Dongkrak Ekonomi Domestik, Potensi Consuming Class Perlu Dioptimalkan
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menerangkan, perlu ada langkah untuk mengoptimalkan potensial consuming class sehingga ekonomi domestik Indonesia mampu menghadapi tekanan global yang penuh dengan ketidakpastian. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan, bahwa pemerintah perlu mengoptimalkan social spending dan mendorong sektor manufaktur.
BI melihat transaksi digital banking meningkat luar biasa, dimana terdapat pergeseran yaitu dari transaksi tunai ke non-tunai dan mendominasi pembayaran, yang tadinya adalah bank menjadi non-bank. "Dengan kemudahan transaksi dan pembayaran yang tersedia ini, diharapkan consuming class kita bisa terpacu dan potensinya teroptimalkan," tuturnya dalam Seminar Economic Outlook 2020 di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Sementara terkait dengan langkah BI menurunkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin, Destry menerangkan dasarnya dengan melihat pergerakan rupiah terhadap USD yang relatif stabil dan volatilitas terjaga. Ditambah inflasi juga terkendali untuk membuat BI percaya diri kembali memangkas suku bunga untuk kedua kalinya sepanjang tahun ini. "Ini yang membuat BI confident untuk menurunkan suku bunga sebanyak 25 basis poin," paparnya.
Lebih lanjut, Ia menyatakan BI pun berupaya mengintegrasikan ekonomi digital dan ekonomi konvensional. Ini untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi shadow banking seperti di China, dimana regulatornya tidak siap menghadapi perkembangan pesat ekonomi digital.
"Kami sudah mengeluarkan QRIS untuk memonitor transaksi digital, dan sudah ada Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang merupakan kolaborasi dari BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Kementerian Keuangan yang dikepalai oleh Menteri Keuangan sendiri sebagai sinergi bersama untuk menjamin stabilitasnya," tambah Destry.
BI melihat transaksi digital banking meningkat luar biasa, dimana terdapat pergeseran yaitu dari transaksi tunai ke non-tunai dan mendominasi pembayaran, yang tadinya adalah bank menjadi non-bank. "Dengan kemudahan transaksi dan pembayaran yang tersedia ini, diharapkan consuming class kita bisa terpacu dan potensinya teroptimalkan," tuturnya dalam Seminar Economic Outlook 2020 di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Sementara terkait dengan langkah BI menurunkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin, Destry menerangkan dasarnya dengan melihat pergerakan rupiah terhadap USD yang relatif stabil dan volatilitas terjaga. Ditambah inflasi juga terkendali untuk membuat BI percaya diri kembali memangkas suku bunga untuk kedua kalinya sepanjang tahun ini. "Ini yang membuat BI confident untuk menurunkan suku bunga sebanyak 25 basis poin," paparnya.
Lebih lanjut, Ia menyatakan BI pun berupaya mengintegrasikan ekonomi digital dan ekonomi konvensional. Ini untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi shadow banking seperti di China, dimana regulatornya tidak siap menghadapi perkembangan pesat ekonomi digital.
"Kami sudah mengeluarkan QRIS untuk memonitor transaksi digital, dan sudah ada Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang merupakan kolaborasi dari BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Kementerian Keuangan yang dikepalai oleh Menteri Keuangan sendiri sebagai sinergi bersama untuk menjamin stabilitasnya," tambah Destry.
(akr)