Kemacetan Jakarta Membuat Ekonomi Indonesia Rugi Rp56 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan pemindahan ibu kota negara sangat penting. Jakarta, nilai Bambang, saat ini sudah tidak cocok lagi untuk menjadi ibu kota negara.
Dalil Bambang, Jakarta sebagai ibu kota negara kerap rawan banjir sehingga posisinya tidak lagi ideal. Selain itu, permukaan tanah sering turun seiring naiknya permukaan air laut. Dan 96% kualitas air laut di Jakarta telah tercemar.
Hal ini ditambah dengan kemacetan parah Jakarta, sehingga menimbulkan istilah "ketuaan di jalan". Kalkulasi Bambang, akibat kemacetan di Jakarta telah merugikan ekonomi Indonesia hingga Rp56 triliun per tahun.
"Kemacetan dan sistem pengelolaan yang buruk di Jakarta menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp56 triliun per tahun," tutur Menteri Bambang dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Selain banjir dan kemacetan parah, sambung dia, Jakarta juga memiliki masalah soal ketersediaan air bersih. Bambang menjelaskan ketersediaan air bersih di Pulau Jawa berada di angka 630 meter kubik per kapita per tahun, dan ini sangat merugikan.
Persoalan tidak kalah pelik lainnya adalah pertumbuhan urbanisasi yang tinggi. Sehingga konsentrasi penduduk terbesar di Indonesia berada di Jabodetabek.
"Jika dilihat dari luasan lahan pertaniannya, cenderung turun karena pengalihfungsian lahan. Penurunan luasan lahan pertanian mencapai 1% per tahun. Akibat kepadatan penduduk. Jakarta adalah kota terpadat ketiga di dunia, melebihi Manila, Paris atau Tokyo. Ini mengapa beban berat Jakarta harus segera dibenahi," ulas Bambang.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Forum Duta Besar Republik Indonesia Hasyim Djalal menggarisbawahi tiga hal penting terkait perpindahan ibu kota. Antara lain, alasan pemindahan, persiapan yang diperlukan, termasuk keberlanjutan visi Indonesia sebagai negara maritim, dan skema pembiayaan.
"Rencana pemindahan ibu kota sebenarnya bukanlah wacana baru. Sejak zaman kolonialisme Belanda, ide itu sebenarnya telah mengemuka," jelasnya
Ketika era kolonial, rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta disebabkan oleh kondisi Jakarta yang berada di daerah pantai yang rendah dan akrab dengan berbagai penyakit menular seperti malaria dan diare.
Tahun 1906, pemerintah kolonial Hindia Belanda telah mewacanakan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Bandung. Meskipun kurang mendapat dukungan Volksraad, tetapi kebijakan ini mulai diimplementasikan pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal JP Graaf van Limburg Stirum (1916-1921). Namun setelah pertimbangan lebih lanjut, Jakarta akhirnya menjadi ibu kota terpilih.
Dalil Bambang, Jakarta sebagai ibu kota negara kerap rawan banjir sehingga posisinya tidak lagi ideal. Selain itu, permukaan tanah sering turun seiring naiknya permukaan air laut. Dan 96% kualitas air laut di Jakarta telah tercemar.
Hal ini ditambah dengan kemacetan parah Jakarta, sehingga menimbulkan istilah "ketuaan di jalan". Kalkulasi Bambang, akibat kemacetan di Jakarta telah merugikan ekonomi Indonesia hingga Rp56 triliun per tahun.
"Kemacetan dan sistem pengelolaan yang buruk di Jakarta menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp56 triliun per tahun," tutur Menteri Bambang dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Selain banjir dan kemacetan parah, sambung dia, Jakarta juga memiliki masalah soal ketersediaan air bersih. Bambang menjelaskan ketersediaan air bersih di Pulau Jawa berada di angka 630 meter kubik per kapita per tahun, dan ini sangat merugikan.
Persoalan tidak kalah pelik lainnya adalah pertumbuhan urbanisasi yang tinggi. Sehingga konsentrasi penduduk terbesar di Indonesia berada di Jabodetabek.
"Jika dilihat dari luasan lahan pertaniannya, cenderung turun karena pengalihfungsian lahan. Penurunan luasan lahan pertanian mencapai 1% per tahun. Akibat kepadatan penduduk. Jakarta adalah kota terpadat ketiga di dunia, melebihi Manila, Paris atau Tokyo. Ini mengapa beban berat Jakarta harus segera dibenahi," ulas Bambang.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Forum Duta Besar Republik Indonesia Hasyim Djalal menggarisbawahi tiga hal penting terkait perpindahan ibu kota. Antara lain, alasan pemindahan, persiapan yang diperlukan, termasuk keberlanjutan visi Indonesia sebagai negara maritim, dan skema pembiayaan.
"Rencana pemindahan ibu kota sebenarnya bukanlah wacana baru. Sejak zaman kolonialisme Belanda, ide itu sebenarnya telah mengemuka," jelasnya
Ketika era kolonial, rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta disebabkan oleh kondisi Jakarta yang berada di daerah pantai yang rendah dan akrab dengan berbagai penyakit menular seperti malaria dan diare.
Tahun 1906, pemerintah kolonial Hindia Belanda telah mewacanakan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Bandung. Meskipun kurang mendapat dukungan Volksraad, tetapi kebijakan ini mulai diimplementasikan pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal JP Graaf van Limburg Stirum (1916-1921). Namun setelah pertimbangan lebih lanjut, Jakarta akhirnya menjadi ibu kota terpilih.
(ven)