INKA Genjot Ekspor Kereta Melalui Sinergi Bersama IRDC
A
A
A
JAKARTA - PT Industri Kereta Api (Persero) alias INKA bergabung dalam Indonesia Railway Development Consortium (IRDC) bersama dengan PT KAI, Len Industri, dan Waskita sebagai upaya menggenjot ekspor kereta ke luar negeri. Ini merupakan bentuk sinergi BUMN pada bidang perkeretaapian di Indonesia untuk mengembangkan perindustrian kereta api dan pasarnya.
Asisten Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media II Kementerian BUMN Heri Purnomo menyampaikan, bahwa sinergi antar BUMN mengincar pasar di luar negeri maupun dalam negeri. Dalam hal pengembangan market, sinergi ini juga bekerja sama dengan Kadin.
"Untuk marketing ke luar negeri, kami sekarang mengoptimalkan bantuan dari kawan-kawan kami di kedutaan, dimana sebelumnya kurang koordinasi. Tetapi semenjak lima tahun yang lalu, apabila ada kerja sama baik itu oleh BUMN, swasta, ataupun governmental dengan negara lain, mereka wajib memfasilitasinya," ujar Heri di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Sementara itu Direktur Utama PT INKA Budi Noviantoro mengaku sedang mengupayakan ekspor ke kawasan Afrika, melihat kondisi di sana sangat membutuhkan transportasi kereta api. Sambung dia menjelaskan, bahwa ekspor ke Afrika masih dalam pengkajian lebih lanjut, karena meskipun negara-negara Afrika membutuhkan sarana kereta api, masih ada banyak negara yang belum bisa membayar secara cash/tunai.
Selain itu, beberapa negara masih memiliki kondisi railway yang belum memadai, seperti Madagaskar yang kapasitas kecepatannya hanya 20 KM/jam. Apabila perjanjian sudah diteken dan kondisi negara stabil, maka Indonesia Eximbank akan siap mendanai proyek disana.
"Kita melihat apa yang mereka tawarkan, jika mereka memiliki aset untuk ditawarkan seperti Kamerun dan Mali yang memiliki emas, Botswana memiliki batu bara, dan Madagaskar yang memiliki bauksit, atau sumber daya lainnya, kita pasti masuk kesana. Tetapi jika mereka hanya menawarkan penumpang, maka transaksinya ya jual-putus," lanjut Budi.
Budi mengungkapkan, bahwa salah satu negara yang sedang meminta kereta api adalah Angola, dimana ingin membeli 10 kereta api seperti KRL Jabodetabek dan difasilitasi oleh kedutaan di sana. Namun, keinginan mereka untuk memiliki kereta tersebut di tahun 2020 cukup memberatkan. "Proses pembuatan kereta paling cepat ya 18 bulan, belum dihitung pengiriman atau perjalanan kesana dan pengujiannya lebih lanjut," tutur Budi.
Asisten Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media II Kementerian BUMN Heri Purnomo menyampaikan, bahwa sinergi antar BUMN mengincar pasar di luar negeri maupun dalam negeri. Dalam hal pengembangan market, sinergi ini juga bekerja sama dengan Kadin.
"Untuk marketing ke luar negeri, kami sekarang mengoptimalkan bantuan dari kawan-kawan kami di kedutaan, dimana sebelumnya kurang koordinasi. Tetapi semenjak lima tahun yang lalu, apabila ada kerja sama baik itu oleh BUMN, swasta, ataupun governmental dengan negara lain, mereka wajib memfasilitasinya," ujar Heri di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Sementara itu Direktur Utama PT INKA Budi Noviantoro mengaku sedang mengupayakan ekspor ke kawasan Afrika, melihat kondisi di sana sangat membutuhkan transportasi kereta api. Sambung dia menjelaskan, bahwa ekspor ke Afrika masih dalam pengkajian lebih lanjut, karena meskipun negara-negara Afrika membutuhkan sarana kereta api, masih ada banyak negara yang belum bisa membayar secara cash/tunai.
Selain itu, beberapa negara masih memiliki kondisi railway yang belum memadai, seperti Madagaskar yang kapasitas kecepatannya hanya 20 KM/jam. Apabila perjanjian sudah diteken dan kondisi negara stabil, maka Indonesia Eximbank akan siap mendanai proyek disana.
"Kita melihat apa yang mereka tawarkan, jika mereka memiliki aset untuk ditawarkan seperti Kamerun dan Mali yang memiliki emas, Botswana memiliki batu bara, dan Madagaskar yang memiliki bauksit, atau sumber daya lainnya, kita pasti masuk kesana. Tetapi jika mereka hanya menawarkan penumpang, maka transaksinya ya jual-putus," lanjut Budi.
Budi mengungkapkan, bahwa salah satu negara yang sedang meminta kereta api adalah Angola, dimana ingin membeli 10 kereta api seperti KRL Jabodetabek dan difasilitasi oleh kedutaan di sana. Namun, keinginan mereka untuk memiliki kereta tersebut di tahun 2020 cukup memberatkan. "Proses pembuatan kereta paling cepat ya 18 bulan, belum dihitung pengiriman atau perjalanan kesana dan pengujiannya lebih lanjut," tutur Budi.
(akr)