Mitra Binaan Terminal BBM Pertamina Boyolali Berdayakan Kaum Difabel
A
A
A
BOYOLALI - Workshop Sriekandi Patra, mitra binaan Terminal BBM Pertamina Boyolali mendorong pemberdayaan kaum difabel. Workshop yang berlokasi di Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Provinsi Jawa Tengah ini mempekerjakan lima orang difabel sebagai tenaga kerja terampil pembuat batik tulis.
"Sriekandi Patra menjual produk batik tulis yang dibuat langsung oleh kelompok difabel, dengan kain batik seharga Rp750 ribu per lembar, dan selendang dengan harga satuan Rp550 ribu. Batik ini dibuat menggunakan canting, kuas, malam, dan kompor listrik," ujar Community Development Officer TBBM Pertamina Boyolali Noor Azharul Fuad di Boyolali, Jumat(20/9/2019).
Sejak Mei 2018, penjualan batik Sriekandi Patra mencapai angka Rp50 juta, sementara penjualan dari Januari-Agustus 2019 mencapai Rp17 juta. Hasil dari penjualan ini dibagi untuk gaji anggota, modal, dan simpanan kas. Untuk mencanting satu kain selebar 2,5 meter, per anggota mendapatkan upah sebesar Rp100 ribu. Upah sebesar Rp100 ribu juga diberikan ketika mereka menggambar satu kain selebar 2,5 meter.
"Awalnya pada tahun 2016, kami melakukan social mapping di daerah ini untuk melihat potensi yang ada. Pada tahun 2018, kami memperoleh data bahwa terdapat 29 orang difabel di Desa Tawangsari, dan hanya 2 orang yang menempuh pendidikan," lanjut Noor.
Rata-rata difabel di desa ini adalah tunagrahita atau mereka yang memiliki keterbelakangan mental. Noor mengatakan bahwa usaha yang ditempuh Pertamina cukup sulit untuk meyakinkan warga bahwa anak-anak difabel ini bisa dibina dan diberi bimbingan serta bantuan. Pasalnya, masyarakat masih memandang bahwa kelompok difabel ini seperti aib, bahkan sebelumnya banyak anak difabel yang tidak diizinkan pergi keluar rumah.
"Semua berubah ketika kami mengajak seorang difabel warga sini yang bernama Yuni, atau akrabnya disapa Mbak Yuni. Dia mengidap cerebral palsy, yang membuatnya sulit untuk menggerakkan tangan dan kakinya," lanjut Noor. Pihak TBBM membawa Mbak Yuni ke Pusat Rehabilitas Yakkum di Yogyakarta, dan Mbak Yuni diberikan fasilitas alat bantu dan psikoterapi.
Menurut Noor, ternyata Yuni sangat terampil dalam membatik tulis menggunakan tangan kirinya. Dia sempat direkrut untuk bekerja di salah satu produsen batik di Yogyakarta, namun kembali pulang karena peduli terhadap para difabel di desanya.
Mbak Yuni kembali ke Desa Tawangsari untuk membina dan melatih para difabel yang ada untuk ikut membuat batik tulis. Kisah Mbak Yuni kemudian mengubah pandangan warga sekitar terhadap potensi yang dimiliki oleh para warga difabel, karena mereka yang tidak memiliki disabilitas merasa sulit untuk membuat batik ini.
Salah satu anggota dengan cerebral palsy, yakni Dharmawan(15), juga membuktikan keterampilannya dalam membuat batik tulis. Kemampuan para anggota difabel ini membuat warga kagum dan menyambut mereka dengan lebih positif.
Operation Head TBBM Pertamina Boyolali Mangku Hidayat mengatakan bahwa sejauh ini, Pertamina sudah menggelontorkan dana hingga Rp100 juta untuk membantu para difabel ini, khususnya yang memiliki masalah fisik. Bantuan yang diberikan berupa alat bantu jalan, psikoterapi, dan layanan lain yang diperlukan.
