Ancaman Perlambatan Ekonomi AS di Kuartal II/2019
A
A
A
NEW YORK - Ekonomi Amerika Serikat (AS) diyakini kemungkinan besar bakal tumbuh pada laju paling lambat dalam dua tahun di kuartal kedua 2019, ketika percepatan pengeluaran konsumen mungkin diimbangi oleh ekspor yang melemah. Begitu juga dengan investasi bisnis yang berpotensi menjadi sandungan bagi pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam -julukan AS-.
Pertumbuhan moderat diantisipasi yang dilatar belakangi oleh menikatnya risiko terhadap prospek ekonomi, terutama dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta perlambatan pertumbuhan di luar negeri. Kondisi tersebut diperkirakan bakal mendorong Federal Reserve alias Bank Sentral AS untuk memangkas suku bunga pada Rabu depan untuk pertama kalinya dalam satu dekade.
Namun, dengan pasar tenaga kerja yang menunjukkan penguatan untuk menopang pengeluaran konsumen, resesi keuangan diprediksi tidak akan terjadi. Dilansir Reuters, Jumat (26/7/2019) Departemen Perdagangan AS baru akan menerbitkan laporan produk domestik bruto (PDB) kuartal kedua pada Jumat, pagi waktu setempat untuk menjadi fokus utama para pelaku pasar.
"Perlambatan ekonomi membuat Fed dan pasar ketakutan, tetapi langit tidak jatuh. Jika kita mengalami resesi (keuangan) tahun depan, itu karena kita menyakiti diri kita sendiri dengan konflik perdagangan," jelas Ryan Sweet, ekonom senior dari Moody's Analytics di West Chester, Pennsylvania.
Sementara menurut survei Reuters terhadap para ekonom, PDB AS kemungkinan meningkat secara tahunan 1,8% pada kuartal kedua, karena juga dipengaruhi oleh persediaan yang lebih kecil, setelah melonjak pada level 3,1% di periode Januari-Maret.
Tetapi dengan ekspor yang tidak stabil dan kategori inventaris diperkirakan bakal membuat laju pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama 2017. Survei ini selesai sebelum rilis persediaan grosir dan ritel pada Juni serta data barang dan defisit perdagangan yang membuat Fed Atlanta memangkas perkiraannya tiga persen ke tingkat 1,3%.
Ekonomi yang melambat sebagian besar karena stimulus dari paket pemotongan pajak USD1,5 triliun yang diusung Gedung Putih mulai memudar. Pemotongan pajak bersama yang diikuti lebih banyak pengeluaran pemerintah dan deregulasi adalah bagian dari langkah-langkah yang diadopsi oleh administrasi Trump untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahunan menjadi 3,0% secara berkelanjutan.
Pada 2018 lalu, ekonomi AS tumbuh 2,9% dan pertumbuhan tahun ini diperkirakan sekitar 2,5%. Para ekonom memprediksi kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam periode yang panjang tanpa memicu inflasi di antara 1,7% dan 2,0%.
"Ketika manfaat stimulus fiskal memudar dan ketidakpastian kebijakan perdagangan dan permintaan global yang melambat tetap menjadi hambatan bagi investasi bisnis, pertumbuhan PDB AS harus moderat," kata Sam Bullard, seorang ekonom senior di Wells Fargo Securities di Charlotte, North Carolina.
Pertumbuhan moderat diantisipasi yang dilatar belakangi oleh menikatnya risiko terhadap prospek ekonomi, terutama dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta perlambatan pertumbuhan di luar negeri. Kondisi tersebut diperkirakan bakal mendorong Federal Reserve alias Bank Sentral AS untuk memangkas suku bunga pada Rabu depan untuk pertama kalinya dalam satu dekade.
Namun, dengan pasar tenaga kerja yang menunjukkan penguatan untuk menopang pengeluaran konsumen, resesi keuangan diprediksi tidak akan terjadi. Dilansir Reuters, Jumat (26/7/2019) Departemen Perdagangan AS baru akan menerbitkan laporan produk domestik bruto (PDB) kuartal kedua pada Jumat, pagi waktu setempat untuk menjadi fokus utama para pelaku pasar.
"Perlambatan ekonomi membuat Fed dan pasar ketakutan, tetapi langit tidak jatuh. Jika kita mengalami resesi (keuangan) tahun depan, itu karena kita menyakiti diri kita sendiri dengan konflik perdagangan," jelas Ryan Sweet, ekonom senior dari Moody's Analytics di West Chester, Pennsylvania.
Sementara menurut survei Reuters terhadap para ekonom, PDB AS kemungkinan meningkat secara tahunan 1,8% pada kuartal kedua, karena juga dipengaruhi oleh persediaan yang lebih kecil, setelah melonjak pada level 3,1% di periode Januari-Maret.
Tetapi dengan ekspor yang tidak stabil dan kategori inventaris diperkirakan bakal membuat laju pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama 2017. Survei ini selesai sebelum rilis persediaan grosir dan ritel pada Juni serta data barang dan defisit perdagangan yang membuat Fed Atlanta memangkas perkiraannya tiga persen ke tingkat 1,3%.
Ekonomi yang melambat sebagian besar karena stimulus dari paket pemotongan pajak USD1,5 triliun yang diusung Gedung Putih mulai memudar. Pemotongan pajak bersama yang diikuti lebih banyak pengeluaran pemerintah dan deregulasi adalah bagian dari langkah-langkah yang diadopsi oleh administrasi Trump untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahunan menjadi 3,0% secara berkelanjutan.
Pada 2018 lalu, ekonomi AS tumbuh 2,9% dan pertumbuhan tahun ini diperkirakan sekitar 2,5%. Para ekonom memprediksi kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam periode yang panjang tanpa memicu inflasi di antara 1,7% dan 2,0%.
"Ketika manfaat stimulus fiskal memudar dan ketidakpastian kebijakan perdagangan dan permintaan global yang melambat tetap menjadi hambatan bagi investasi bisnis, pertumbuhan PDB AS harus moderat," kata Sam Bullard, seorang ekonom senior di Wells Fargo Securities di Charlotte, North Carolina.
(akr)