Pemerintah Janjikan 41 Smelter Beroperasi di 2022
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya meningkatkan program hilirisasi sektor pertambangan dengan rencana hingga 2022 mendatang, bakal ada 41 fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tambang mulai beroperasi. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Total itu nanti akan ada 41 smelter beroperasi pada 2022 mendatang. Harapannya dapat menghasilkan produk setengah jadi dari tembaga, nikel, alumina, beso, timah, emas dan perak,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Menurut dia dari 41 smelter tersebut didominasi oleh pengolahan produk nikel sebanyak 22 pabrik. Sedangkan yang lain dari bauksit 6 smelter, besi 4 smelter, timbal dan seng 4 smelter, tembaga dan lumpur anoda masing-masing dua smelter dan mangan 1 smelter.
Dengan beroperasinya seluruh smelter tersebut diharapkan ekspor raw material dapat dihentikan. Adapun saat ini telah beroperasi secara komersial sebanyak 20 smelter di dalam negeri di antaranya smelter tembaga, nikel, bauksit, besi dan mangan. “Untuk smelter tembaga, nikel dan bauksit cukup untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Saat ini yang dibutuhkan ialah membangun smelter besi,” kata dia.
Sebelumnya pada bulan Mei, kemarin sanksi sempat diberikan Kementerian ESDM terhadap perusahaan mineral yang tidak memenuhi target pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter). Tercatat setidaknyaada enam perusahaan yang diganjar sanksi, dimana komoditas dengan jenis nikel masih mendominasi.
“Total itu nanti akan ada 41 smelter beroperasi pada 2022 mendatang. Harapannya dapat menghasilkan produk setengah jadi dari tembaga, nikel, alumina, beso, timah, emas dan perak,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Menurut dia dari 41 smelter tersebut didominasi oleh pengolahan produk nikel sebanyak 22 pabrik. Sedangkan yang lain dari bauksit 6 smelter, besi 4 smelter, timbal dan seng 4 smelter, tembaga dan lumpur anoda masing-masing dua smelter dan mangan 1 smelter.
Dengan beroperasinya seluruh smelter tersebut diharapkan ekspor raw material dapat dihentikan. Adapun saat ini telah beroperasi secara komersial sebanyak 20 smelter di dalam negeri di antaranya smelter tembaga, nikel, bauksit, besi dan mangan. “Untuk smelter tembaga, nikel dan bauksit cukup untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Saat ini yang dibutuhkan ialah membangun smelter besi,” kata dia.
Sebelumnya pada bulan Mei, kemarin sanksi sempat diberikan Kementerian ESDM terhadap perusahaan mineral yang tidak memenuhi target pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter). Tercatat setidaknyaada enam perusahaan yang diganjar sanksi, dimana komoditas dengan jenis nikel masih mendominasi.
(akr)