CORE Sebut Tujuh Tahun Krakatau Steel Terus Merugi
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan baja nasional, PT Krakatau Steel Tbk (Persero) merugi dan menjadi banyak sorotan khalayak. Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Muhammad Faisal, menilai bahwa kerugian yang dialami oleh Krakatau Steel telah terjadi sejak tujuh tahun belakangan.
Faisal melihat dari kinerja keuangan yang terus merosot tanpa menghasilkan laba dan keuntungan. "Krakatau Steel itu sudah lama rugi, sudah tujuh tahun," ujar Faisal saat dihubungi SINDOnews si Jakarta, Rabu (10/7/2019)
Menurut Faisal, faktor pertama yang membuat perusahaan baja ini merugi adalah menurunnya produktivitas. "Jadi ada tiga sebab mendasar, yaitu efisiensi dalam tubuh Krakatau Steel, teknis teknologi, dan manajemen industri di dalamnya. Itu butuh sentuhan penguatan, efisiensi penggunaan energi, dan efisiensi di dalam produktivitas. Jadi harus memilih inovasi baru," katanya.
Nah, yang terjadi, kata Faisal, banyak ketidakefisienan dalam tubuh dan manajemen sehingga keuntungan menjadi tipis. Selain itu, produk yang dihasilkan kalah dengan produk baja luar yang berkualitas.
"Kondisi keuntungan yang tipis ini gampang terguncang oleh tekanan dari luar. Itu sejak tahun 2012, desk eksternal produk besi dan baja mengalami penurunan produksi dan penurunan harga," jelasnya.
Hal ini, terang Faisal, diperparah dengan derasnya impor baja dari luar negeri yang semakin membuat Krakatau Steel sulit bersaing dengan baja impor.
"Dalam beberapa tahun terakhir ini, impor baja memang semakin mudah juga ditambah permintaan dari dalam negeri akan baja impor besar sekali. Ini membuat Krakatau Steel makin kalah bersaing," ujarnya.
Faisal melihat dari kinerja keuangan yang terus merosot tanpa menghasilkan laba dan keuntungan. "Krakatau Steel itu sudah lama rugi, sudah tujuh tahun," ujar Faisal saat dihubungi SINDOnews si Jakarta, Rabu (10/7/2019)
Menurut Faisal, faktor pertama yang membuat perusahaan baja ini merugi adalah menurunnya produktivitas. "Jadi ada tiga sebab mendasar, yaitu efisiensi dalam tubuh Krakatau Steel, teknis teknologi, dan manajemen industri di dalamnya. Itu butuh sentuhan penguatan, efisiensi penggunaan energi, dan efisiensi di dalam produktivitas. Jadi harus memilih inovasi baru," katanya.
Nah, yang terjadi, kata Faisal, banyak ketidakefisienan dalam tubuh dan manajemen sehingga keuntungan menjadi tipis. Selain itu, produk yang dihasilkan kalah dengan produk baja luar yang berkualitas.
"Kondisi keuntungan yang tipis ini gampang terguncang oleh tekanan dari luar. Itu sejak tahun 2012, desk eksternal produk besi dan baja mengalami penurunan produksi dan penurunan harga," jelasnya.
Hal ini, terang Faisal, diperparah dengan derasnya impor baja dari luar negeri yang semakin membuat Krakatau Steel sulit bersaing dengan baja impor.
"Dalam beberapa tahun terakhir ini, impor baja memang semakin mudah juga ditambah permintaan dari dalam negeri akan baja impor besar sekali. Ini membuat Krakatau Steel makin kalah bersaing," ujarnya.
(ven)