Penurunan Giro Wajib Minimum Bisa Kerek Likuiditas Bank Rp100 Triliun

Jum'at, 05 Juli 2019 - 18:55 WIB
Penurunan Giro Wajib Minimum Bisa Kerek Likuiditas Bank Rp100 Triliun
Penurunan Giro Wajib Minimum Bisa Kerek Likuiditas Bank Rp100 Triliun
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menerangkan kebijakan penurunan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) yang berlaku sejak 1 Juli 2019 bisa membuat likuiditas bagi perbankan bertambah hingga Rp100 triliun. Likuiditas itu diharapkan bisa disalurkan menjadi kredit dan menopang pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun ini.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, dampak secara langsung dari penurunan GWM ini adalah terciptanya tambahan likuiditas perbankan sebesar Rp25 triliun. Namun, angka itu bisa menjadi Rp100 triliun jika memperhitungkan dampaknya secara luas.

Menurutnya perputaran uang perbankan bisa bertambah, dimana melalui mekanisme kredit. "Kalau kita perhitungkan angka money multiplier potensi bisa tambah likuiditas Rp100 triliun," ujar Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Pendekatan penggadaan uang (money multiplier) yakni dengan formulasi nilai penggandaan uang ditentukan atas kebalikan dari rasio uang yang dicadangkan (reserve ratio). Artinya, semakin rendah nilai GWM, maka penciptaan uang baru akan semakin meningkat.

Diketahui sejak 1 Juli lalu, rasio GWM diturunkan sebesar 50 basis poin. Dengan demikian, kewajiban GWM bank umum konvensional menjadi sebesar 6% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dari sebelumnya 6,5%, sementara bank syariah sebesar 4,5% dari sebelumnya 5%.

Ketika likuiditas bertambah Rp25 triliun, potensi kredit perbankan juga akan bertambah. Kemudian, jika kredit tersebut digunakan untuk aktivitas ekonomi, maka hasilnya tentu akan masuk lagi ke jasa keuangan dan tercatat sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan. Setelah itu, bank akan memutar lagi menjadi kredit. Kemudian siklus itu akan berulang lagi sehingga potensi pelipatgandaan uang terus meningkat.

Penurunan rasio GWM ini merupakan langkah BI agar pertumbuhan ekonomi tetap bisa berjalan tanpa menggunakan transmisi suku bunga acuan. Apalagi, BI masih pikir-pikir ulang untuk menurunkan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) lantaran situasi ekonomi global belum kondusif, meski indikator makroekonomi Indonesia mendukung hal tersebut.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3772 seconds (0.1#10.140)