Menanti Gebrakan Lembaga Baru Penerbit Sertifikasi Halal

Minggu, 14 Juli 2019 - 09:37 WIB
Menanti Gebrakan Lembaga Baru Penerbit Sertifikasi Halal
Menanti Gebrakan Lembaga Baru Penerbit Sertifikasi Halal
A A A
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJPH) menjadi harapan baru dari industri halal di Indonesia.

Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, pencantuman label halal pada sebuah produk merupakan keharusan. Melalui Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pemerintah membentuk BPJPH.

Lembaga ini bertugas melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BPJHP bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Dengan dibentuknya lembaga tersebut, diharapkan pemerintah punya semangat besar melihat potensi industri halal yang cukup besar.

The State of the Global Islamic Economy Report 2018/2019 melaporkan besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat Islam di dunia mencapai USD 2,1 triliun pada tahun 2017 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai USD3 triliun pada 2023.

Indonesia Halal Watch (IHW) menyebutkan, perlu 26.000 auditor halal untuk mencukupi 4 juta produk UKM di seluruh Indonesia. Angka ini didapat dari rasio sertifikasi halal yang membutuhkan waktu.

Kehadiran BPJPH sebagai tempat memastikan produk dan jasa halal sesuai dengan syariat Islam tidak membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) kehilangan tugas yang selama 25 tahun ini. Ketua LPPOM-MUI Lukmanul Hakim mengatakan, keberadaan BPJPH merupakan sebuah keniscayaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat baik produsen maupun konsumen akan pentingnya halal.

“Diharapkan BPJPH juga dapat berperan aktif di bidang sosialisasi dan edukasi halal dengan pemberdayaan potensi dan sumber daya memadai sehingga dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat halal dunia yang telah dicanangkan MUI beberapa tahun lalu,” ujarnya.

Sebagai lembaga yang memiliki tugas yang sama, tentu ada kerja sama antara MUI dan BPJPH. MUI masih dilibatkan dalam setiap produk yang hendak dikeluarkan sertifikat halalnya. Lukman menyebut, barang yang ingin mendapatkan sertifikasi halal harus melalui sidang Komisi Fatwa MUI.

“Kami juga masih berperan melakukan pemeriksaan kehalalan produk,” katanya. Lukman menegaskan, masyarakat tidak perlu bingung dalam mengajukan proses sertifikasi halal karena MUI dengan BPJPH adalah lembaga yang saling mendukung.

Bahkan dirinya berharap proses pengajuan sertifikasi yang nanti menjadi tanggung jawab BPJPH akan lebih baik. Secara teknis, selama ini tidak ada kendala berarti yang dihadapi LPPOM MUI dalam menangani permohonan sertifikasi halal.

“Kalaupun ada sedikit hambatan, umumnya justru dari kalangan pelaku usaha yang harus melengkapi dokumen saat hendak mengajukan sertifikasi halal ke LPPOM-MUI,” ujarnya.

Dokumen dan persyaratan lain wajib dipenuhi, tetapi masyarakat terutama pelaku usaha tidak perlu khawatir karena pendaftaran sertifikasi halal ke LPPOM MUI sudah melalui jalur online dan tersistematisasi sedemikian rupa sehingga apabila ada satu tahap saja yang terlewati, sistem tersebut otomatis akan terhenti.

Ini yang harus dipahami pelaku usaha. Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan OKI Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Fachry Thaib mengatakan, peraturan pemerintah mengenai jaminan produk halal dapat segera diimplementasikan dan tidak memberatkan pengusaha.

Kadin pun giat mengajak para pengusaha, khususnya eksportir, untuk memiliki sertifikasi halal. “Ekspor ke Timur Tengah sedang naik, terlebih setelah adanya sertifikasi halal. Dua tahun lalu ada produk yang ditolak karena tidak ada label halal, padahal sudah bertahun-tahun ekspor tidak masalah,” tuturnya.

Kadin pun meminta bantuan Kementerian Luar Negeri untuk melakukan pembebasan, tetapi untuk transaksi berikutnya harus besertifikat halal. Ada juga kasus penolakan yang terjadi di Uni Emirat Arab (UEA) karena tidak besertifikat halal.

Maka kini Kadin gencar mengingatkan agar eksportir makanan dan minuman wajib sertifikasi halal. “Jangan nanti pembeli lebih memilih negara lain karena di Indonesia tidak ada sertifikasi halal. Setelah sukses impor dari negara lain, mereka dipastikan tidak akan kembali lagi beli di Indonesia karena layanan negara lain lebih baik,” ungkapnya.

Fachry mengingatkan, jangan meremehkan peraturan yang dibuat pemerintah karena bagi negara OKI, itu justru memang permintaan mereka. Bahkan prediksinya semua produk bukan hanya makanan dan minuman saja yang harus besertifikat halal.

Produk lain seperti pakaian, hijab juga diharuskan demikian. Kadin memang hanya sebagai pemeriksa dokumen eksportir saat registrasi dokumen yang akan diteruskan ke Kementerian Perdagangan.

Setelah BPJPH ini hadir, Kadin akan membuat roadmap ke daerah-daerah serta sosialisasi, terutama untuk UKM sebagai penggerak roda perekonomian di Indonesia. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3713 seconds (0.1#10.140)