Ekspor Nikel Dilarang, Luhut: Investasi Bakal Meningkat USD35 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya resmi melarang ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020, lebih cepat dari ketentuan sebelumnya tahun 2022. Larangan ini seiring terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dikeluarkan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan larangan itu justru menguntungkan Indonesia di masa mendatang.
"Jadi, ini bagus, di mana nilai tambah untuk ekspor nanti bagus. Ekspor kita akan meningkat drastis dengan mengolah nikel di dalam negeri. Dan kita akan punya supply chain," ujar Luhut di Gedung Bank Indonesia, Senin (2/9/2019).
Menurut Luhut, penghentian ekspor nikel ini akan berdampak pada ekspor sebesar USD600 juta untuk sementara. Tetapi nilai keuntungan akan mencapai USD6 miliar pada tahun 2024, seiring produk turunan dari nikel dan penyerapan tenaga kerja.
Pelarangan ekspor ini akan meningkatkan investasi mencapai USD35 miliar. "Ini bakal membiasakan ekspor dengan nilai tambah, bukan sekedar ekspor mentah," ungkap dia.
Menurut dia, dihentikannya ekspor bijih nikel karena cadangannya semakin menipis. Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, cadangan nikel siap tambang sebesar 700 juta ton atau hanya cukup dalam kurun waktu 7-8 tahun kedepan. Sedangkan untuk cadangan terkira nikel sebesar 2,8 miliar ton.
Selain itu, alasan pemerintah menghentikan eskpor bijih nikel guna mendukung kebijakan mobil listrik nasional. Pasalnya bahan baku baterai mobil listrik menggunakan lithium yang berasal dari bijih nikel.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan larangan itu justru menguntungkan Indonesia di masa mendatang.
"Jadi, ini bagus, di mana nilai tambah untuk ekspor nanti bagus. Ekspor kita akan meningkat drastis dengan mengolah nikel di dalam negeri. Dan kita akan punya supply chain," ujar Luhut di Gedung Bank Indonesia, Senin (2/9/2019).
Menurut Luhut, penghentian ekspor nikel ini akan berdampak pada ekspor sebesar USD600 juta untuk sementara. Tetapi nilai keuntungan akan mencapai USD6 miliar pada tahun 2024, seiring produk turunan dari nikel dan penyerapan tenaga kerja.
Pelarangan ekspor ini akan meningkatkan investasi mencapai USD35 miliar. "Ini bakal membiasakan ekspor dengan nilai tambah, bukan sekedar ekspor mentah," ungkap dia.
Menurut dia, dihentikannya ekspor bijih nikel karena cadangannya semakin menipis. Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, cadangan nikel siap tambang sebesar 700 juta ton atau hanya cukup dalam kurun waktu 7-8 tahun kedepan. Sedangkan untuk cadangan terkira nikel sebesar 2,8 miliar ton.
Selain itu, alasan pemerintah menghentikan eskpor bijih nikel guna mendukung kebijakan mobil listrik nasional. Pasalnya bahan baku baterai mobil listrik menggunakan lithium yang berasal dari bijih nikel.
(ven)