BI: Pertumbuhan Kredit Bulan Juni Melambat
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit bulan Juni 2019 sebesar Rp5.495,9 triliun atau meningkat 9,9% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan 11,1 % (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan penyaluran kredit tersebut terjadi baik pada golongan debitur korporasi maupun perseorangan.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, kredit kepada korporasi tumbuh sebesar 12,0% (yoy), melambat dibandingkan 13,6% (yoy) pada bulan sebelumnya. Sementara itu, kredit kepada debitur perorangan naik 8,9% (yoy) pada Juni 2019, lebih rendah dibandingkan 9,3% (yoy) pada bulan sebelumnya.
"Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh jenis penggunaannya. Kredit modal kerja (KMK) tumbuh melambat, dari 10,9% (yoy) menjadi 9,5% (yoy) pada Juni 2019," kata Onny di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Perlambatan pertumbuhan KMK utamanya terjadi pada sektor Industri Pengolahan dan sektor Konstruksi. KMK sektor industri pengolahan melambat dari 13,6% (yoy) menjadi 11,4% (yoy) pada Juni 2019 terutama kredit yang disalurkan untuk subsektor Industri Pengolahan Makanan di wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Sementara itu, pertumbuhan KMK kepada sektor Konstruksi mengalami perlambatan, dari 20,6% (yoy) menjadi 19,2% (yoy) khususnya pada subsektor jalan tol di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Dia melanjutkan, kredit Investasi (KI) tercatat tumbuh sebesar 13,3% (yoy) pada bulan Juni 2019, lebih rendah dari 14,6% (yoy) pada bulan sebelumnya terutama pada sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan. "Pertumbuhan KI pada sektor PHR melambat, dari 8,8% (yoy) pada Mei 2019 menjadi 8,0% (yoy) terutama karena perlambatan investasi pada subsektor perdagangan ekspor batu bara di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur," jelasnya.
Perlambatan juga terjadi pada sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, dari 9,7% (yoy) pada Mei 2019 menjadi 8,8% (yoy) terutama disebabkan oleh subsektor perkebunan kelapa sawit di wilayah Sumatera Utara dan Riau. Kredit Konsumsi (KK) pada Juni 2019 juga melambat, dari 8,4% (yoy) menjadi 7,7% (yoy), terutama disebabkan oleh perlambatan kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), dan kredit multiguna.
Sementara itu, KPR pada Juni 2019 meningkat sebesar 12,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan 13,4% (yoy) pada bulan sebelumnya, terutama karena perlambatan KPR tipe di atas 70 di wilayah Banten dan Jawa Barat. KKB tercatat tumbuh melambat dari 7,4% (yoy) pada Mei 2019 menjadi 5,3% (yoy) pada bulan laporan yang disebabkan oleh kendaraan roda empat di wilayah Jawa Barat dan Banten.
Adapun kredit properti pada Juni 2019 tercatat sebesar Rp994,8 triliun, meningkat 16,2%, lebih rendah dari 17,3% (yoy) pada bulan sebelumnya, terutama disebabkan oleh perlambatan kredit real estate, KPR dan KPA, serta kredit konstruksi. Pertumbuhan KPR dan KPA melambat dari 13,4% (yoy) menjadi 12,8% (yoy) pada Juni 2019. Kredit real estate juga melambat, dari 8,7% (yoy) pada Mei 2019 menjadi 7,5% (yoy) khususnya pada subsektor real estate gedung perbelanjaan (mal dan plaza) di wilayah DKI Jakarta dan Jambi.
Onny menuturkan, perlambatan juga terjadi pada Kredit Konstruksi, dari 28,3% (yoy) menjadi 26,2% (yoy). Penyaluran kredit kepada sektor UMKM pada Juni 2019 tercatat sebesar Rp1.019,8 triliun, meningkat 11,6% (yoy), lebih tinggi dari 10,8% (yoy) pada bulan berjalan.
