Ada Pihak Diduga Memanfaatkan Polemik Laporan Keuangan Garuda
A
A
A
JAKARTA - Polemik laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk sepekan terakhir diduga tidak terjadi begitu saja. Ada pihak yang diduga memanfaatkan polemik ini untuk kepentingan tertentu.
Pengamat manajemen bisnis Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Arman Hakim Nasution, menerangkan bahwa mengakhiri konflik berkait laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) justru akan membuat keuntungan semua pemegang saham menjadi lebih baik.
"Kecuali memang konflik ini dibuat karena ada udang dibalik rempeyek, sebagaimana permainan pialang-pialang saham ala Wall Street (bursa saham di New York, AS)," ujar Arman dalam keterangan yang diterima Kamis, (2/5/2019).
Arman menjelaskan, semua pelaku usaha memahami bahwa konflik internal akan berpengaruh buruk terhadap valuasi bisnis, terutama saham. Hal ini tercermin pada saham GIAA yang begitu fluktuatif begitu polemik laporan keuangan disuarakan.
Seperti diketahui, sepekan terakhir GIAA dilanda kampanye negatif setelah laporan keuangan tahun 2018 ditolak Chairal Tanjung, yang mewakili PT Trans Airways, dan Dony Oskaria, yang mewakili Finegold Resources Ltd. Keduanya, yang mewakili kepemilikan 28,08% saham GIAA, menolak piutang dari hasil kerja sama PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia pada 31 Oktober 2018 dicatat sebagai pendapatan dalam laporan keuangan GIAA.
Laporan keuangan tersebut diaudit oleh KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan, yang merupakan anggota BOD Internasional dan masuk dalam lima besar firma akuntan publik global.
Arman menegaskan, penunjukan KAP untuk mengaudit keuangan perusahaan merupakan tanggung jawab dewan komisaris yang dilakukan dalam setiap RUPS.
Lanjut dia, dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dewan komisaris bertugas menanggapi kinerja direksi selama tahun buku sebelumnya, membuat persetujuan penunjukkan KAP untuk tahun berikutnya, pengesahan laporan keuangan dana tanggung jawab sosial perseroan, serta pelepasan dan pembebasan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi secara tanggung renteng atas tindakan pengurusan dan pengawasan selama tahun buku sebelumnya.
"Permasalahan RUPS yang mencuat keluar bukan hanya mengherankan, tetapi justru lucu sekali," ujar Arman. Menurut Arman, menolak menandatangani laporan keuangan tahun 2018 yang disiapkan melalui proses yang panjang sama saja tidak mengakui integritas dan kompetensi KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan yang disepakati dan ditunjuk bersama oleh dewan komisaris dan direksi GIAA.
GIAA mencatat pendapatan usaha tahun 2018 sebesar USD4,37 miliar dan laba tahun berjalan senilai USD5,02 juta. Kinerja GIAA membaik setelah manajemen melakukan sejumlah upaya untuk membenahi kondisi internal perseroan, antara lain efisiensi dan optimalisasi internal korporasi. Pada 2017, GIAA masih merugi USD213,39 juta.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, mempertanyakan kenapa hal tersebut dipersoalkan. Dia menegaskan, laporan keuangan GIAA sudah mendapatkan persetujuan OJK, lembaga independen yang mengawasi pasar modal dan perbankan, sebelum manajemen menyampaikan ke publik dalam RUPS.
"OJK sudah setuju dan laporan ini diaudit KAP ternama," ujar Rini pekan lalu.
Pengakuan pendapatan dalam bentuk piutang di laporan keuangan sesungguhnya merupakan hal lazim dilakukan dalam praksis korporasi. Pengamat pasar modal, Muhyil Rgina, mengatakan, laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Dia menilai, laporan keuangan GIAA sudah melalui proses audit oleh kantor akuntan publik dan disampaikan dalam rapat umum pemegang saham pekan lalu.
"KAP yang mengaudit tentunya sudah melaksanakan norma pemeriksaan sebaik-baiknya mengingat hal itu berkait dengan reputasi mereka. Tentu semua pihak juga perlu mempertimbangkan Garuda sebagai maskapai nasional dengan reputasi global yang dalam waktu enam bulan terakhir menunjukkan perbaikan kinerja signifikan berkat inovasi-inovasi tim manajemen baru," ujar Muhyil.
