Impor Solar Distop, Energi Terbarukan Hemat APBN Triliunan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana menghentikan impor solar dalam waktu dekat. Langkah ini merupakan momen bagus untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan. Sehingga akan menghemat belanja APBN untuk bahan bakar fosil hingga triliunan rupiah.
"Organisasi lingkungan yang kerap bersuara keras menentang diharapkan memahami bahwa pembangunan energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air akan mengurangi konsumsi energi fosil yang boros dan polutif. (Stop impor solar) ide dan kebijakan yang cemerlang," kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Sonny Keraf kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Sonny yang merupakan Menteri Negara Lingkungan Hidup di Kabinet Persatuan Nasional, mendukung kebijakan menghentikan solar yang dinyatakan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.
Darmin menjelaskan, penghentian impor solar dan avtur dikarenakan pemerintah ingin mengoptimalkan produksi dalam negeri sekaligus menyeimbangkan defisit neraca transaksi berjalan.
Langkah konkret menindaklanjuti rencana penghentian impor solar adalah segera membangun kilang pengolahan minyak mentah dalam negeri. Kemudian, pemerintah harus berani memberi insentif dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik, untuk memenuhi kebutuhan mobil listrik.
Sonny mengingatkan faktor keseimbangan neraca perdagangan dan dampak lingkungan harus menjadi pertimbangan dalam menghitung risiko tersebut. "Sudah tepat jika Menko Darmin dengan pesetujuan Presiden mendorong kebjakan ini. Dalam jangka pendek memang ada risikonya, tapi lebih bagus dalam jangka panjang," katanya.
Soal protes yang kerap dari organisasi yang mengatasnamakan lingkungan terhadap proyek pembangkit listrik energi terbarukan, Sonny menyayangkan hal itu. Menurut dia, LSM lingkungan sering melihat hanya pada satu aspek saja, misalnya konservasi ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.
"Padahal energi terbarukan, seperti PLTA dan geothermal, juga diperlukan untuk kepentingan lingkungan hidup, khususnya pengurangan emisi karbon dari bahan bakar fosil," katanya.
Dia meminta agar mereka yang kerap protes pada pengembangan energi terbarukan untuk mau duduk bersama mencari jalan tengah. "Agar kedua-duanya (energi terbarukan dan konservasi ekosistem) bisa jalan tanpa saling menegasi," katanya.
Saat ini, sejumlah proyek PLTA sedang dibangun. Salah satunya adalah PLTA Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Proyek bertipe peaker itu bisa menghasilkan listrik hingga 510 MW dan menyangga hingga 15% saat beban puncak Sumatra Utara.
Saat beroperasi tahun 2022, PLTA Batangtoru akan menghemat solar pembangkit listrik tenaga diesel hingga USD400 juta atau Rp5,6 triliun per tahun. Pembangkit itu juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 1,6 juta-2,2 juta metrik ton CO2 per tahun. Jumlah itu mencakup 4% dari target pengurangan emisi di sektor energi pada 2030.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bersama pembangkit listrik geothermal sangat diandalkan untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam produksi listrik nasional.
Jonan berharap, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memberikan dukungan bagi pengembangan PLTA dan geothermal agar penggunaan energi terbarukan bagi pengendalian perubahan iklim bisa semakin meningkat.
Menurut dia, PLTA dan geothermal menyumbang 10% untuk bauran energi terbarukan dalam produksi listrik nasional saat ini. Sementara sumber energi terbarukan lainya seperti panel surya, bayu, dan biodisel baru menyumbang 3%. Total porsi energi terbarukan dalam produksi listrik nasional saat ini adalah 13%.
"PLTA dan geothermal ini tulang punggung karena bisa ciptakan listrik skala besar," kata Jonan.
"Organisasi lingkungan yang kerap bersuara keras menentang diharapkan memahami bahwa pembangunan energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air akan mengurangi konsumsi energi fosil yang boros dan polutif. (Stop impor solar) ide dan kebijakan yang cemerlang," kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Sonny Keraf kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Sonny yang merupakan Menteri Negara Lingkungan Hidup di Kabinet Persatuan Nasional, mendukung kebijakan menghentikan solar yang dinyatakan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.
Darmin menjelaskan, penghentian impor solar dan avtur dikarenakan pemerintah ingin mengoptimalkan produksi dalam negeri sekaligus menyeimbangkan defisit neraca transaksi berjalan.
Langkah konkret menindaklanjuti rencana penghentian impor solar adalah segera membangun kilang pengolahan minyak mentah dalam negeri. Kemudian, pemerintah harus berani memberi insentif dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik, untuk memenuhi kebutuhan mobil listrik.
Sonny mengingatkan faktor keseimbangan neraca perdagangan dan dampak lingkungan harus menjadi pertimbangan dalam menghitung risiko tersebut. "Sudah tepat jika Menko Darmin dengan pesetujuan Presiden mendorong kebjakan ini. Dalam jangka pendek memang ada risikonya, tapi lebih bagus dalam jangka panjang," katanya.
Soal protes yang kerap dari organisasi yang mengatasnamakan lingkungan terhadap proyek pembangkit listrik energi terbarukan, Sonny menyayangkan hal itu. Menurut dia, LSM lingkungan sering melihat hanya pada satu aspek saja, misalnya konservasi ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.
"Padahal energi terbarukan, seperti PLTA dan geothermal, juga diperlukan untuk kepentingan lingkungan hidup, khususnya pengurangan emisi karbon dari bahan bakar fosil," katanya.
Dia meminta agar mereka yang kerap protes pada pengembangan energi terbarukan untuk mau duduk bersama mencari jalan tengah. "Agar kedua-duanya (energi terbarukan dan konservasi ekosistem) bisa jalan tanpa saling menegasi," katanya.
Saat ini, sejumlah proyek PLTA sedang dibangun. Salah satunya adalah PLTA Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Proyek bertipe peaker itu bisa menghasilkan listrik hingga 510 MW dan menyangga hingga 15% saat beban puncak Sumatra Utara.
Saat beroperasi tahun 2022, PLTA Batangtoru akan menghemat solar pembangkit listrik tenaga diesel hingga USD400 juta atau Rp5,6 triliun per tahun. Pembangkit itu juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 1,6 juta-2,2 juta metrik ton CO2 per tahun. Jumlah itu mencakup 4% dari target pengurangan emisi di sektor energi pada 2030.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bersama pembangkit listrik geothermal sangat diandalkan untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam produksi listrik nasional.
Jonan berharap, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memberikan dukungan bagi pengembangan PLTA dan geothermal agar penggunaan energi terbarukan bagi pengendalian perubahan iklim bisa semakin meningkat.
Menurut dia, PLTA dan geothermal menyumbang 10% untuk bauran energi terbarukan dalam produksi listrik nasional saat ini. Sementara sumber energi terbarukan lainya seperti panel surya, bayu, dan biodisel baru menyumbang 3%. Total porsi energi terbarukan dalam produksi listrik nasional saat ini adalah 13%.
"PLTA dan geothermal ini tulang punggung karena bisa ciptakan listrik skala besar," kata Jonan.
(ven)