Pasar Obligasi Indonesia Menyambut Era Suku Bunga Rendah
A
A
A
JAKARTA - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) proyeksikan hingga akhir tahun 2019, yield obligasi pemerintah Indonesia untuk tenor 10 tahun akan berada di kisaran 6,5% - 7,0%. Ini akan menjadi daya tarik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya sehingga investor diprediksi masuk ke pasar obligasi Indonesia.
Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI Ezra Nazula mengatakan, daya tarik pasar saham dan obligasi Indonesia semakin meningkat. Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI repo rate) yang disertai dengan kenaikan peringkat utang Indonesia yang konsisten dalam dua tahun terakhir membuat Indonesia menjadi tujuan investasi yang menarik, khususnya bagi pasar obligasi.
"Kami yakin BI masih akan melakukan pemangkasan suku bunga. Ada faktor tingkat inflasi yang rendah dan adanya kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Ezra di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Dia menyebutkan, faktor kebijakan suku bunga rendah sangat berdampak. Ini sebagai respon arah kebijakan bank sentral global, dan BI mulai melakukan pelonggaran moneter dengan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Juli lalu. Hal ini dilakukan oleh BI untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir.
"Peluang pemangkasan suku bunga lebih lanjut tercermin dari real interest rate Indonesia yang tinggi dan yield spread antara obligasi pemerintah Indonesia dengan US treasury yang masih lebar," ujarnya.
Dari dalam negeri juga terdapat sentimen positif kondisi domestik yang membaik. Hingga akhir Juli 2019, pasar saham dan obligasi Indonesia mencatatkan kinerja positif, yaitu 3,16% dan 9,54% secara berurutan. Sementara nilai tukar Rupiah terhadap USD menguat 2,56% pada periode yang sama. "Stabilitas Rupiah kunci penting untuk meningkatkan sentimen investasi dan kepercayaan investor, baik bagi penanaman modal asing (PMA) maupun portofolio investasi," tambahnya.
Ekonomi Indonesia disebutnya lebih tahan pada konflik dagang global, karena konsumsi domestik lebih dominan dibandingkan ekspor-impor. Selain itu, membaiknya peringkat utang Indonesia dalam dua tahun terakhir mendorong perbaikan premi risiko, yang tercermin pada penurunan credit default swap (CDS).
Sementara dari keamanan juga didukung berkat berkurangnya gejolak politik dan ekspektasi akselerasi lewat kebijakan kabinet baru sehingga dapat mendorong penguatan pasar saham Indonesia.
Pasar saham berpotensi mengalami penguatan lebih lanjut beberapa sentimen seperti pemangkasan lanjutan suku bunga BI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan reformasi kebijakan sehingga mengundang investor, kabinet pemerintahan baru yang solid terutama di bidang ekonomi dan diharapkan mempercepat reformasi kebijakan, khususnya bidang energi dan industri. Serta harapan untuk memperbaiki neraca pembayaran dan potensi pemotongan pajak pendapatan korporasi sehingga meningkatkan laba korporasi.
Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI Ezra Nazula mengatakan, daya tarik pasar saham dan obligasi Indonesia semakin meningkat. Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI repo rate) yang disertai dengan kenaikan peringkat utang Indonesia yang konsisten dalam dua tahun terakhir membuat Indonesia menjadi tujuan investasi yang menarik, khususnya bagi pasar obligasi.
"Kami yakin BI masih akan melakukan pemangkasan suku bunga. Ada faktor tingkat inflasi yang rendah dan adanya kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Ezra di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Dia menyebutkan, faktor kebijakan suku bunga rendah sangat berdampak. Ini sebagai respon arah kebijakan bank sentral global, dan BI mulai melakukan pelonggaran moneter dengan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Juli lalu. Hal ini dilakukan oleh BI untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir.
"Peluang pemangkasan suku bunga lebih lanjut tercermin dari real interest rate Indonesia yang tinggi dan yield spread antara obligasi pemerintah Indonesia dengan US treasury yang masih lebar," ujarnya.
Dari dalam negeri juga terdapat sentimen positif kondisi domestik yang membaik. Hingga akhir Juli 2019, pasar saham dan obligasi Indonesia mencatatkan kinerja positif, yaitu 3,16% dan 9,54% secara berurutan. Sementara nilai tukar Rupiah terhadap USD menguat 2,56% pada periode yang sama. "Stabilitas Rupiah kunci penting untuk meningkatkan sentimen investasi dan kepercayaan investor, baik bagi penanaman modal asing (PMA) maupun portofolio investasi," tambahnya.
Ekonomi Indonesia disebutnya lebih tahan pada konflik dagang global, karena konsumsi domestik lebih dominan dibandingkan ekspor-impor. Selain itu, membaiknya peringkat utang Indonesia dalam dua tahun terakhir mendorong perbaikan premi risiko, yang tercermin pada penurunan credit default swap (CDS).
Sementara dari keamanan juga didukung berkat berkurangnya gejolak politik dan ekspektasi akselerasi lewat kebijakan kabinet baru sehingga dapat mendorong penguatan pasar saham Indonesia.
Pasar saham berpotensi mengalami penguatan lebih lanjut beberapa sentimen seperti pemangkasan lanjutan suku bunga BI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan reformasi kebijakan sehingga mengundang investor, kabinet pemerintahan baru yang solid terutama di bidang ekonomi dan diharapkan mempercepat reformasi kebijakan, khususnya bidang energi dan industri. Serta harapan untuk memperbaiki neraca pembayaran dan potensi pemotongan pajak pendapatan korporasi sehingga meningkatkan laba korporasi.
(akr)