Ekonomi Asia Berpotensi Paling Terpukul Perang Dagang AS-China
A
A
A
BEIJING - Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China mengancam bakal memperlambat volume perdagangan global lebih jauh, terutama perekonomian negara-negara yang bergantung pada ekspor seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Kemungkinan kawasan Asia menjadi yang paling terpukul oleh perang dagang, seperti diprediksi oleh ekonom dari Moody's Analytics.
Kepala Ekonom Asia Pasifik di Moody's Analytics yakni Steve Cochrane mengutarakan, ekonomi Asia seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan "sangat terpapar" terhadap kondisi ekonomi Tiongkok. Sambung dia menjelaskan, bahwa selain melayani konsumen China, ketiga ekonomi itu juga memasok produk yang dirakit dan dijual oleh pabrik di China ke pasar seperti AS.
“Mereka sangat bergantung pada hubungan perdagangan dengan China, dan sangat terikat dengan permintaan domestik di Tiongkok dan dalam hal rantai pasokan yang lebih luas. Jadi mereka sangat, sangat terbuka untuk merasakan dampak (perang dagang)," kata Cochrane kepada CNBC.
Seperti diketahui China dan AS sebagai dua ekonomi terbesar di dunia telah terlibat dalam pertarungan tarif yang dimulai lebih dari setahun yang lalu. Bahkan bulan lalu, tensi ketegangan antara kedua negara meluas melampaui perdagangan hingga menyentug bidang-bidang seperti teknologi dan keamanan.
Mengutip pernyataan keamanan nasional AS, Washington menempatkan Huawei pada daftar hitam yang dinilai sebagai sebuah langkah untuk membatasi perusahaan-perusahaan Amerika melakukan bisnis dengan pembuat peralatan telekomunikasi asal China.
Dampak Terburuk
Sejak meningkatnya ketegangan bulan lalu, saham-saham di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan telah menjadi salah satu yang mengalami tekanan terbesar di Asia. Hal itu sebagian besar karena ekonomi tiga negara tersebut merupakan eksportir utama komponen teknologi ke China, dan beberapa perusahaan yang terdaftar di pasar saham tersebut adalah pemasok ke Huawei.
Setiap pemulihan prospektif di tiga pasar saham itu akan tergantung pada bagaimana gesekan antara AS dan China berkembang dalam beberapa minggu mendatang, kata para analis. Mereka mengatakan para investor sedang menyaksikan KTT G-20 mendatang pada akhir Juni, mengingat bahwa Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengindikasikan dia akan memutuskan apakah akan mengenakan tarif tambahan pada barang-barang asal China setelah peristiwa itu.
Saat ini banyak investor asing menjauh dari saham-saham di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Data dari bursa saham utama di tiga pasar menunjukkan bahwa investor asing telah melakukan aksi jual sejak Mei.
"Ke depannya saya kira, dua hingga tiga bulan, pada dasarnya akan ada hasil biner. Jika kita melihat resolusi positif terhadap perang perdagangan, saya pikir Anda akan melihat pasar-pasar itu melambung cukup tinggi dalam periode waktu yang cukup singkat. Namun, jika kebalikannya terjadi, tiga pasar Asia utama mungkin harus dihindari," ujar John Woods, selaku kepala investasi Asia Pasifik di Credit Suisse kepada CNBC Jumat lalu.
Kepala Ekonom Asia Pasifik di Moody's Analytics yakni Steve Cochrane mengutarakan, ekonomi Asia seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan "sangat terpapar" terhadap kondisi ekonomi Tiongkok. Sambung dia menjelaskan, bahwa selain melayani konsumen China, ketiga ekonomi itu juga memasok produk yang dirakit dan dijual oleh pabrik di China ke pasar seperti AS.
“Mereka sangat bergantung pada hubungan perdagangan dengan China, dan sangat terikat dengan permintaan domestik di Tiongkok dan dalam hal rantai pasokan yang lebih luas. Jadi mereka sangat, sangat terbuka untuk merasakan dampak (perang dagang)," kata Cochrane kepada CNBC.
Seperti diketahui China dan AS sebagai dua ekonomi terbesar di dunia telah terlibat dalam pertarungan tarif yang dimulai lebih dari setahun yang lalu. Bahkan bulan lalu, tensi ketegangan antara kedua negara meluas melampaui perdagangan hingga menyentug bidang-bidang seperti teknologi dan keamanan.
Mengutip pernyataan keamanan nasional AS, Washington menempatkan Huawei pada daftar hitam yang dinilai sebagai sebuah langkah untuk membatasi perusahaan-perusahaan Amerika melakukan bisnis dengan pembuat peralatan telekomunikasi asal China.
Dampak Terburuk
Sejak meningkatnya ketegangan bulan lalu, saham-saham di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan telah menjadi salah satu yang mengalami tekanan terbesar di Asia. Hal itu sebagian besar karena ekonomi tiga negara tersebut merupakan eksportir utama komponen teknologi ke China, dan beberapa perusahaan yang terdaftar di pasar saham tersebut adalah pemasok ke Huawei.
Setiap pemulihan prospektif di tiga pasar saham itu akan tergantung pada bagaimana gesekan antara AS dan China berkembang dalam beberapa minggu mendatang, kata para analis. Mereka mengatakan para investor sedang menyaksikan KTT G-20 mendatang pada akhir Juni, mengingat bahwa Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengindikasikan dia akan memutuskan apakah akan mengenakan tarif tambahan pada barang-barang asal China setelah peristiwa itu.
Saat ini banyak investor asing menjauh dari saham-saham di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Data dari bursa saham utama di tiga pasar menunjukkan bahwa investor asing telah melakukan aksi jual sejak Mei.
"Ke depannya saya kira, dua hingga tiga bulan, pada dasarnya akan ada hasil biner. Jika kita melihat resolusi positif terhadap perang perdagangan, saya pikir Anda akan melihat pasar-pasar itu melambung cukup tinggi dalam periode waktu yang cukup singkat. Namun, jika kebalikannya terjadi, tiga pasar Asia utama mungkin harus dihindari," ujar John Woods, selaku kepala investasi Asia Pasifik di Credit Suisse kepada CNBC Jumat lalu.
(akr)