Airlangga Tambah Kapasitas Industri Kaca dan Alat Farmasi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian terus memacu pengembangan industri kaca untuk alat-alat farmasi dan kesehatan. Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional(RIPIN)Tahun 2015-2035, industri tersebut menjadi sektor prioritas karena guna memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, menjadi substitusi impor, dan mampu berdaya saing di kancah internasional.
"Di samping itu, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan mengamanatkan untuk mendukung percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, antara lain dengan meningkatkan daya saing industri di dalam negeri dan ekspor," ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Menurut Airlangga, peluang pengembangan industri kaca alat-alat farmasi dan kesehatan masih sangat terbuka, termasuk untuk memperbesar pasar dalam negeri. Hal ini ditopang dengan tumbuhnya industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional sebesar 4,46% pada 2018.
Lanjut dia, dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 260 juta jiwa, membutuhkan produk farmasi berupa vaksin, obat dan lainnya, sehingga mendorong pula kebutuhan pasar domestik.
Data Kemenperin menyebutkan konsumsi produk ampul di dalam negeri sebesar 700 juta pcs per tahun. Dan produk vial sebesar 500 juta pcs per tahun dengan pertumbuhan kebutuhan per tahun sebesar 3%.
Kemenperin mengapresiasi PT Schott Igar Glass atas upaya penambahan topline production sebanyak dua mesin AK 2000. Mesin yang mengadopsi teknologi industri 4,0 ini, bertujuan meningkatkan kapasitas terpasang produk vial dari 540 juta pcs per tahun menjadi 576 juta pcs per tahun. Atau bertambah 36 juta pcs per tahun. Dan kapasitas produksi terpasang untuk ampul 775 juta pcs per tahun.
"Capaian tersebut, menjadikan PT Schott Igar Glass sebagai produsen utama dari produk vial dan ampul untuk kebutuhan domestik dengan pangsa pasar mencapai 70%. Selain itu, PT Schott Igar Glass telah menembus pasar ekspor ke lebih dari 20 negara di Asia dan Eropa," papar Airlangga.
Pada 2018, ekspor produk ampul dan vial secara nasional sebesar 2.500 ton atau senilai USD17 juta. Menperin menyampaikan, industri kaca merupakan sektor padat modal yang membutuhkan biaya investasi besar. Untuk itu, dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan sektor industri pengolahan, difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku serta energi yang berkesinambungan dan terjangkau. Hal ini sesuai amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
"Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan terima kasih kepada PT Schott Igar Glass yang selama lebih dari 15 tahun ini telah percaya terhadap iklim investasi di Indonesia yang kondusif. Sehingga terus berkomitmen dan berkontribusi dalam membangun industri kaca nasional. Pabrik di Cikarang ini terbesar ketiga di dunia," jelasnya.
Lebih lanjut, guna melindungi industri kaca farmasi di dalam negeri, Kemenperin berinisiasi untuk melakukan penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk ampul dan merevisi SNI produk vial, yang selanjutnya akan diwajibkan.
"Dengan diproduksinya ampul dan vial di dalam negeri, kita harapkan pula dapat mengoptimalkan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk farmasi melalui komponen kemasan dalam proyek pengadaan jaminan kesehatan pemerintah," tuturnya.
"Di samping itu, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan mengamanatkan untuk mendukung percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, antara lain dengan meningkatkan daya saing industri di dalam negeri dan ekspor," ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Menurut Airlangga, peluang pengembangan industri kaca alat-alat farmasi dan kesehatan masih sangat terbuka, termasuk untuk memperbesar pasar dalam negeri. Hal ini ditopang dengan tumbuhnya industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional sebesar 4,46% pada 2018.
Lanjut dia, dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 260 juta jiwa, membutuhkan produk farmasi berupa vaksin, obat dan lainnya, sehingga mendorong pula kebutuhan pasar domestik.
Data Kemenperin menyebutkan konsumsi produk ampul di dalam negeri sebesar 700 juta pcs per tahun. Dan produk vial sebesar 500 juta pcs per tahun dengan pertumbuhan kebutuhan per tahun sebesar 3%.
Kemenperin mengapresiasi PT Schott Igar Glass atas upaya penambahan topline production sebanyak dua mesin AK 2000. Mesin yang mengadopsi teknologi industri 4,0 ini, bertujuan meningkatkan kapasitas terpasang produk vial dari 540 juta pcs per tahun menjadi 576 juta pcs per tahun. Atau bertambah 36 juta pcs per tahun. Dan kapasitas produksi terpasang untuk ampul 775 juta pcs per tahun.
"Capaian tersebut, menjadikan PT Schott Igar Glass sebagai produsen utama dari produk vial dan ampul untuk kebutuhan domestik dengan pangsa pasar mencapai 70%. Selain itu, PT Schott Igar Glass telah menembus pasar ekspor ke lebih dari 20 negara di Asia dan Eropa," papar Airlangga.
Pada 2018, ekspor produk ampul dan vial secara nasional sebesar 2.500 ton atau senilai USD17 juta. Menperin menyampaikan, industri kaca merupakan sektor padat modal yang membutuhkan biaya investasi besar. Untuk itu, dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan sektor industri pengolahan, difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku serta energi yang berkesinambungan dan terjangkau. Hal ini sesuai amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
"Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan terima kasih kepada PT Schott Igar Glass yang selama lebih dari 15 tahun ini telah percaya terhadap iklim investasi di Indonesia yang kondusif. Sehingga terus berkomitmen dan berkontribusi dalam membangun industri kaca nasional. Pabrik di Cikarang ini terbesar ketiga di dunia," jelasnya.
Lebih lanjut, guna melindungi industri kaca farmasi di dalam negeri, Kemenperin berinisiasi untuk melakukan penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk ampul dan merevisi SNI produk vial, yang selanjutnya akan diwajibkan.
"Dengan diproduksinya ampul dan vial di dalam negeri, kita harapkan pula dapat mengoptimalkan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk farmasi melalui komponen kemasan dalam proyek pengadaan jaminan kesehatan pemerintah," tuturnya.
(ven)