BI Terus Kampanyekan QRIS untuk Percepat Inklusi Keuangan
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan akan terus mengampanyekan penggunaan QR code Indonesian Standard (QRIS) untuk mempercepat inklusi keuangan dan ekonomi di Tanah Air.
Seperti diketahui, QRIS telah diluncurkan pada 17 Agustus 2019 dan akan mulai diterapkan secara menyeluruh pada tanggal 1 Januari 2020.
"Kampanye penggunaan QRIS akan dilakukan dan sekarang sudah berlangsung. Antara lain bagaimana QRIS itu akan dibuat segmen utama, di dunia perseroan terbatas (PT), mahasiswa dan juga pasar pasar tradisional seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)," kata Perry di sela acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Senin (23/9/2019).
QRIS atau standar Quick Response (QR) Code dapat digunakan untuk pembayaran melalui aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik, atau mobile banking. QRIS dihubungkan dengan merchant atau dengan fintech perbankan, sehingga hal ini akan mempercepat inklusi ekonomi dan keuangan di Indonesia.
Menurut Perry, visi BI dalam sistem pembayaran 2025 yakni bagaimana sistem pembayaran di Indonesia terintegrasi dalam sistem keuangan secara end to end process.
Adapun salah satu inovasi dan stabilisasi yang selalu diperhatikan yakni BI mengubah pendekatan sandbox yang selama ini regulatory approach menjadi development approach.
"Apa artinya? Selama ini BI lebih banyak menunggu usaha-usaha rintisan atau stratup yang mengajukan izin khususnya terkait sistem pembayaran. Ini kita rombak. Melalui visi 2025 kita pakai development approach, artinya kita bergandengan tangan dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asosiasi, dan juga dunia usaha untuk mengembangkan startup secara bersama," jelas Perry.
Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 digelar atas kolaborasi Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) bekerja sama dengan BI dan OJK. Ajang yang dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution ini dihadiri oleh sekitar 5.500 peserta dan diisi dengan diskusi panel selama dua hari, yakni 23-24 September 2019.
"Diskusi panel ini diisi oleh para pelaku dan pejabat pembuat kepentingan. Ini adalah wujud komitken bersama antara pemerintah, regulator seperti BI dan OJK, pelaku usaha yaitu asosiasi fintech, dan juga masyarakat pemerhati maupun yang sangat tertarik mengembangkan ekonomi dan keuangan digital," beber Perry.
BI berkomitmen untuk memajukan ekonomi keuangan digital di Indonesia, khususnya bagaimana ekonomi keuangan digital meningkatkan inklusi keuangan dan inklusi ekonomi.
"Inklusi keuangan adalah bagaimana masyarakat kita yang selama ini belum tersentuh dunia keuangan bisa tersentuh untuk dunia keuangan," katanya.
Seperti diketahui, QRIS telah diluncurkan pada 17 Agustus 2019 dan akan mulai diterapkan secara menyeluruh pada tanggal 1 Januari 2020.
"Kampanye penggunaan QRIS akan dilakukan dan sekarang sudah berlangsung. Antara lain bagaimana QRIS itu akan dibuat segmen utama, di dunia perseroan terbatas (PT), mahasiswa dan juga pasar pasar tradisional seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)," kata Perry di sela acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Senin (23/9/2019).
QRIS atau standar Quick Response (QR) Code dapat digunakan untuk pembayaran melalui aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik, atau mobile banking. QRIS dihubungkan dengan merchant atau dengan fintech perbankan, sehingga hal ini akan mempercepat inklusi ekonomi dan keuangan di Indonesia.
Menurut Perry, visi BI dalam sistem pembayaran 2025 yakni bagaimana sistem pembayaran di Indonesia terintegrasi dalam sistem keuangan secara end to end process.
Adapun salah satu inovasi dan stabilisasi yang selalu diperhatikan yakni BI mengubah pendekatan sandbox yang selama ini regulatory approach menjadi development approach.
"Apa artinya? Selama ini BI lebih banyak menunggu usaha-usaha rintisan atau stratup yang mengajukan izin khususnya terkait sistem pembayaran. Ini kita rombak. Melalui visi 2025 kita pakai development approach, artinya kita bergandengan tangan dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asosiasi, dan juga dunia usaha untuk mengembangkan startup secara bersama," jelas Perry.
Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 digelar atas kolaborasi Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) bekerja sama dengan BI dan OJK. Ajang yang dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution ini dihadiri oleh sekitar 5.500 peserta dan diisi dengan diskusi panel selama dua hari, yakni 23-24 September 2019.
"Diskusi panel ini diisi oleh para pelaku dan pejabat pembuat kepentingan. Ini adalah wujud komitken bersama antara pemerintah, regulator seperti BI dan OJK, pelaku usaha yaitu asosiasi fintech, dan juga masyarakat pemerhati maupun yang sangat tertarik mengembangkan ekonomi dan keuangan digital," beber Perry.
BI berkomitmen untuk memajukan ekonomi keuangan digital di Indonesia, khususnya bagaimana ekonomi keuangan digital meningkatkan inklusi keuangan dan inklusi ekonomi.
"Inklusi keuangan adalah bagaimana masyarakat kita yang selama ini belum tersentuh dunia keuangan bisa tersentuh untuk dunia keuangan," katanya.
(ind)