"Akselerasi terjadi pada seluruh skala usaha," sebut Onny. Adapun peningkatan kredit UMKM skala usaha mikro, kecil dan menengah pada Juni 2019 masing-masing tercatat sebesar 16,6% (yoy), 12,3% (yoy), dan 8,4% (yoy). Sementara itu, lanjut dia, berdasarkan jenis penggunaannya, akselerasi pertumbuhan kredit UMKM bersumber dari seluruh jenis penggunaannya baik kredit modal kerja maupun investasi.
Di sisi lain, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2019 tercatat sebesar Rp5.590,6 triliun atau meningkat 7,1% (yoy), Iebih tinggi dibandingkan 6,9% (yoy) pada bulan sebelumnya. Menurut dia, peningkatan pertumbuhan DPK terutama pada giro (5,2%, yoy), peningkatan pertumbuhan DPK tersebut sejalan dengan peningkatan penghasilan yang diikuti dengan peningkatan proporsi pendapatan yang disimpan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. "Akselerasi giro didorong oleh giro milik nasabah korporasi di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat," jelasnya.
Ke depan, BI akan terus melakukan kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit sejalan dengan siklus kredit yang berada di bawah level optimum. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan 2019 berada pada kisaran 10-12% (yoy) dan DPK dalam kisaran 8-10% (yoy).
Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah Redjalam memproyeksikan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7-day Reverse Repo Rate akan mendorong pertumbuhan kredit nasional. Namun, demikian, pertumbuhan kredit diproyeksikan tidak akan signifikan karena hanya Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) IV yang memegang peranan.
"Faktor pendorong kredit masih dipegang oleh Bank BUKU IV yang memiliki pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan loanable fund yang tinggi. Sedangkan bank BUKU III masih terkendala masalah rasio kredit terhadap dana phak ketiga (DPK) yang mencapai Iebih dari 100%," imbuh Piter.
Sementara itu, Bank kelompok BUKU I dan II masih terus menghadapi masalah likuiditas dengan rendahnya pertumbuhan DPK sehingga menyebabkan perbankan mengalami pengetatan likuidas. Ke depan, dia memprediksi pertumbuhan kredit tahun 2019 akan berada dalam level 10-11%.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, kredit kepada korporasi tumbuh sebesar 12,0% (yoy), melambat dibandingkan 13,6% (yoy) pada bulan sebelumnya. Sementara itu, kredit kepada debitur perorangan naik 8,9% (yoy) pada Juni 2019, lebih rendah dibandingkan 9,3% (yoy) pada bulan sebelumnya.
"Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh jenis penggunaannya. Kredit modal kerja (KMK) tumbuh melambat, dari 10,9% (yoy) menjadi 9,5% (yoy) pada Juni 2019," kata Onny di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Perlambatan pertumbuhan KMK utamanya terjadi pada sektor Industri Pengolahan dan sektor Konstruksi. KMK sektor industri pengolahan melambat dari 13,6% (yoy) menjadi 11,4% (yoy) pada Juni 2019 terutama kredit yang disalurkan untuk subsektor Industri Pengolahan Makanan di wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Sementara itu, pertumbuhan KMK kepada sektor Konstruksi mengalami perlambatan, dari 20,6% (yoy) menjadi 19,2% (yoy) khususnya pada subsektor jalan tol di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Dia melanjutkan, kredit Investasi (KI) tercatat tumbuh sebesar 13,3% (yoy) pada bulan Juni 2019, lebih rendah dari 14,6% (yoy) pada bulan sebelumnya terutama pada sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan. "Pertumbuhan KI pada sektor PHR melambat, dari 8,8% (yoy) pada Mei 2019 menjadi 8,0% (yoy) terutama karena perlambatan investasi pada subsektor perdagangan ekspor batu bara di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur," jelasnya.
Perlambatan juga terjadi pada sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, dari 9,7% (yoy) pada Mei 2019 menjadi 8,8% (yoy) terutama disebabkan oleh subsektor perkebunan kelapa sawit di wilayah Sumatera Utara dan Riau. Kredit Konsumsi (KK) pada Juni 2019 juga melambat, dari 8,4% (yoy) menjadi 7,7% (yoy), terutama disebabkan oleh perlambatan kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), dan kredit multiguna.
