PNBP Frekuensi Radio Tembus Rp14,2 Triliun
A
A
A
BOGOR - Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari spektrum frekuensi radio hingga saat ini mencapai Rp14,2 triliun. Jumlah itu sekitar 95% dari target tahun ini yang ditetapkan Rp14,884 triliun.
PNBP dari spektrum frekuensi radio tersebut dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Alhamdulillah hingga saat ini kami telah membukukan pendapatan PNBP sebesar Rp14,2 triliun dari target tahun ini Rp14,884 triliun. Kami optimistis hingga akhir tahun ini bisa mencapai target, bahkan bisa lebih,” ujar Dirjen SDPPI Ismail di sela acara Innovations of Frequency and Standardization Festival (IFaS-Fest) 2019 di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Menurutnya, jumlah PNBP sebanyak itu sekitar 80%-nya berasal dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi kakap. Perusahaan tersebut di antaranya adalah Telkomsel, Indosat dan XL.
Ismail mengaku mendapat PNBP sebanyak itu bukanlah merupakan kebanggaan. Karena yang menjadi tujuan utama dari pemanfaatan sumber daya alam terbatas tersebut bisa dioptimalkan oleh masyarakat dalam pengembangan industri teknologi informasi dan komunikasi di dalam negeri.
Karena itu, lanjut Ismail, PNBP tersebut harus dikelola dengan baik. “Artinya seluruh proses penerimaan sampai pemanfaatannya itu transparan, akuntabel dan tidak terjadi kebocoran. Itu yang menjadi target kami,” katanya.
Untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran PNBP, Ditjen SDPPI telah mengembangkan sistem house to house. Dengan sistem ini, kata Ismail, PNBP dari perusahaan atau pihak yang menggunakan spektrum frekuensi radio langsung membayar ke kas negara. “Jadi itulah caranya kita untuk menghindari kebocoran tersebut,” kata Ismail.
Kepala Bagian Keuangan Ditjen SDPPI Supriyanto menambahkan realisasi PNBP Ditjen SDPPI tahun lalu mencapai sekitar Rp16 triliun. Jumlah tersebut melebihi yang ditargetkan sebesar Rp14,2 triliun. Karena itu pihaknya optimistis target PNBP tahun ini juga bisa melampaui target.
Beberapa faktor pemicu akan meningkatnya perolehan PNBP ini antara lain karena pertumbuhan penggunaan spektrum frekuensi radio masih tinggi. Selain itu juga karena Izin Stasiun Radio (ISR) juga tumbuh. “Ini seiring dengan penertiban radio ilegal,” kata Supriyanto.
Walaupun mencatatkan prestasi yang gemilang, namun Ditjen SDPPI masih memiliki pekerjaan rumah lantaran masih adanya pengguna spektrum frekuensi belum atau tidak membayar kewajibannya. Tercatat hingga kini masih ada sekitar Rp1 triliun PNBP spektrum frekuensi radio yang belum tertagih.
Supriyanto menjelaskan pihak yang belum atau tidak membayar kewajiban PNBP tersebut karena perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi. Bagi perusahaan yang tidak membayar kewajibannya tersebut, oleh Ditjen SDPPI dilimpahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
“Sebelum dilimpahkan ke PUPN, kami telah lakukan tiga kali penagihan. Bila tidak juga membayar, baru kita limpahkan ke PUPN. Jadi yang sekitar Rp1 triliun tersebut sekarang (menjadi tanggungjawab) PUPN,” kata Supriyanto.
Pembenahan Radio Pelayaran Rakyat
Dalam kesempatan tersebut Dirjen SDPPI Ismail mengatakan pihaknya telah menetapkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di delapan provinsi untuk menjadi pilot project pembenahan penggunaan spektrum frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi yang digunakan pada sektor pelayanan rakyat.
Di sektor pelayaran rakyat ada sekitar 100.000 nelayan yang menggunakan spektrum frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga berpotensi menimbulkan gangguan (interferensi) terhadap komunikasi radio penerbangan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membenahi penggunaan spektrum frekuensi radio di sektor pelayaran rakyat.
Pembenahan ini telah dilakukan Ditjen SDPPI dengan berbagai upaya, antara lain bimbingan teknis, sosialisasi, dan pelayanan jemput bola yang untuk tahap pertama dilakukan di delapan UPT.
