Hak Guna Usaha Sawit Ranah Privat yang Dilindungi UU
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar IPB bidang Ahli Kebijakan, Tata Kelola Kehutanan, dan Sumber Daya Alam (SDA) Budi Mulyanto mengatakan, tidak semua data Hak Guna Usaha (HGU) sawit bisa dibuka ke publik karena ada kepentingan privat di dalamnya yang secara hukum dilindungi undang-undang. Menurutnya, data-data umum mengenai luas dan izin HGU yang diberikan bisa saja menjadi data publik.
Namun, tidak etis dan tidak ada perlunya publik mengetahui data privat seperti titik koordinat HGU perusahaan. “Ada aspekaspek yang sifatnya privat tidak bisa diketahui publik. Artinya, informasi itu mau disampaikan ke publik atau tidak itu terserah si pemilik informasi. Kalau mau dikasih (ke publik), silakan, tapi kalau dia nggak mau kasih ya jangan dipaksa untuk mengasih,” kata Budi Mulyanto di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, informasi yang tidak boleh diungkapkan bebas itu telah diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Aturan lainnya, yakni Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43/2009 tentang Kearsipan; Pasal 34 dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pemberian HGU di bidang Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. “SK HGU bersifat privat dan tidak bisa diberikan kepihak lain, karena bersifat hak pribadi sebagaimana dijamin dalam peraturan perundang-undangan,” katanya.
Menurut Budi Mulyanto, hal itu sesuai dengan Pasal 187 dan Pasal 190 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3/1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jadi, kata Budi Mulyanto, jika ada pihak lain mendesak BPN untuk membuka data soal HGU dipastikan tidak akan diberikan. Sebab BPN sebagai lembaga negara akan bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
“Mau dipaksa kayak apa dia (BPN) pasti tidak akan mau membuka informasi itu. Karena ada UU yang mengatur soal itu,” katanya. Pengamat hukum kehutanan dan lingkungan, Sadino mengatakan, pemerintah tidak perlu membuka data HGU perkebunan sawit seluruhnya karena rawan dijadikan alat kampanye hitam.
Di sisi lain, negara juga wajib melindungi banyak kepentingan hukum lain terkait kerahasiaan pemerintah provinsi dan investasi. Salah satunya agar kepercayaan kreditor terhadap dunia usaha tidak menurun karena selama ini HGU juga dijaminkan. “Jika semua data HGU dibuka, maka kepercayaan investor terhadap dunia usaha di Indonesia menjadi berkurang,” kata Sadino.
Menurutnya, data umum mengenai keterbukaan HGU sudah ada yang bisa diakses publik. Data HGU itu menyangkut luas perkebunan, tanggal penerbitan, nomor penerbitan, dan data umum lainnya. Hanya saja, permintaan kelompok sipil untuk mengakses semua data HGU terkait semua dokumen termasuk file SHP dan peta koordinat sangat berlebihan.
Namun, tidak etis dan tidak ada perlunya publik mengetahui data privat seperti titik koordinat HGU perusahaan. “Ada aspekaspek yang sifatnya privat tidak bisa diketahui publik. Artinya, informasi itu mau disampaikan ke publik atau tidak itu terserah si pemilik informasi. Kalau mau dikasih (ke publik), silakan, tapi kalau dia nggak mau kasih ya jangan dipaksa untuk mengasih,” kata Budi Mulyanto di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, informasi yang tidak boleh diungkapkan bebas itu telah diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Aturan lainnya, yakni Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43/2009 tentang Kearsipan; Pasal 34 dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pemberian HGU di bidang Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. “SK HGU bersifat privat dan tidak bisa diberikan kepihak lain, karena bersifat hak pribadi sebagaimana dijamin dalam peraturan perundang-undangan,” katanya.
Menurut Budi Mulyanto, hal itu sesuai dengan Pasal 187 dan Pasal 190 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3/1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jadi, kata Budi Mulyanto, jika ada pihak lain mendesak BPN untuk membuka data soal HGU dipastikan tidak akan diberikan. Sebab BPN sebagai lembaga negara akan bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
“Mau dipaksa kayak apa dia (BPN) pasti tidak akan mau membuka informasi itu. Karena ada UU yang mengatur soal itu,” katanya. Pengamat hukum kehutanan dan lingkungan, Sadino mengatakan, pemerintah tidak perlu membuka data HGU perkebunan sawit seluruhnya karena rawan dijadikan alat kampanye hitam.
Di sisi lain, negara juga wajib melindungi banyak kepentingan hukum lain terkait kerahasiaan pemerintah provinsi dan investasi. Salah satunya agar kepercayaan kreditor terhadap dunia usaha tidak menurun karena selama ini HGU juga dijaminkan. “Jika semua data HGU dibuka, maka kepercayaan investor terhadap dunia usaha di Indonesia menjadi berkurang,” kata Sadino.
Menurutnya, data umum mengenai keterbukaan HGU sudah ada yang bisa diakses publik. Data HGU itu menyangkut luas perkebunan, tanggal penerbitan, nomor penerbitan, dan data umum lainnya. Hanya saja, permintaan kelompok sipil untuk mengakses semua data HGU terkait semua dokumen termasuk file SHP dan peta koordinat sangat berlebihan.
(don)