Pangkas Tengkulak, TBBM Pertamina Rewulu Inisiasi Program JAPANGMAS
A
A
A
JAKARTA - Salah satu tantangan utama petani di perdesaan adalah panjangnya mata rantai pengolahan dan distribusi gabah, akibat ulah tengkulak yang banyak mengambil keuntungan. Petani tidak punya kekuatan untuk menguasai mata rantai distribusi, karena tidak memiliki akses terhadap modal, teknologi dan juga pengetahuan yang cukup.
Akibatnya, harga jual gabah petani pada musim panen terkandang rendah akibat pasokan melimpah, sementara petani belum bisa secara mandiri mengolah gabah terlebih dahulu.
Hasil panen gabah petani setidaknya harus melalui lima rantai distribusi yaitu penebas, tengkulak, juragan, distributor dan warung untuk kemudian sampai kepada konsumen. Setiap mata rantai, tentu akan mengambil keuntungan masing-masing. Jika setiap mata rantai mengambil keuntungan 10–20% saja, maka harga pada tingkat konsumen akan melonjak 50-100% ditambah dengan ongkos produksi atau biaya operasional.
Kondisi ini salah satunya dirasakan bertahun-tahun oleh para petani di Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagai daerah lumbung pangan, masyarakat di desa ini mayoritas bekerja sebagai petani, baik petani padi, sayuran, maupun hortikultura.
Karena itu, TBBM Rewulu PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region IV menginisiasi Program Jaminan Pangan Masyarakat (JAPANGMAS). Program yang bertujuan membangun Desa Agribisnis Mandiri ini, diluncurkan di Rumah Produksi Benih Padi dan Kelompok Tani Boga Lestari, di Desa Argomulyo, pada 10 Mei 2018 lalu.
Operation Head Terminal BBM Rewulu Rahmad Febriadi mengatakan, untuk menyukseskan Desa Agribisnis Mandiri, Pertamina mengucurkan dana Rp200-300 juta per tahun. Program ini dijalankan dengan kolaborasi antara TBBM Rewulu, Joglo Tani dan kelompok tani Desa Argomulyo.
"Dana CSR tersebut, antara lain digunakan untuk pembangunan dan perluasan tempat penjemuran gabah, pembelian mesin giling padi, pengemasan beras hingga distribusi beras ke masyarakat," ujar Rahmad di Bantul, Kamis (19/9/2019).
Ketua Program JAPANGMAS Jakiman menerangkan bahwa para petani di Desa Argomulyo ingin mengolah hasil panen sendiri serta menjualnya kepada masyarakat secara langsung, agar mendapatkan pendapatan lebih dari pengolahan hasil panen. Sayangnya, mereka terkendala dengan peralatan, teknologi dan juga modal usaha.
"Karena itu, para petani umumnya langsung menjual kepada tengkulak. Apalagi, jika selama pengolahan sawah, memiliki utang kepada tengkulak atau juragan. Hasil panen terkadang langsung dijual di sawah, bahkan beberapa petani ada yang menjual padi dalam kondisi masih hijau atau dikenal dengan istilah ijon," lanjut Jakiman.
Dengan pengelolaan gabah secara mandiri oleh petani, seluruh keuntungan dari proses pengolahan dan distribusi yang sebelumnya diraup tengkulak dan juragan, kini sepenuhnya dinikmati para petani.
"Para petani bisa menikmati harga gabah sesuai harga pasar bahkan lebih tinggi 10%. Sementara harga jual beras, karena terpotongnya mata rantai distribusi tengkulak, juga menjadi lebih murah hingga 13%," tambah Jakiman. Saat ini, beras JAPANGMAS dijual dengan harga Rp8.700,00 per kg, sementara harga pasaran bisa mencapai Rp10.000 per kg.
Desa Agribisnis Mandiri, merupakan salah satu proyek percontohan TBBM Rewulu yang disinergikan dengan program CSR lainnya yakni Program Mandiri Benih, Program Pengembangan Kebun Bibit Tanaman Sayur dan Hortikultura serta Program Pembuatan Pupuk Organik bagi Kelompok Tani dan Masyarakat.