“Kedelapan provinsi tersebut di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Kita fokus dulu di daerah-daerah yang banyak nelayannya,” katanya. (Sudarsono)
PNBP dari spektrum frekuensi radio tersebut dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Alhamdulillah hingga saat ini kami telah membukukan pendapatan PNBP sebesar Rp14,2 triliun dari target tahun ini Rp14,884 triliun. Kami optimistis hingga akhir tahun ini bisa mencapai target, bahkan bisa lebih,” ujar Dirjen SDPPI Ismail di sela acara Innovations of Frequency and Standardization Festival (IFaS-Fest) 2019 di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Menurutnya, jumlah PNBP sebanyak itu sekitar 80%-nya berasal dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi kakap. Perusahaan tersebut di antaranya adalah Telkomsel, Indosat dan XL.
Ismail mengaku mendapat PNBP sebanyak itu bukanlah merupakan kebanggaan. Karena yang menjadi tujuan utama dari pemanfaatan sumber daya alam terbatas tersebut bisa dioptimalkan oleh masyarakat dalam pengembangan industri teknologi informasi dan komunikasi di dalam negeri.
Karena itu, lanjut Ismail, PNBP tersebut harus dikelola dengan baik. “Artinya seluruh proses penerimaan sampai pemanfaatannya itu transparan, akuntabel dan tidak terjadi kebocoran. Itu yang menjadi target kami,” katanya.
Untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran PNBP, Ditjen SDPPI telah mengembangkan sistem house to house. Dengan sistem ini, kata Ismail, PNBP dari perusahaan atau pihak yang menggunakan spektrum frekuensi radio langsung membayar ke kas negara. “Jadi itulah caranya kita untuk menghindari kebocoran tersebut,” kata Ismail.
Kepala Bagian Keuangan Ditjen SDPPI Supriyanto menambahkan realisasi PNBP Ditjen SDPPI tahun lalu mencapai sekitar Rp16 triliun. Jumlah tersebut melebihi yang ditargetkan sebesar Rp14,2 triliun. Karena itu pihaknya optimistis target PNBP tahun ini juga bisa melampaui target.
Beberapa faktor pemicu akan meningkatnya perolehan PNBP ini antara lain karena pertumbuhan penggunaan spektrum frekuensi radio masih tinggi. Selain itu juga karena Izin Stasiun Radio (ISR) juga tumbuh. “Ini seiring dengan penertiban radio ilegal,” kata Supriyanto.
Walaupun mencatatkan prestasi yang gemilang, namun Ditjen SDPPI masih memiliki pekerjaan rumah lantaran masih adanya pengguna spektrum frekuensi belum atau tidak membayar kewajibannya. Tercatat hingga kini masih ada sekitar Rp1 triliun PNBP spektrum frekuensi radio yang belum tertagih.
Supriyanto menjelaskan pihak yang belum atau tidak membayar kewajiban PNBP tersebut karena perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi. Bagi perusahaan yang tidak membayar kewajibannya tersebut, oleh Ditjen SDPPI dilimpahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
“Sebelum dilimpahkan ke PUPN, kami telah lakukan tiga kali penagihan. Bila tidak juga membayar, baru kita limpahkan ke PUPN. Jadi yang sekitar Rp1 triliun tersebut sekarang (menjadi tanggungjawab) PUPN,” kata Supriyanto.
Pembenahan Radio Pelayaran Rakyat
Dalam kesempatan tersebut Dirjen SDPPI Ismail mengatakan pihaknya telah menetapkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di delapan provinsi untuk menjadi pilot project pembenahan penggunaan spektrum frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi yang digunakan pada sektor pelayanan rakyat.
Di sektor pelayaran rakyat ada sekitar 100.000 nelayan yang menggunakan spektrum frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga berpotensi menimbulkan gangguan (interferensi) terhadap komunikasi radio penerbangan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membenahi penggunaan spektrum frekuensi radio di sektor pelayaran rakyat.
Pembenahan ini telah dilakukan Ditjen SDPPI dengan berbagai upaya, antara lain bimbingan teknis, sosialisasi, dan pelayanan jemput bola yang untuk tahap pertama dilakukan di delapan UPT.
“Kedelapan provinsi tersebut di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Kita fokus dulu di daerah-daerah yang banyak nelayannya,” katanya. (Sudarsono)
(nfl)