RUU Perpajakan Baru, PPh Badan Akan Dipangkas
A
A
A
JAKARTA - Selain menyasar perusahaan digital, rancangan undang-undang (RUU) perpajakan baru juga akan mengatur beberapa hal. Salah satunya terkait pajak penghasilan (PPh) Badan yang akan diturunkan secara bertahap dari 25% ke angka 20%.
“Dari 25% ke 20% bisa dilakukan dan penurunan dimulai 2021. Nanti tahapannya akan diformalisir di RUU,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di Kantor Presiden, Selasa (3/9/2019).
Lebih lanjut Ia menerangkan, dengan penurunan ini presiden meminta agar jangan sampai mempengaruhi APBN. “Kami sudah hitung dampak dan Presiden dan wapres sudah berikan arahan bagaimana pentahapan ini bisa dilakukan dengan tetap menjaga APBN agar tidak mengalami tekanan. Karena penurunan secara besar, tapi juga menjadi stimulan ekonomi,” ungkapnya.
Selain itu bagi perusahaan yang akan go public akan diterapkan PPh lebih rendah 3% dari ketetapan. “Kalau kita di 20%, artinya bisa 17%. Ini sama dengan PPh di Singapura, terutama go public baru yang baru mau masuk ke bursa, sehingga mereka bisa mendapatkan insentif. Kita berikan 3% lebih rendah untum lima tahun,” terang Menkeu.
Ditambah RUU ini akan mengatur penghapusan PPH atas deviden baik dalam dan luar negeri. Jika selama ini apabila memiliki saham di atas 25% tidak dikenai PPh. Sementara kepemilikan saham di bawah 25% dikenai PPh sebesar 25%. Lalu untuk wajib pajak orang pribadi (WPOP) dikenakan PPh final sebesar 10%.
“Nah, dalam RUU semua pajak PPH dividen dihapuskan apabila dividen itu ditanamkan dalam investasi di Indonesia, baik dividen dalam atau luar negeri maka dia akan dibebaskan selama dia investasikan dalam wilayah NKRI,” tuturnya.
Lalu untuk PPh WPOP akan diterapkan dari rezim perpajakan world wide menjadi teritorial. “Artinya WNI atau WNA, akan menjadi wajib pajak di Indonesia tergantung berapa lama tinggal, cut off date 188 hari dan akan dikenakan rezim pajak teritorial,” pungkasnya.
“Dari 25% ke 20% bisa dilakukan dan penurunan dimulai 2021. Nanti tahapannya akan diformalisir di RUU,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di Kantor Presiden, Selasa (3/9/2019).
Lebih lanjut Ia menerangkan, dengan penurunan ini presiden meminta agar jangan sampai mempengaruhi APBN. “Kami sudah hitung dampak dan Presiden dan wapres sudah berikan arahan bagaimana pentahapan ini bisa dilakukan dengan tetap menjaga APBN agar tidak mengalami tekanan. Karena penurunan secara besar, tapi juga menjadi stimulan ekonomi,” ungkapnya.
Selain itu bagi perusahaan yang akan go public akan diterapkan PPh lebih rendah 3% dari ketetapan. “Kalau kita di 20%, artinya bisa 17%. Ini sama dengan PPh di Singapura, terutama go public baru yang baru mau masuk ke bursa, sehingga mereka bisa mendapatkan insentif. Kita berikan 3% lebih rendah untum lima tahun,” terang Menkeu.
Ditambah RUU ini akan mengatur penghapusan PPH atas deviden baik dalam dan luar negeri. Jika selama ini apabila memiliki saham di atas 25% tidak dikenai PPh. Sementara kepemilikan saham di bawah 25% dikenai PPh sebesar 25%. Lalu untuk wajib pajak orang pribadi (WPOP) dikenakan PPh final sebesar 10%.
“Nah, dalam RUU semua pajak PPH dividen dihapuskan apabila dividen itu ditanamkan dalam investasi di Indonesia, baik dividen dalam atau luar negeri maka dia akan dibebaskan selama dia investasikan dalam wilayah NKRI,” tuturnya.
Lalu untuk PPh WPOP akan diterapkan dari rezim perpajakan world wide menjadi teritorial. “Artinya WNI atau WNA, akan menjadi wajib pajak di Indonesia tergantung berapa lama tinggal, cut off date 188 hari dan akan dikenakan rezim pajak teritorial,” pungkasnya.
(akr)