Sementara itu, KPR pada Juni 2019 meningkat sebesar 12,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan 13,4% (yoy) pada bulan sebelumnya, terutama karena perlambatan KPR tipe di atas 70 di wilayah Banten dan Jawa Barat. KKB tercatat tumbuh melambat dari 7,4% (yoy) pada Mei 2019 menjadi 5,3% (yoy) pada bulan laporan yang disebabkan oleh kendaraan roda empat di wilayah Jawa Barat dan Banten.
Adapun kredit properti pada Juni 2019 tercatat sebesar Rp994,8 triliun, meningkat 16,2%, lebih rendah dari 17,3% (yoy) pada bulan sebelumnya, terutama disebabkan oleh perlambatan kredit real estate, KPR dan KPA, serta kredit konstruksi. Pertumbuhan KPR dan KPA melambat dari 13,4% (yoy) menjadi 12,8% (yoy) pada Juni 2019. Kredit real estate juga melambat, dari 8,7% (yoy) pada Mei 2019 menjadi 7,5% (yoy) khususnya pada subsektor real estate gedung perbelanjaan (mal dan plaza) di wilayah DKI Jakarta dan Jambi.
Onny menuturkan, perlambatan juga terjadi pada Kredit Konstruksi, dari 28,3% (yoy) menjadi 26,2% (yoy). Penyaluran kredit kepada sektor UMKM pada Juni 2019 tercatat sebesar Rp1.019,8 triliun, meningkat 11,6% (yoy), lebih tinggi dari 10,8% (yoy) pada bulan berjalan.
"Akselerasi terjadi pada seluruh skala usaha," sebut Onny. Adapun peningkatan kredit UMKM skala usaha mikro, kecil dan menengah pada Juni 2019 masing-masing tercatat sebesar 16,6% (yoy), 12,3% (yoy), dan 8,4% (yoy). Sementara itu, lanjut dia, berdasarkan jenis penggunaannya, akselerasi pertumbuhan kredit UMKM bersumber dari seluruh jenis penggunaannya baik kredit modal kerja maupun investasi.
Di sisi lain, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2019 tercatat sebesar Rp5.590,6 triliun atau meningkat 7,1% (yoy), Iebih tinggi dibandingkan 6,9% (yoy) pada bulan sebelumnya. Menurut dia, peningkatan pertumbuhan DPK terutama pada giro (5,2%, yoy), peningkatan pertumbuhan DPK tersebut sejalan dengan peningkatan penghasilan yang diikuti dengan peningkatan proporsi pendapatan yang disimpan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. "Akselerasi giro didorong oleh giro milik nasabah korporasi di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat," jelasnya.
Ke depan, BI akan terus melakukan kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit sejalan dengan siklus kredit yang berada di bawah level optimum. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan 2019 berada pada kisaran 10-12% (yoy) dan DPK dalam kisaran 8-10% (yoy).
Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah Redjalam memproyeksikan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7-day Reverse Repo Rate akan mendorong pertumbuhan kredit nasional. Namun, demikian, pertumbuhan kredit diproyeksikan tidak akan signifikan karena hanya Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) IV yang memegang peranan.
"Faktor pendorong kredit masih dipegang oleh Bank BUKU IV yang memiliki pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan loanable fund yang tinggi. Sedangkan bank BUKU III masih terkendala masalah rasio kredit terhadap dana phak ketiga (DPK) yang mencapai Iebih dari 100%," imbuh Piter.
Sementara itu, Bank kelompok BUKU I dan II masih terus menghadapi masalah likuiditas dengan rendahnya pertumbuhan DPK sehingga menyebabkan perbankan mengalami pengetatan likuidas. Ke depan, dia memprediksi pertumbuhan kredit tahun 2019 akan berada dalam level 10-11%.
(fjo)