Tingkatkan Investasi Migas, Kesucian Kontrak Harus Dijaga
A
A
A
JAKARTA - Guna meningkatkan iklim investasi sehingga dapat mengundang investor migas global masuk ke Indonesia, pemerintah didorong untuk menghormati kesucian kontrak (contract sanctity) yang telah disepakati sebelumnya. Hal itu penting dilaksanakan mengingat masih tingginya peran energi fosil bagi ketahanan energi nasional di masa mendatang.
Praktisi migas nasional Tumbur Parlindungan mengatakan, hal utama yang dibutuhkan investor migas adalah contract sanctity atau pengakuan terhadap kesucian kontrak yang disepakati sebelumnya.
"Contract sanctity, itu yang paling utama. Karena investasi migas bersifat puluhan tahun maka investor tidak bisa melakukan evaluasi kalau kontraknya dapat berubah-ubah setiap saat. Itu list teratas permasalahan," ujar Tumbur di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Berdasarkan Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) 2015 2050, kebutuhan minyak mentah nasional tercatat terus meningkat. Pada 2025, diproyeksi kebutuhan minyak mencapai sebesar 2,196 juta barel per hari (bph) dan melesat menjadi 4,619 juta bph pada 2050. Dengan pertumbuhan konsumsi energi seperti itu, tidak dapat dimungkiri bahwa peningkatan pasokan energi fosil tetap menjadi isu sentral.
Dalam RUEN juga dijelaskan bahwa 60% 70% bauran energi nasional masih akan didominasi oleh energi fosil, meskipun kontribusi energi baru terbarukan (EBT) pada tahun 2025 ditargetkan menjadi lebih dari 23%, dan naik lagi menjadi Iebih dari 31% pada tahun 2050. Penggunaan energi fosil dan terbarukan saling melengkapi dan tidak dapat mengandalkan satu sumber saja.
Namun, kata Tumbur, kondisi investasi hulu migas masih belum menunjukkan pencerahan yang diharapkan. Dalam sepuluh tahun terakhir, berdasarkan data Laporan Kinerja Ditjen Migas 2018, puncak investasi hulu migas terjadi di 2013 dan 2014 yang mencapai USD20,384 miliar dan USD20,380 miliar. Sementara tahun lalu, investasi hulu migas merosot jauh menjadi hanya USD11,995 miliar.
Masih dalam kurun waktu yang sama, rata-rata pencapaian adalah 76% dari prognosa work plan and budget (WP&B) awal tahun. Jika dilihat pada 2010 2014, terjadi kenaikan harga minyak dunia kemudian dilanjutkan sepanjang 2015 terjadi penurunan harga minyak mentah sampai akhirnya menyentuh level terendah sebesar USD27 per barel pada Januari 2018.
Faktor internal dan eksternal memiliki peranan untuk mendorong ataupun menghambat datangnya arus modal masuk ke Tanah Air. "Dari faktor eksternal, salah satunya kita melihat dinamika harga minyak dunia juga mempengaruhi investor migas global untuk selektif memilih proyek migas di berbagai negara berdasarkan tingkat keekonomian proyek yang ada," jelasnya.
Praktisi migas nasional Tumbur Parlindungan mengatakan, hal utama yang dibutuhkan investor migas adalah contract sanctity atau pengakuan terhadap kesucian kontrak yang disepakati sebelumnya.
"Contract sanctity, itu yang paling utama. Karena investasi migas bersifat puluhan tahun maka investor tidak bisa melakukan evaluasi kalau kontraknya dapat berubah-ubah setiap saat. Itu list teratas permasalahan," ujar Tumbur di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Berdasarkan Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) 2015 2050, kebutuhan minyak mentah nasional tercatat terus meningkat. Pada 2025, diproyeksi kebutuhan minyak mencapai sebesar 2,196 juta barel per hari (bph) dan melesat menjadi 4,619 juta bph pada 2050. Dengan pertumbuhan konsumsi energi seperti itu, tidak dapat dimungkiri bahwa peningkatan pasokan energi fosil tetap menjadi isu sentral.
Dalam RUEN juga dijelaskan bahwa 60% 70% bauran energi nasional masih akan didominasi oleh energi fosil, meskipun kontribusi energi baru terbarukan (EBT) pada tahun 2025 ditargetkan menjadi lebih dari 23%, dan naik lagi menjadi Iebih dari 31% pada tahun 2050. Penggunaan energi fosil dan terbarukan saling melengkapi dan tidak dapat mengandalkan satu sumber saja.
Namun, kata Tumbur, kondisi investasi hulu migas masih belum menunjukkan pencerahan yang diharapkan. Dalam sepuluh tahun terakhir, berdasarkan data Laporan Kinerja Ditjen Migas 2018, puncak investasi hulu migas terjadi di 2013 dan 2014 yang mencapai USD20,384 miliar dan USD20,380 miliar. Sementara tahun lalu, investasi hulu migas merosot jauh menjadi hanya USD11,995 miliar.
Masih dalam kurun waktu yang sama, rata-rata pencapaian adalah 76% dari prognosa work plan and budget (WP&B) awal tahun. Jika dilihat pada 2010 2014, terjadi kenaikan harga minyak dunia kemudian dilanjutkan sepanjang 2015 terjadi penurunan harga minyak mentah sampai akhirnya menyentuh level terendah sebesar USD27 per barel pada Januari 2018.
Faktor internal dan eksternal memiliki peranan untuk mendorong ataupun menghambat datangnya arus modal masuk ke Tanah Air. "Dari faktor eksternal, salah satunya kita melihat dinamika harga minyak dunia juga mempengaruhi investor migas global untuk selektif memilih proyek migas di berbagai negara berdasarkan tingkat keekonomian proyek yang ada," jelasnya.
(fjo)