Pemerintah Kaji Rencana Moratorium Izin Proyek Smelter Nikel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian ESDM merencanakan pembatasan pemberian izin proyek pabrik pemurnian mineral atau smelter nikel kelas II. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan terkait perkembangan rencana ini masih harus melakukan pembahasan bersama Kementerian Perindustrian.
"Kita harus membahasnya dengan perindustrian. Itu kan kebanyakan yang berdiri sendiri kan izinnya di sana," ujar Arifin ketika ditemui di Kementerian ESDM, dikutip Minggu (12/11/2023).
Arifin menuturkan, untuk pembangunan smelter yang izinnya berada di bawah Kementerian ESDM, melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) sejatinya sudah mulai dijalankan kebijakan moratorium ini.
"Kalau yang minerba kan udah jalan, udah beda lagi, yang low value (bernilai rendah) kita sudah menyetop lah," urainya.
Sebelumnya, Arifin juga telah mengungkapkan bahwa moratorium ini penting untuk menjaga cadangan nikel Indonesia yang terancam segera habis apabila bijih nikel, khususnya jenis bijih nikel kadar tinggi (saprolite), terus-menerus digunakan dengan masif.
Pihaknya mulai mengevaluasi pembangunan smelter nikel baru. Ia pun menilai bahwa Indonesia harus menghasilkan produk nikel bernilai tambah lebih besar, salah satunya dengan memproses bijih nikel hingga produk prekursor katoda sebagai salah satu komponen baterai.
"Sementara juga industri hilir dalam negeri untuk menampung processing yang punya nilai tambah itu harus banyak ditarik. Kan sudah mulai ada, mudah-mudahan untuk bikin prekursor," jelasnya beberapa waktu lalu.
Arifin juga menilai, melimpahnya sumber daya mineral nikel Indonesia seharusnya bisa menjadi modal utama untuk bisa melakukan proses hilirisasi yang lebih lanjut.
"Itulah modal utama kita. Dikasih modal utama mineral yang bisa membantu elektrifikasi energi bersih harus kita manfaatkan," tutup Arifin.
"Kita harus membahasnya dengan perindustrian. Itu kan kebanyakan yang berdiri sendiri kan izinnya di sana," ujar Arifin ketika ditemui di Kementerian ESDM, dikutip Minggu (12/11/2023).
Arifin menuturkan, untuk pembangunan smelter yang izinnya berada di bawah Kementerian ESDM, melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) sejatinya sudah mulai dijalankan kebijakan moratorium ini.
"Kalau yang minerba kan udah jalan, udah beda lagi, yang low value (bernilai rendah) kita sudah menyetop lah," urainya.
Sebelumnya, Arifin juga telah mengungkapkan bahwa moratorium ini penting untuk menjaga cadangan nikel Indonesia yang terancam segera habis apabila bijih nikel, khususnya jenis bijih nikel kadar tinggi (saprolite), terus-menerus digunakan dengan masif.
Pihaknya mulai mengevaluasi pembangunan smelter nikel baru. Ia pun menilai bahwa Indonesia harus menghasilkan produk nikel bernilai tambah lebih besar, salah satunya dengan memproses bijih nikel hingga produk prekursor katoda sebagai salah satu komponen baterai.
"Sementara juga industri hilir dalam negeri untuk menampung processing yang punya nilai tambah itu harus banyak ditarik. Kan sudah mulai ada, mudah-mudahan untuk bikin prekursor," jelasnya beberapa waktu lalu.
Arifin juga menilai, melimpahnya sumber daya mineral nikel Indonesia seharusnya bisa menjadi modal utama untuk bisa melakukan proses hilirisasi yang lebih lanjut.
"Itulah modal utama kita. Dikasih modal utama mineral yang bisa membantu elektrifikasi energi bersih harus kita manfaatkan," tutup Arifin.
(nng)