Rugikan Konsumen, Fintech Ilegal Harus Segera Diblokir

Selasa, 23 Juli 2019 - 17:23 WIB
Rugikan Konsumen, Fintech...
Rugikan Konsumen, Fintech Ilegal Harus Segera Diblokir
A A A
JAKARTA - Maraknya fintech peer to peer (P2P) lending yang tidak terdaftar alias ilegal berpotensi merugikan konsumen, apalagi dengan cara penagihan pembayaran utang yang kadang mengintimidasi. Pengamat IT Heru Sutadi mengatakan, perlunya koordinasi antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait makin maraknya pinjaman tunai yang tak terdaftar di OJK.

Terutama dalam hal ini, mengecek algoritma aplikasi agar tidak merugikan peminjam karena mungkin saja sudah bayar cicilan tetapi tidak tercatat atau ada sistem bunga berbunga. "Ini pertama harus ada pengawasan dari OJK dan Kementerian Kominfo. Yang tidak terdaftar diblokir, umumkan pada publik mana saja fintech terdaftar," ujar Heru saat dihubungi di Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Sementara itu terang dia, fintech yang terdaftar juga perlu terus diawasi dan diatur terutama mengenai bunga, proses penagihan pada peminjam serta menegaskan kembali peran asosiasi untuk menertibkan anggota. Menurut Heru, masyarakat juga harus diberikan edukasi positif dan negatif jika meminjam melalui P2P lending.

Seperti, kemudahan mendapat pinjaman akan dibarengi resiko bunga tinggi, pengembalian harus cepat dan adanya potensi keluarga atau teman terdekat dihubungi perusahaan P2P tersebut bila nasabah mangkir atau terlambat membayar.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga meminta kepada masyarakat agar berhati hati terhadap fintech peer to peer lending yang tidak terdaftar alias ilegal. OJK juga meminta masyarakat lebih cermat dalam melakukan konsumsi terhadap layanan jasa keuangan digital.

Kepala Group Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK Triyono mengatakan, masyarakat harus melakukan pengecekan saat bertransaksi digital dengan memastikan perusahaan fintech yang digunakan telah terdaftar resmi di OJK. "Bagaimana mencegahnya memang saya kira ini suatu hal yang sulit dan tidak hanya sekedar PR dari kami di OJK karena otoritas lain juga cukup beragam dalam kualitas untuk mendukung para pelaku," ujar Triyono.

Dia menilai, model bisnis berbasis pembiayaan masih memiliki risiko paling tinggi dalam dunia bisnis fintech. Sebab dalam model bisnis pembiayaan, risiko permasalahan yang muncul terkait keuangan atau pembiayaan sangat rentan terjadi

Maka dari itu, OJK akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang tata cara melakukan transaksi digital yang aman. Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar menambahkan, ada perbedaan pengaturan P2P Lending di beberapa negara misalnya seperti di AS cenderung lebih ketat soal perizinan.

Sedangkan di UK lebih moderat karena semua harus lewat regulatory sandbox dan diuji menggunakan live test. Namun di China, aturannya sangat longgar sehingga P2P lending berkembang sangat signifikan karena sesuai angka inklusi keuangan yang rendah dan penduduknya sangat banyak. "Dampak aturan di China, pertumbuhan P2P lending cenderung lebih agresif dan juga ada moral hazard karena pelakunya melakukan kecuranga," katanya.

Menurutnya berbeda dengan Indonesia ada proses perizinan yang dilakukan dan cek kelayakannya. Namun tata kelola permodalannya tidak ketat seperti aturan perbankan. Tercatat total akumulasi pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending hingga Mei 2019 sebesar Rp41,04 triliun (year to date) atau naik 81,06%. Adapun outstanding pinjaman juga naik sebesar 64,9% menjadi Rp8,32 triliun.

Jumlah borrower (peminjam) juga mengalami peningkatan 100,72% menjadi 8,75 juta secara year to date. Sedangkan jumlah lender (pemberi pinjaman) mengalami kenaikan 131,44% menjadi 480,3 juta per akhir Mei 2019.

Jika dihitung hingga Mei 2019, P2P lending sudah mencapai 113 fintech lending dan 6 P2P lending syariah. Sampai saat ini secara total jumlah Fintech Peer-To-Peer Lending tidak berizin yang ditemukan Satgas Waspada Investasi sebanyak 1087 entitas dimana pada tahun 2018 sebanyak 404 entitas. Sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 683 entitas.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0957 seconds (0.1#10.140)