (18/4/2019).
Surat itu ditandatangani bersama oleh ketua Network for Greening the Financial System (NGFS) yang berfokus pada iklim. NGFS merupakan koalisi 34 bank sentral yang dibentuk pada tahun 2017, dengan Bank of England sebagai anggota pendiri. Koalisi ini merilis laporan utama pertama soal risiko keuangan terkait iklim pada 17 April.
Apa Hubungan Iklim dan Keuangan
Dalam surat yang diterbitkan oleh Bank of England pada hari Rabu, kemarin diterangkan Carney dan Villeroy de Galhau menggambarkan "efek bencana perubahan iklim" yang telah berdampak pada planet ini, seperti "gelombang panas di Amerika Utara, lalu topan di Asia Tenggara dan kekeringan di Afrika dan Australia".
Mereka mengatakan, "bencana ini merusak infrastruktur dan properti pribadi, berdampak negatif terhadap kesehatan, menurunkan produktivitas, dan menghancurkan harta benda". NGFS menguraikan dalam laporan "call to action" bahwa perubahan iklim akan mengarah pada "peristiwa yang menciptakan kekacauan seperti migrasi massal, ketidakstabilan politik dan konflik".
Inilah sebabnya mengapa para pemimpin dunia menandatangani perjanjian iklim Paris pada tahun 2015 dan berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon masing-masing negara, membatasi kenaikan suhu global hingga di bawah 2 derajat Celcius. "Tetapi transisi ini membawa risiko sendiri," tambahnya.
NGFS menetapkan tiga risiko keuangan terkait iklim yang perlu dilawan oleh para perusahaan, bank dan pemerintah. Pertama yakni fisik, dimana terdapat masalah langsung yang disebabkan oleh semakin seringnya peristiwa terkait iklim dan cuaca seperti kekeringan parah atau angin topan yang memengaruhi tanaman.
Kedua yaitu transisi yakni misalnya, ketika sebuah bisnis menjauh dari industri dan teknologi padat karbon dengan cara yang "tiba-tiba atau tidak teratur", model bisnis mereka dan penilaian aset akhirnya akan mendapatkan tekanan. Ketiga merupakan yang terakhir adalah tanggung jawab saat seseorang atau bisnis mengklaim kompensasi atas kerugian yang diderita baik dari risiko fisik atau transisi, yang dapat memiliki dampak besar pada perusahaan asuransi.
Risiko kedua khususnya yaitu beralih ke ekonomi hijau tanpa perencanaan yang tepat yang menjadi fokus Carney dan Villeroy de Galhau dalam surat mereka. "Emisi karbon harus turun 45% dari level 2010 selama dekade berikutnya untuk mencapai nol bersih pada 2050. Ini membutuhkan realokasi modal besar-besaran," katanya.
Laporan lengkap NGFS menambahkan bahwa untuk sementara tindakan mendesak diperlukan, transisi yang tiba-tiba juga dapat berdampak pada stabilitas keuangan dan ekonomi secara lebih luas. "Kecepatan dan waktu transisi sangat penting," lanjutnya.
"Skenario tertib, dengan sinyal kebijakan yang jelas, akan memungkinkan waktu yang cukup untuk mengganti infrastruktur yang ada dan untuk kemajuan teknologi dalam menjaga biaya energi dalam tingkat yang wajar," jelas dia.
"Sebaliknya, transisi yang tidak teratur, tiba-tiba, tidak terkoordinasi, tidak terantisipasi atau terputus-putus akan mengganggu dan membutuhkan biaya mahal, terutama untuk sektor-sektor dan wilayah yang lebih rentan terhadap perubahan struktural," paparnya
Terkait perusahaan dan industri yang tidak menyesuaikan atau merencanakan dengan baik perubahan ini, Carney dan Villeroy de Galhau mengatakan, "mereka akan hancur dan gagal".
Sehingga mereka menyarankan bahwa perusahaan harus "mengintegrasikan pemantauan risiko keuangan terkait iklim ke dalam pekerjaan pengawasan sehari-hari, pemantauan stabilitas keuangan dan manajemen risiko dewan". Dalam istilah yang lebih sederhana, bisnis perlu membuat perencanaan perubahan iklim.
Mereka juga mengatakan bahwa bank sentral harus "memimpin dengan memberi contoh", dengan membuat operasi mereka sendiri lebih berkelanjutan. Tetapi yang paling penting, mereka menyerukan lebih banyak kolaborasi dalam sektor keuangan, dengan berbagai perusahaan dan badan yang berbagi informasi tentang bagaimana mereka menghadapi risiko iklim ini.
"Elemen penting untuk mencapai pertimbangan risiko iklim yang efektif di seluruh sistem keuangan adalah untuk mendukung kolaborasi internal dan eksternal," tulis mereka.
NGFS juga meminta regulator untuk membuat sistem klasifikasi yang menunjukkan dengan tepat "kegiatan ekonomi mana yang berkontribusi pada transisi menuju ekonomi hijau dan rendah karbon". "Kami membutuhkan kepemimpinan dan tindakan kolektif lintas negara dan kami harus ambisius," tambah mereka.
"NGFS adalah inti dari respons bank sentral dan pengawas. Tetapi perubahan iklim adalah masalah global, yang membutuhkan solusi global, di mana seluruh sektor keuangan memiliki peran penting untuk dimainkan," tandasnya.
(akr)