Kementan Dukung Pemkab Sleman Terbitkan Perda LP2B
A
A
A
JAKARTA - Lahan pertanian di Indonesia semakin terancam akibat alih fungsi lahan. Sehingga diperlukan regulasi untuk melindunginya. Salah satunya Pemkab Sleman, yang sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Dalam raperda itu, nantinya akan menetapkan sekitar 18.400 hektar (Ha) yang masuk program LP2B. Di samping itu, raperda ini juga untuk mendukung ketahanan pangan daerah.
Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Setda Sleman, Hendra Adi, menjelaskan berdasarkan program pembentukan peraturan daerah (Propemperda) 2019, raperda LP2B menjadi agenda pembahasan tahun ini. Draf raperda LP2B sekarang ini masih dalam pembahasan secara intensif.
"Koordinasi terus dilakukan dengan instansi terkait, baik tingkat Sleman maupun Pemda. Harapan kami, raperda LP2B bisa dibahas tahun ini," jelas Hendra.
Tujuan pembentukan raperda ini untuk melindungi lahan pertanian produktif di Kabupaten Sleman. Nantinya Sleman akan menetapkan luas lahan pertanian berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan daerah.
"Dengan keluasan itu, kegiatan alih fungsi lahan harus dibatasi dengan seleksif. Karena luasan itu menjadi komitmen bersama antara Pemkab Sleman dengan Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta," ujarnya.
Menurutnya, penyusunan raperda LP2B ini menjadi tantangan semua pihak, baik pemda, investor dan petani. Dimana, pemerintah mengarahan bagi pemda untuk memberi kemudahan investasi. Dalam prakteknya, investasi di daerah itu sangat berpengaruh pada alih fungsi lahan.
"Di sisi lain, pemda punya kewajiban menjaga LP2B. Makanya tantangan ini bagaimana investasi berkembang, namun lahan pertanian tetap terjaga. Sehingga perekonomian daerah stabil," ujarnya.
Untuk itu, perlu adanya kebijakan pemerintah mengenai insentif dan disinsentif bagi petani maupun investor. Dengan harapan, petani tidak dirugikan dan tidak mudah mengalihfungsikan lahan pertaniannya.
"Sementara bagi investor harus lebih kreatif dalam mengembangkan investasinya tanpa harus melakukan alif fungsi lahan," pungkasnya.
Terkait insentif, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, menegaskan pemerintah akan memberikan insentif fiskal dan non-fiskal bagi petani pemilik lahan untuk mencegah lahan sawahnya dialihfungsikan menjadi properti.
"Kalau dia bisa pertahankan lahan agar tidak dialihfungsikan, kita akan bantu benih, pupuk, dan sebagainya. Kalau dia mau mengolah lahannya lebih lanjut, kita akan bantu alat mesin pertaniannya," ujar Sarwo Edhy, Selasa (30/7/2019).
Kementan akan fokus menyalurkan insentif non-fiskal berupa subsidi benih, pupuk, atau alat mesin pertanian (alsintan).
"Namun kalau insentif keuangan sampai saat ini belum disepakati (skema dan nominalnya). Itu nanti dari ATR/BPN, kita lebih ke budidaya pertaniannya," imbuhnya.
Sarwo Edhy menambahkan, pihaknya juga sedang melakukan harmonisasi data luas lahan baku sawah dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara(ATR-BPN) serta Badan Informasi Geospasial (BIG) demi mempercepat penerbitan Perpres.
"Kita juga mengawal proses LP2P yang harus dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing daerah. Sudah saatnya daerah melakukan review terhadap penataan ruangnya. Kalau daerah mengajukan review dan belum clear peruntukannya, maka kita tidak merekomendasikan utk mendapatkan persetujuan BPN," kata Sarwo Edhy.
Menurut Sarwo Edhy, jika areal persawahan dialihfungsikan menjadi bangunan, maka upaya budidaya pertanian akan menjadi sia-sia. Warga juga akan kesulitan untuk mendapatkan makanan. Untuk mencegah alih fungsi tersebut, maka pemerintah diharap untuk tidak memberikan izin bangunan yang akan berdiri di area persawahan.