"Kami akan melatih mereka untuk menjadi entrepreneur, karena mereka tidak didampingi ijazah pendidikan. Dan kami berharap kedepannya akan ada variasi produk lain yang bisa dihasilkan, sehingga workshop ini bisa menjadi pusat edukasi para difabel nantinya," tutur Mangku.
"Sriekandi Patra menjual produk batik tulis yang dibuat langsung oleh kelompok difabel, dengan kain batik seharga Rp750 ribu per lembar, dan selendang dengan harga satuan Rp550 ribu. Batik ini dibuat menggunakan canting, kuas, malam, dan kompor listrik," ujar Community Development Officer TBBM Pertamina Boyolali Noor Azharul Fuad di Boyolali, Jumat(20/9/2019).
Sejak Mei 2018, penjualan batik Sriekandi Patra mencapai angka Rp50 juta, sementara penjualan dari Januari-Agustus 2019 mencapai Rp17 juta. Hasil dari penjualan ini dibagi untuk gaji anggota, modal, dan simpanan kas. Untuk mencanting satu kain selebar 2,5 meter, per anggota mendapatkan upah sebesar Rp100 ribu. Upah sebesar Rp100 ribu juga diberikan ketika mereka menggambar satu kain selebar 2,5 meter.
"Awalnya pada tahun 2016, kami melakukan social mapping di daerah ini untuk melihat potensi yang ada. Pada tahun 2018, kami memperoleh data bahwa terdapat 29 orang difabel di Desa Tawangsari, dan hanya 2 orang yang menempuh pendidikan," lanjut Noor.
Rata-rata difabel di desa ini adalah tunagrahita atau mereka yang memiliki keterbelakangan mental. Noor mengatakan bahwa usaha yang ditempuh Pertamina cukup sulit untuk meyakinkan warga bahwa anak-anak difabel ini bisa dibina dan diberi bimbingan serta bantuan. Pasalnya, masyarakat masih memandang bahwa kelompok difabel ini seperti aib, bahkan sebelumnya banyak anak difabel yang tidak diizinkan pergi keluar rumah.
"Semua berubah ketika kami mengajak seorang difabel warga sini yang bernama Yuni, atau akrabnya disapa Mbak Yuni. Dia mengidap cerebral palsy, yang membuatnya sulit untuk menggerakkan tangan dan kakinya," lanjut Noor. Pihak TBBM membawa Mbak Yuni ke Pusat Rehabilitas Yakkum di Yogyakarta, dan Mbak Yuni diberikan fasilitas alat bantu dan psikoterapi.
Menurut Noor, ternyata Yuni sangat terampil dalam membatik tulis menggunakan tangan kirinya. Dia sempat direkrut untuk bekerja di salah satu produsen batik di Yogyakarta, namun kembali pulang karena peduli terhadap para difabel di desanya.
Mbak Yuni kembali ke Desa Tawangsari untuk membina dan melatih para difabel yang ada untuk ikut membuat batik tulis. Kisah Mbak Yuni kemudian mengubah pandangan warga sekitar terhadap potensi yang dimiliki oleh para warga difabel, karena mereka yang tidak memiliki disabilitas merasa sulit untuk membuat batik ini.
Salah satu anggota dengan cerebral palsy, yakni Dharmawan(15), juga membuktikan keterampilannya dalam membuat batik tulis. Kemampuan para anggota difabel ini membuat warga kagum dan menyambut mereka dengan lebih positif.
Operation Head TBBM Pertamina Boyolali Mangku Hidayat mengatakan bahwa sejauh ini, Pertamina sudah menggelontorkan dana hingga Rp100 juta untuk membantu para difabel ini, khususnya yang memiliki masalah fisik. Bantuan yang diberikan berupa alat bantu jalan, psikoterapi, dan layanan lain yang diperlukan.
"Kami akan melatih mereka untuk menjadi entrepreneur, karena mereka tidak didampingi ijazah pendidikan. Dan kami berharap kedepannya akan ada variasi produk lain yang bisa dihasilkan, sehingga workshop ini bisa menjadi pusat edukasi para difabel nantinya," tutur Mangku.
(fjo)