Dongkrak Ekspor RI ke China Didukung Istana
A
A
A
JAKARTA - Perluasan ekspor dengan melihat eluang dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China mendapatkan dukungan dari Istana, termasuk ke Negeri Tirai Bambu. Staf Khusus Presiden bidang ekonomi, Ahmad Erani Yustika mengatakan, Presiden Jokowi selalu menekankan agar ekspor terus ditingkatkan.
"Presiden ingin kinerja perdagangan diperbaiki, baik dengan jalan meningkatkan ekspor ke negara tradisional maupun nontradisional dan mengendalikan impor, salah satunya dengan cara menginisiasi industri substitusi impor," kata Erani kepada wartawan.
Sambung dia menerangkan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah memacu ekspor dengan memperluas pasar. Dimana langkah tersebut sedikit banyak sudah membuahkan hasil. Tahun lalu, ekspor Indonesia naik ke negara-negara nontradisional, seperti Bangladesh (15,9%), Turki (10,4%), Myanmar (17,3%), Kanad (9,0%), dan Selandia Baru (16,8%).
"Tahun ini, pemerintah fokus ke pasar Afrika, dengan menandatangani 12 perjanjian. Tiga di antaranya merupakan target pasar baru (sejak 2018), yakni Mozambik, Tunisia, dan Maroko," katanya.
Selain dengan beberapa negara di Afrika, pemerintah juga memacu perdagangan dengan Iran dan Turki. Kemudian memacu kinerja sektor industri. Peranan produk industri terhadap nilai ekspor semakin meningkat dan mencapai di atas 70 persen pada 2018. "Agar terus meningkat, Kementerian Perindustrian sebagai anggota Komite Penugasan Khusus Ekspor (KPKE) mendorong dari sisi pembiayaan lewat Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)," paparnya.
Sementara Direktur Kerja Sama Pengembangan Eskpor Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Marolop Nainggolan sebelumnya mengatakan, Indonesia dapat memanfaatkan potensi pasar China yang penduduknya berjumlah 1,4 miliar orang. Untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya tentu pemerintah China tidak dapat mengatasinya sendiri.
Neraca perdagangan Indonesia periode Juni 2019 tercatat surplus sebesar USD 0,2 miliar. Meski surplus, ekspor Indonesia juga harus terus digenjot dengan memanfaatkan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Sejumlah kalangan meminta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk menggeber peluang itu dengan melobi langsung pemerintah China.
Pimpinan Komisi VI Inas Nasrullah Zubir mengatakan Indoensia harus meningkatkan ekspor produksi lantaran banyak yang berpontensi. Oleh karena itu, Inas menyarankan Mendag pergi ke China untuk melakukan lobi dan mengetahui apa yang dibutuhkan di sana. Apalagi, kata dia, tenaga kerja di China sangat mahal.
"Jadi apa yang bisa produksi bisa kita tawarkan. Ya saya kira kalau emang ada yang bisa dibicarakan perlu ke China. Nah saya kira apa yang bisa kita ekspor sama kita, kita izin kita ekspor ke sana," kata Inas.
Kepergian Mendag ke China nantinya juga diharapkan mendapatkan kabar positif. Sehingga kerja sama ekspor Indonesia ke China terus meningkat untuk memperbaiki neraca perdagangan. "Yang penting Mendag pulang bawa hasil. Tetapi menteri perindustrian juga harus ke sana juga untuk mencari tahu apa sih yang bisa diproduksi Indonesia diekspor China terutama barang-barang industri barang-barang teknologi Indonesia cukup mumpuni," terang dia.
"Presiden ingin kinerja perdagangan diperbaiki, baik dengan jalan meningkatkan ekspor ke negara tradisional maupun nontradisional dan mengendalikan impor, salah satunya dengan cara menginisiasi industri substitusi impor," kata Erani kepada wartawan.
Sambung dia menerangkan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah memacu ekspor dengan memperluas pasar. Dimana langkah tersebut sedikit banyak sudah membuahkan hasil. Tahun lalu, ekspor Indonesia naik ke negara-negara nontradisional, seperti Bangladesh (15,9%), Turki (10,4%), Myanmar (17,3%), Kanad (9,0%), dan Selandia Baru (16,8%).
"Tahun ini, pemerintah fokus ke pasar Afrika, dengan menandatangani 12 perjanjian. Tiga di antaranya merupakan target pasar baru (sejak 2018), yakni Mozambik, Tunisia, dan Maroko," katanya.
Selain dengan beberapa negara di Afrika, pemerintah juga memacu perdagangan dengan Iran dan Turki. Kemudian memacu kinerja sektor industri. Peranan produk industri terhadap nilai ekspor semakin meningkat dan mencapai di atas 70 persen pada 2018. "Agar terus meningkat, Kementerian Perindustrian sebagai anggota Komite Penugasan Khusus Ekspor (KPKE) mendorong dari sisi pembiayaan lewat Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)," paparnya.
Sementara Direktur Kerja Sama Pengembangan Eskpor Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Marolop Nainggolan sebelumnya mengatakan, Indonesia dapat memanfaatkan potensi pasar China yang penduduknya berjumlah 1,4 miliar orang. Untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya tentu pemerintah China tidak dapat mengatasinya sendiri.
Neraca perdagangan Indonesia periode Juni 2019 tercatat surplus sebesar USD 0,2 miliar. Meski surplus, ekspor Indonesia juga harus terus digenjot dengan memanfaatkan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Sejumlah kalangan meminta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk menggeber peluang itu dengan melobi langsung pemerintah China.
Pimpinan Komisi VI Inas Nasrullah Zubir mengatakan Indoensia harus meningkatkan ekspor produksi lantaran banyak yang berpontensi. Oleh karena itu, Inas menyarankan Mendag pergi ke China untuk melakukan lobi dan mengetahui apa yang dibutuhkan di sana. Apalagi, kata dia, tenaga kerja di China sangat mahal.
"Jadi apa yang bisa produksi bisa kita tawarkan. Ya saya kira kalau emang ada yang bisa dibicarakan perlu ke China. Nah saya kira apa yang bisa kita ekspor sama kita, kita izin kita ekspor ke sana," kata Inas.
Kepergian Mendag ke China nantinya juga diharapkan mendapatkan kabar positif. Sehingga kerja sama ekspor Indonesia ke China terus meningkat untuk memperbaiki neraca perdagangan. "Yang penting Mendag pulang bawa hasil. Tetapi menteri perindustrian juga harus ke sana juga untuk mencari tahu apa sih yang bisa diproduksi Indonesia diekspor China terutama barang-barang industri barang-barang teknologi Indonesia cukup mumpuni," terang dia.
(akr)