Pengamat manajemen bisnis Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Arman Hakim Nasution, menerangkan bahwa mengakhiri konflik berkait laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) justru akan membuat keuntungan semua pemegang saham menjadi lebih baik.
"Kecuali memang konflik ini dibuat karena ada udang dibalik rempeyek, sebagaimana permainan pialang-pialang saham ala Wall Street (bursa saham di New York, AS)," ujar Arman dalam keterangan yang diterima Kamis, (2/5/2019).
Arman menjelaskan, semua pelaku usaha memahami bahwa konflik internal akan berpengaruh buruk terhadap valuasi bisnis, terutama saham. Hal ini tercermin pada saham GIAA yang begitu fluktuatif begitu polemik laporan keuangan disuarakan.
Seperti diketahui, sepekan terakhir GIAA dilanda kampanye negatif setelah laporan keuangan tahun 2018 ditolak Chairal Tanjung, yang mewakili PT Trans Airways, dan Dony Oskaria, yang mewakili Finegold Resources Ltd. Keduanya, yang mewakili kepemilikan 28,08% saham GIAA, menolak piutang dari hasil kerja sama PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia pada 31 Oktober 2018 dicatat sebagai pendapatan dalam laporan keuangan GIAA.
Laporan keuangan tersebut diaudit oleh KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan, yang merupakan anggota BOD Internasional dan masuk dalam lima besar firma akuntan publik global.
Arman menegaskan, penunjukan KAP untuk mengaudit keuangan perusahaan merupakan tanggung jawab dewan komisaris yang dilakukan dalam setiap RUPS.
Lanjut dia, dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dewan komisaris bertugas menanggapi kinerja direksi selama tahun buku sebelumnya, membuat persetujuan penunjukkan KAP untuk tahun berikutnya, pengesahan laporan keuangan dana tanggung jawab sosial perseroan, serta pelepasan dan pembebasan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi secara tanggung renteng atas tindakan pengurusan dan pengawasan selama tahun buku sebelumnya.
"Permasalahan RUPS yang mencuat keluar bukan hanya mengherankan, tetapi justru lucu sekali," ujar Arman. Menurut Arman, menolak menandatangani laporan keuangan tahun 2018 yang disiapkan melalui proses yang panjang sama saja tidak mengakui integritas dan kompetensi KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan yang disepakati dan ditunjuk bersama oleh dewan komisaris dan direksi GIAA.
GIAA mencatat pendapatan usaha tahun 2018 sebesar USD4,37 miliar dan laba tahun berjalan senilai USD5,02 juta. Kinerja GIAA membaik setelah manajemen melakukan sejumlah upaya untuk membenahi kondisi internal perseroan, antara lain efisiensi dan optimalisasi internal korporasi. Pada 2017, GIAA masih merugi USD213,39 juta.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, mempertanyakan kenapa hal tersebut dipersoalkan. Dia menegaskan, laporan keuangan GIAA sudah mendapatkan persetujuan OJK, lembaga independen yang mengawasi pasar modal dan perbankan, sebelum manajemen menyampaikan ke publik dalam RUPS.
"OJK sudah setuju dan laporan ini diaudit KAP ternama," ujar Rini pekan lalu.
Pengakuan pendapatan dalam bentuk piutang di laporan keuangan sesungguhnya merupakan hal lazim dilakukan dalam praksis korporasi. Pengamat pasar modal, Muhyil Rgina, mengatakan, laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Dia menilai, laporan keuangan GIAA sudah melalui proses audit oleh kantor akuntan publik dan disampaikan dalam rapat umum pemegang saham pekan lalu.
"KAP yang mengaudit tentunya sudah melaksanakan norma pemeriksaan sebaik-baiknya mengingat hal itu berkait dengan reputasi mereka. Tentu semua pihak juga perlu mempertimbangkan Garuda sebagai maskapai nasional dengan reputasi global yang dalam waktu enam bulan terakhir menunjukkan perbaikan kinerja signifikan berkat inovasi-inovasi tim manajemen baru," ujar Muhyil.
(ven)