Kenaikan Cukai di Atas Ambang Batas Rugikan Petani Tembakau

Selasa, 24 September 2019 - 22:02 WIB
Kenaikan Cukai di Atas...
Kenaikan Cukai di Atas Ambang Batas Rugikan Petani Tembakau
A A A
JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikkan cukai sebesar 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) sebesar 35% merupakan kabar buruk bagi petani tembakau, dan buruh rokok kretek. Ketua Dewan Pakar Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI), Hasan Aoni Aziz berpendapat, kenaikan cukai yang tinggi pasti akan menurunkan konsumsi. Apalagi, kenaikannya di atas ambang daya beli masyarakat.

Menurutnya kalau rata-rata dalam 5 tahun ini, kenaikan cukai pada angka 1 digit. Paling tinggi itu kadang-kadang ada beberapa di 10%. Tetapi rata-rata ada di angka 1 digit. “Nah, ini terjadi kenaikan 23%, kenaikan 2 digit dan ini pasti akan memiliki dampak. Dampaknya adalah konsumsi yang menurun. Apabila konsumsi menurun maka pembelian tembakau pasti juga akan menurun,” kata Hasan dalam keterangan tertulis, Selasa (24/9/2019).

Apalagi, lanjut dia, keputusan tersebut dilaunching pada saat akan memasuki tahap pembelian tembakau. Hal ini pasti memiliki efek pada pabrik-pabrik yang akan menunggu untuk pembelian. Karena seperti apa nanti keputusannya?. “Karena belum keluar simulasi dalam Peraturan Menteri Keuangan, sementara baru pengumuman. Ini pasti akan tinggi. Ini dampak pertama yang akan dialami,” imbuhnya.

Dampak kedua, menurut pendiri Omah Dongeng Muria (ODM) Kudus itu, selain tembakau, serapan cengkeh pasti akan menurun. Dampak ketiga, kenaikan cukai di atas ambang daya beli, itu pasti akan menaikkan rokok ilegal yang sangat tinggi. “Rokok ilegal itu terjadi dimanapun, di dunia. Ini rumus,” tegasnya.

Hasan menepis anggapan yang menyatakan bahwa harga rokok inelastis, naik berapa saja pasti laku dengan asumsi karena orang candu. Menurutnya hal itu tidak benar. Lantas, Hasan mencontohkan peristiwa tahun 2013, tren menunjukkan terjadi penurunan produksi, dari 245 miliar batang per tahun, turun menjadi 242 miliar batang per tahun.

“Jadi ini akan menurunkan konsumsi sekaligus akan menaikkan tingkat rokok ilegal. Dengan demikian, sebetulnya, tingkat konsumsi totalnya antara ilegal dengan legal itu pasti tetap naik,” katanya.

Merujuk data MPKKI, pada tahun 2010-2012 menunjukkan rokok ilegal paling tinggi itu di New York, Amerika Serikat, karena negara tersebut menaikkan tarif cukai 60% dari harga rokok dan paling tinggi di dunia. Disusul, negeri jiran Malaysia juga mengalami fase tersebut, dimana negara tersebut menaikkan cukai rokok 40% lalu kenaikan rokok ilegalnya menjadi 60%. Ini sudah teori umum.

Mari kita lihat apakah ada penerimaan dari sektor lain yang turun kemudian digenjot dari penerimaan cukai? Hasan bilang, kita punya pengalaman pada tahun 2003 kenaikan cukai naik dua kali. Apa yang terjadi? Target penerimaan cukai tidak tercapai. “Ini menunjukkan bahwa, kenaikan cukai yang tinggi di atas ambang batas tingkat daya beli masyarakat itu tidak akan bisa tercapai. Ini sudah pasti,” terang dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0787 seconds (0.1#10.140)