Darmin Ungkap Penyebab Produksi Karet Nasional Menurun
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan penyebab turunnya produksi karet Indonesia. Penurunan produksi disebabkan serangan penyakit Gugur Daun Karet (GDK) akibat jamur Pestalotiopsis sp.
"Penyakit ini sudah tersebar di sentra karet wilayah Sumatra dan Kalimantan," ujar Darmin di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Riset dan Pengembangan PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN), Gede Wibawa, menerangkan penyakit ini awalnya ditemukan di Malaysia kemudian berkembang di wilayah sentra karet Indonesia. Penyakit ini berpotensi untuk mewabah jika tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat.
"Komunitas karet internasional menaruh perhatian besar terhadap perkembangan penyakit ini sehingga kerjasama internasional untuk menanganinya akan terus ditingkatkan," tutur Gede.
Berkembangnya penyakit ini diperkirakan karena kurangnya pemeliharaan kebun karet, utamanya karena tanaman tidak dipupuk sebagai konsekuensi dari rendahnya harga karet yang cukup lama.
"Harga karet mengalami peningkatan sejak bulan Januari 2019. Saat ini, harga karet TSR 20 di tingkat internasional berada di atas USD1,4 per kg. Namun demikian petani pekebun belum mampu secara optimal merawat kebun dengan baik," sambung Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud.
Untuk itu, sebagai upaya antisipasi mewabahnya GDK, Pusat Penelitian Karet PT RPN merekomendasikan solusi, salah satunya adalah agar petani melakukan pemupukan ekstra 25% Nitrogen untuk membantu pembentukan daun baru.
"Penyakit ini sudah tersebar di sentra karet wilayah Sumatra dan Kalimantan," ujar Darmin di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Riset dan Pengembangan PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN), Gede Wibawa, menerangkan penyakit ini awalnya ditemukan di Malaysia kemudian berkembang di wilayah sentra karet Indonesia. Penyakit ini berpotensi untuk mewabah jika tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat.
"Komunitas karet internasional menaruh perhatian besar terhadap perkembangan penyakit ini sehingga kerjasama internasional untuk menanganinya akan terus ditingkatkan," tutur Gede.
Berkembangnya penyakit ini diperkirakan karena kurangnya pemeliharaan kebun karet, utamanya karena tanaman tidak dipupuk sebagai konsekuensi dari rendahnya harga karet yang cukup lama.
"Harga karet mengalami peningkatan sejak bulan Januari 2019. Saat ini, harga karet TSR 20 di tingkat internasional berada di atas USD1,4 per kg. Namun demikian petani pekebun belum mampu secara optimal merawat kebun dengan baik," sambung Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud.
Untuk itu, sebagai upaya antisipasi mewabahnya GDK, Pusat Penelitian Karet PT RPN merekomendasikan solusi, salah satunya adalah agar petani melakukan pemupukan ekstra 25% Nitrogen untuk membantu pembentukan daun baru.
(ven)