"Salah satu kewajiban pemerintah untuk menetapkan lahan pangan berkelanjutan, sudah diatur dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," pungkas Sarwo Edhy.
Dalam raperda itu, nantinya akan menetapkan sekitar 18.400 hektar (Ha) yang masuk program LP2B. Di samping itu, raperda ini juga untuk mendukung ketahanan pangan daerah.
Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Setda Sleman, Hendra Adi, menjelaskan berdasarkan program pembentukan peraturan daerah (Propemperda) 2019, raperda LP2B menjadi agenda pembahasan tahun ini. Draf raperda LP2B sekarang ini masih dalam pembahasan secara intensif.
"Koordinasi terus dilakukan dengan instansi terkait, baik tingkat Sleman maupun Pemda. Harapan kami, raperda LP2B bisa dibahas tahun ini," jelas Hendra.
Tujuan pembentukan raperda ini untuk melindungi lahan pertanian produktif di Kabupaten Sleman. Nantinya Sleman akan menetapkan luas lahan pertanian berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan daerah.
"Dengan keluasan itu, kegiatan alih fungsi lahan harus dibatasi dengan seleksif. Karena luasan itu menjadi komitmen bersama antara Pemkab Sleman dengan Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta," ujarnya.
Menurutnya, penyusunan raperda LP2B ini menjadi tantangan semua pihak, baik pemda, investor dan petani. Dimana, pemerintah mengarahan bagi pemda untuk memberi kemudahan investasi. Dalam prakteknya, investasi di daerah itu sangat berpengaruh pada alih fungsi lahan.
"Di sisi lain, pemda punya kewajiban menjaga LP2B. Makanya tantangan ini bagaimana investasi berkembang, namun lahan pertanian tetap terjaga. Sehingga perekonomian daerah stabil," ujarnya.
Untuk itu, perlu adanya kebijakan pemerintah mengenai insentif dan disinsentif bagi petani maupun investor. Dengan harapan, petani tidak dirugikan dan tidak mudah mengalihfungsikan lahan pertaniannya.
"Sementara bagi investor harus lebih kreatif dalam mengembangkan investasinya tanpa harus melakukan alif fungsi lahan," pungkasnya.
Terkait insentif, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, menegaskan pemerintah akan memberikan insentif fiskal dan non-fiskal bagi petani pemilik lahan untuk mencegah lahan sawahnya dialihfungsikan menjadi properti.
"Kalau dia bisa pertahankan lahan agar tidak dialihfungsikan, kita akan bantu benih, pupuk, dan sebagainya. Kalau dia mau mengolah lahannya lebih lanjut, kita akan bantu alat mesin pertaniannya," ujar Sarwo Edhy, Selasa (30/7/2019).
Kementan akan fokus menyalurkan insentif non-fiskal berupa subsidi benih, pupuk, atau alat mesin pertanian (alsintan).
"Namun kalau insentif keuangan sampai saat ini belum disepakati (skema dan nominalnya). Itu nanti dari ATR/BPN, kita lebih ke budidaya pertaniannya," imbuhnya.
Sarwo Edhy menambahkan, pihaknya juga sedang melakukan harmonisasi data luas lahan baku sawah dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara(ATR-BPN) serta Badan Informasi Geospasial (BIG) demi mempercepat penerbitan Perpres.
"Kita juga mengawal proses LP2P yang harus dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing daerah. Sudah saatnya daerah melakukan review terhadap penataan ruangnya. Kalau daerah mengajukan review dan belum clear peruntukannya, maka kita tidak merekomendasikan utk mendapatkan persetujuan BPN," kata Sarwo Edhy.
Menurut Sarwo Edhy, jika areal persawahan dialihfungsikan menjadi bangunan, maka upaya budidaya pertanian akan menjadi sia-sia. Warga juga akan kesulitan untuk mendapatkan makanan. Untuk mencegah alih fungsi tersebut, maka pemerintah diharap untuk tidak memberikan izin bangunan yang akan berdiri di area persawahan.
"Salah satu kewajiban pemerintah untuk menetapkan lahan pangan berkelanjutan, sudah diatur dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," pungkas Sarwo Edhy.
(ven)