Anggaran Rumah Subsidi Terbatas, Program Sejuta Rumah Dinilai Tidak Serius
A
A
A
JAKARTA - Kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat menengah berpenghasilan rendah (MBR) terus meningkat. Ini terlihat dari terserapnya anggaran pembiayaan rumah subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan, realisasi FLPP sejak Januari hingga Mei 2019 sudah mencapai Rp3,9 triliun atau 53,3% dari total anggaran FLPP yang ditetapkan tahun ini, sebesar Rp7,1 triliun. Anggaran ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu Rp5,8 triliun, yang akan membiayai rumah sebanyak 68.858 unit.
Meskipun anggaran FLPP meningkat namun anggaran subsidi selisih bunga (SSB)menurun, dari 225.000 unit tahun 2018 menjadi 100.000 unit di tahun 2019. Dengan demikian, maka secara total anggaran tahun 2019 lebih rendah 37% dibandingkan anggaran tahun 2018.
Indonesia Property Watch (IPW) menyayangkan rendahnya anggaran untuk subsidi perumahan, ditengah permintaan rumah subsidi yang terus meningkat. Tahun 2018 saja, Bank BTN telah merealisasikan penyaluran subsidi sebanyak 230.000 unit.
Dengan anggaran yang lebih rendah saat ini, maka banyak permintaan yang tidak dapat terealisasi. Hal ini juga tergambar dari pesatnya tingkat realisasi penyaluran rumah subsidi, baik melalui FLPP per Mei 2019 yang diperkirakan berada di angka 100.900 unit, dengan dominasi penyaluran melalui Bank BTN sebesar 79%.
Saat ini, dipastikan anggaran kuota FLPP telah habis dan banyak pengembang rumah sederhana yang bersiap untuk menghentikan pembangunan rumah bersubsidi. Untuk menyiasati habisnya kuota, pengembang masih dapat memindahkan ke skema Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) meskipun kuotanya juga tidak banyak.
"Hal ini akan membebani cashflow perusahaan pengembang rumah subsidi. Pembangunan rumah subsidi pun relatif akan tersendat atau bahkan terhenti, ujar CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, Jumat (20/9/2019).
Sementara itu, anggaran Kementerian PUPR tahun 2020 akan dialokasikan pada pembangunan infrastruktur sumber daya air sebesar Rp43,97 triliun, konektivitas Rp42,95 triliun, permukiman Rp22 triliun, perumahan Rp8,48 triliun, pengembangan sumber daya manusia Rp525,2 miliar, pembinaan konstruksi Rp725 miliar, pembiayaan infrastruktur Rp263,8 miliar dan dukungan manajemen, pengawasan serta pengembangan inovasi sebesar Rp1,08 triliun.
Anggaran untuk perumahan dimaksud tersebut tidak termasuk anggaran subsidi KPR Sejahtera yang digulirkan pemerintah melalui program FLPP. Saat ini, anggaran untuk FLPP masih dalam pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat. Ketidakpastian anggaran FLPP membuat para pengembang menjadi resah dengan harapan kuota FLPP ditingkatkan.
Dari total pagu anggaran perumahan senilai Rp8,48 triliun, separuhnya yakni Rp4,36 triliun akan digunakan untuk pengentasan rumah tidak layak huni masyarakat miskin yang tersebar di seluruh Indonesia melalui Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang dikenal dengan Bedah Rumah.
Sementara itu, Kementerian PUPR mengklaim bahwa pembangunan Program Sejuta Rumah sampai dengan akhir Agustus 2019 telah mencapai 847.611 unit. Capaian Program Sejuta Rumah tersebut merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengembang, CSR perusahaan, dan masyarakat secara swadaya.
Ali Tranghanda merasa prihatin, disaat para pengembang rumah sederhana yang didorong untuk membantu pembangunan rumah subsidi namun ternyata terabaikan dengan ketidaksiapan anggaran. "Apakah pemerintah serius melaksanakan Program Sejuta Rumah?," tanyanya.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan, realisasi FLPP sejak Januari hingga Mei 2019 sudah mencapai Rp3,9 triliun atau 53,3% dari total anggaran FLPP yang ditetapkan tahun ini, sebesar Rp7,1 triliun. Anggaran ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu Rp5,8 triliun, yang akan membiayai rumah sebanyak 68.858 unit.
Meskipun anggaran FLPP meningkat namun anggaran subsidi selisih bunga (SSB)menurun, dari 225.000 unit tahun 2018 menjadi 100.000 unit di tahun 2019. Dengan demikian, maka secara total anggaran tahun 2019 lebih rendah 37% dibandingkan anggaran tahun 2018.
Indonesia Property Watch (IPW) menyayangkan rendahnya anggaran untuk subsidi perumahan, ditengah permintaan rumah subsidi yang terus meningkat. Tahun 2018 saja, Bank BTN telah merealisasikan penyaluran subsidi sebanyak 230.000 unit.
Dengan anggaran yang lebih rendah saat ini, maka banyak permintaan yang tidak dapat terealisasi. Hal ini juga tergambar dari pesatnya tingkat realisasi penyaluran rumah subsidi, baik melalui FLPP per Mei 2019 yang diperkirakan berada di angka 100.900 unit, dengan dominasi penyaluran melalui Bank BTN sebesar 79%.
Saat ini, dipastikan anggaran kuota FLPP telah habis dan banyak pengembang rumah sederhana yang bersiap untuk menghentikan pembangunan rumah bersubsidi. Untuk menyiasati habisnya kuota, pengembang masih dapat memindahkan ke skema Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) meskipun kuotanya juga tidak banyak.
"Hal ini akan membebani cashflow perusahaan pengembang rumah subsidi. Pembangunan rumah subsidi pun relatif akan tersendat atau bahkan terhenti, ujar CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, Jumat (20/9/2019).
Sementara itu, anggaran Kementerian PUPR tahun 2020 akan dialokasikan pada pembangunan infrastruktur sumber daya air sebesar Rp43,97 triliun, konektivitas Rp42,95 triliun, permukiman Rp22 triliun, perumahan Rp8,48 triliun, pengembangan sumber daya manusia Rp525,2 miliar, pembinaan konstruksi Rp725 miliar, pembiayaan infrastruktur Rp263,8 miliar dan dukungan manajemen, pengawasan serta pengembangan inovasi sebesar Rp1,08 triliun.
Anggaran untuk perumahan dimaksud tersebut tidak termasuk anggaran subsidi KPR Sejahtera yang digulirkan pemerintah melalui program FLPP. Saat ini, anggaran untuk FLPP masih dalam pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat. Ketidakpastian anggaran FLPP membuat para pengembang menjadi resah dengan harapan kuota FLPP ditingkatkan.
Dari total pagu anggaran perumahan senilai Rp8,48 triliun, separuhnya yakni Rp4,36 triliun akan digunakan untuk pengentasan rumah tidak layak huni masyarakat miskin yang tersebar di seluruh Indonesia melalui Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang dikenal dengan Bedah Rumah.
Sementara itu, Kementerian PUPR mengklaim bahwa pembangunan Program Sejuta Rumah sampai dengan akhir Agustus 2019 telah mencapai 847.611 unit. Capaian Program Sejuta Rumah tersebut merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengembang, CSR perusahaan, dan masyarakat secara swadaya.
Ali Tranghanda merasa prihatin, disaat para pengembang rumah sederhana yang didorong untuk membantu pembangunan rumah subsidi namun ternyata terabaikan dengan ketidaksiapan anggaran. "Apakah pemerintah serius melaksanakan Program Sejuta Rumah?," tanyanya.
(ven)