Program ini terus disinergikan dan dilaksanakan secara berkelanjutan, serta akan terus dikembangkan di desa lain yang menjadi sentra produksi pertanian. Hal ini sebagai upaya Pertamina meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar wilayah operasi. Program CSR yang berkelanjutan juga merupakan upaya TBBM Rewulu untuk mempertahankan dan meningkatkan Proper Emas yang telah diraih selama 6 tahun berturut-turut, sejak 2013-2018.
Akibatnya, harga jual gabah petani pada musim panen terkandang rendah akibat pasokan melimpah, sementara petani belum bisa secara mandiri mengolah gabah terlebih dahulu.
Hasil panen gabah petani setidaknya harus melalui lima rantai distribusi yaitu penebas, tengkulak, juragan, distributor dan warung untuk kemudian sampai kepada konsumen. Setiap mata rantai, tentu akan mengambil keuntungan masing-masing. Jika setiap mata rantai mengambil keuntungan 10–20% saja, maka harga pada tingkat konsumen akan melonjak 50-100% ditambah dengan ongkos produksi atau biaya operasional.
Kondisi ini salah satunya dirasakan bertahun-tahun oleh para petani di Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagai daerah lumbung pangan, masyarakat di desa ini mayoritas bekerja sebagai petani, baik petani padi, sayuran, maupun hortikultura.
Karena itu, TBBM Rewulu PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region IV menginisiasi Program Jaminan Pangan Masyarakat (JAPANGMAS). Program yang bertujuan membangun Desa Agribisnis Mandiri ini, diluncurkan di Rumah Produksi Benih Padi dan Kelompok Tani Boga Lestari, di Desa Argomulyo, pada 10 Mei 2018 lalu.
Operation Head Terminal BBM Rewulu Rahmad Febriadi mengatakan, untuk menyukseskan Desa Agribisnis Mandiri, Pertamina mengucurkan dana Rp200-300 juta per tahun. Program ini dijalankan dengan kolaborasi antara TBBM Rewulu, Joglo Tani dan kelompok tani Desa Argomulyo.
"Dana CSR tersebut, antara lain digunakan untuk pembangunan dan perluasan tempat penjemuran gabah, pembelian mesin giling padi, pengemasan beras hingga distribusi beras ke masyarakat," ujar Rahmad di Bantul, Kamis (19/9/2019).
Ketua Program JAPANGMAS Jakiman menerangkan bahwa para petani di Desa Argomulyo ingin mengolah hasil panen sendiri serta menjualnya kepada masyarakat secara langsung, agar mendapatkan pendapatan lebih dari pengolahan hasil panen. Sayangnya, mereka terkendala dengan peralatan, teknologi dan juga modal usaha.
"Karena itu, para petani umumnya langsung menjual kepada tengkulak. Apalagi, jika selama pengolahan sawah, memiliki utang kepada tengkulak atau juragan. Hasil panen terkadang langsung dijual di sawah, bahkan beberapa petani ada yang menjual padi dalam kondisi masih hijau atau dikenal dengan istilah ijon," lanjut Jakiman.
Dengan pengelolaan gabah secara mandiri oleh petani, seluruh keuntungan dari proses pengolahan dan distribusi yang sebelumnya diraup tengkulak dan juragan, kini sepenuhnya dinikmati para petani.
"Para petani bisa menikmati harga gabah sesuai harga pasar bahkan lebih tinggi 10%. Sementara harga jual beras, karena terpotongnya mata rantai distribusi tengkulak, juga menjadi lebih murah hingga 13%," tambah Jakiman. Saat ini, beras JAPANGMAS dijual dengan harga Rp8.700,00 per kg, sementara harga pasaran bisa mencapai Rp10.000 per kg.
Desa Agribisnis Mandiri, merupakan salah satu proyek percontohan TBBM Rewulu yang disinergikan dengan program CSR lainnya yakni Program Mandiri Benih, Program Pengembangan Kebun Bibit Tanaman Sayur dan Hortikultura serta Program Pembuatan Pupuk Organik bagi Kelompok Tani dan Masyarakat.
Program ini terus disinergikan dan dilaksanakan secara berkelanjutan, serta akan terus dikembangkan di desa lain yang menjadi sentra produksi pertanian. Hal ini sebagai upaya Pertamina meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar wilayah operasi. Program CSR yang berkelanjutan juga merupakan upaya TBBM Rewulu untuk mempertahankan dan meningkatkan Proper Emas yang telah diraih selama 6 tahun berturut-turut, sejak 2013-2018.
(fjo)