Pemerintah Setuju Tambah Anggaran Subsidi Rumah Sebesar Rp8,6 Triliun

Selasa, 17 September 2019 - 04:07 WIB
Pemerintah Setuju Tambah Anggaran Subsidi Rumah Sebesar Rp8,6 Triliun
Pemerintah Setuju Tambah Anggaran Subsidi Rumah Sebesar Rp8,6 Triliun
A A A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya setuju untuk menambah dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang akan habis Agustus ini. Tambahan ini merupakan permintaan dari tiga asosiasi pengembang perumahan, yaitu Real Estate Indonesia (REI), Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI), dan Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra).

"Tadi kami sampaikan bahwa untuk sampai akhir tahun, sebenarnya membutuhkan hampir 130.000 unit rumah FLPP yang perlu dana subsidi. Akan tetapi Kementerian PUPR sudah mengajukan ke Menteri Keuangan untuk unit hampir 80.000 yaitu sebesar Rp8,6 triliun," kata Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Menurut Soelaeman, tambahan dana subsidi sebesar Rp8,6 triliun, yang akan cair minggu depan atau maksimal 2 minggu ke depan itu, cukup untuk bisa mengambil nafas sampai November.

"Tentu ini adalah sebuah angin segar untuk para konsumen yang sudah mendambakan masuk ke rumah karena dengan KPR teman-teman semua juga bisa merealisasikan KPR-nya bagi konsumen-konsumen di seluruh Indonesia," sambung Soelaeman.

Menurut Ketua Umum REI itu, REI telah membangun rumah subsidi sebanyak 400.000 unit, Himperra 60.000, dan APERSI 150.000 unit. Sehingga kontribusi ketiga asosiasi itu secara keseluruhan sudah hampir 65% dari program sejuta rumah.

"Sehingga tadi kami sampaikan kepada Presiden Jokowi bahwa ini adalah peran kita swasta dalam membangun program rumah rakyat. Dan beliau sangat apresiasi terhadap kinerja para swasta ini," kata Soelaeman.

Soal Pajak, menurut Soelaeman, pihaknya memohon bagaimana caranya supaya industri properti ini cepat keluar dari krisis. Untuk itu, mereka mengusulkan beberapa hal terutama di kebijakan mengenai perpajakan.

"Kita berharap pemerintah tidak ada kebijakan baru di sektor perpajakan. Jadi tidak ada pajak progresif, tidak ada pajak laba ditahan, dan pajak PPH tetap final," ujarnya.

Dengan demikian, kata dia, secara psikologis akan membuat industri properti dan para pengembang bisa bekerja lebih tenang, karena tidak ada perubahan-perubahan strategi dan kebijakan di perusahaannya.

Menurut Soelaeman, Presiden Jokowi sangat concern sekali mengenai perizinan supaya industri properti, terutama pengembang-pengembang ini bisa bekerja lebih cepat dan lebih tenang. Ia menyebutkan, kalau melihat numerik dari angka-angka seperti bunga bank, dan lain-lain ini sebenarnya jauh lebih rendah dari pada saat booming properti 1994, tapi industri properti dengan numerik suku bunga yang rendah ini masih belum bergerak berarti ada hambatan psikologis.

"Hambatan psikologisnya kami sampaikan tadi bahwa kebijakan-kebijakan yang sifatnya bisa mengubah strategi pengembang menjadi menahan diri itu sebaiknya ditiadakan," terang Soelaeman.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.1251 seconds (0.1#10.140)