Bank Indonesia Kembangkan Instrumen Keuangan
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan terus mengembangkan instrumen keuangan. Hal tersebut bertujuan untuk menambah likuditas baik di pasar valuta asing (Valas) maupun rupiah.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, BI sudah memiliki beberapa instrumen termasuk yang sifatnya hedging instrumen seperti Domestic Non Delivery Forward (DNDF). Instrumen transaksi DNDF ini memberikan alternatif lindung nilai bagi pelaku pasar, sehingga mengurangi demand di pasar spot.
Para pelaku pasar dapat melakukan hedging atas kebutuhan pembelian valas melalui transaksi DNDF dan melakukan pembelian valas melalui transaksi spot di kemudian hari. "Jadi kami lihat sekarang sudah banyak pelaku pasar masuk ke DNDF Indonesia dibanding DNDF yang berada di luar atau Singapura. Dan selama ini responnya cukup positif," ujar Destry. Dengan demikian, secara bertahap BI akan terus mengembangkan instrumen instrumen keuangan.
Adapun terkait perang dagang, menurut dia dampaknya sudah terlihat di sektor riil. Eskpor juga mulai melambat ke negara China dan AS. "Nah ini dua hal yang jadi tantangan kita. Karena kan keduanya partner dagang utama buat Indonesia," ungkap Destry.
Jadi ke depan, Indonesia diharapkan bisa lebih mendeteksi produk produknya seperti dari komuniti base masuk ke manufaktur namun bahan baku bisa di produksi dalam negeri sendiri. Maka dari itu, Indonesia perlu perluas pasar ekspor dari konvensional menjadi non konvensional serta merambah ke negara negara yang diluar negara partner dagang utama. "Contohny, kita bisa buka di middle east ataupun kawasan Afrika," tukas Destry.
Dia juga berharap, pemerintah bersama BI bisa lebih meningkatkan diversifikasi ekspor. Ekonomi domestik juga masih berpotensi menguat terlihat dari konsumsi masyarakat yang menyumbang cukup signifikan dalam perekonomian Indonesia.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menambahkan, salah satu gejolak yang imbasnya paling besar karena perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yakni pertumbuhan investasi. Rendahnya investasi Indonesia lantaran permintaan global yang ikut melemah akibat gejolak ekonomi dunia sehingga ekspor tidak mampu mengakselerasi pertumbuhannya di kuartal II/2019.
"Jadi ini masalah di semua negara emerging market yang terkena dampak trade war, dampak voltalitas di pasar keuangan, serta melambatnya turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di ekspor. Ini dialami di banyak negara emerging market termasuk Indonesia," ungkapnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, BI sudah memiliki beberapa instrumen termasuk yang sifatnya hedging instrumen seperti Domestic Non Delivery Forward (DNDF). Instrumen transaksi DNDF ini memberikan alternatif lindung nilai bagi pelaku pasar, sehingga mengurangi demand di pasar spot.
Para pelaku pasar dapat melakukan hedging atas kebutuhan pembelian valas melalui transaksi DNDF dan melakukan pembelian valas melalui transaksi spot di kemudian hari. "Jadi kami lihat sekarang sudah banyak pelaku pasar masuk ke DNDF Indonesia dibanding DNDF yang berada di luar atau Singapura. Dan selama ini responnya cukup positif," ujar Destry. Dengan demikian, secara bertahap BI akan terus mengembangkan instrumen instrumen keuangan.
Adapun terkait perang dagang, menurut dia dampaknya sudah terlihat di sektor riil. Eskpor juga mulai melambat ke negara China dan AS. "Nah ini dua hal yang jadi tantangan kita. Karena kan keduanya partner dagang utama buat Indonesia," ungkap Destry.
Jadi ke depan, Indonesia diharapkan bisa lebih mendeteksi produk produknya seperti dari komuniti base masuk ke manufaktur namun bahan baku bisa di produksi dalam negeri sendiri. Maka dari itu, Indonesia perlu perluas pasar ekspor dari konvensional menjadi non konvensional serta merambah ke negara negara yang diluar negara partner dagang utama. "Contohny, kita bisa buka di middle east ataupun kawasan Afrika," tukas Destry.
Dia juga berharap, pemerintah bersama BI bisa lebih meningkatkan diversifikasi ekspor. Ekonomi domestik juga masih berpotensi menguat terlihat dari konsumsi masyarakat yang menyumbang cukup signifikan dalam perekonomian Indonesia.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menambahkan, salah satu gejolak yang imbasnya paling besar karena perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yakni pertumbuhan investasi. Rendahnya investasi Indonesia lantaran permintaan global yang ikut melemah akibat gejolak ekonomi dunia sehingga ekspor tidak mampu mengakselerasi pertumbuhannya di kuartal II/2019.
"Jadi ini masalah di semua negara emerging market yang terkena dampak trade war, dampak voltalitas di pasar keuangan, serta melambatnya turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di ekspor. Ini dialami di banyak negara emerging market termasuk Indonesia," ungkapnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
(nfl)