Diberhentikan Sementara, Ini Pembelaan Dirut Bank Sulselbar
A
A
A
JAKARTA - Dewan Komisaris PT Bank Sulselbar memberikan Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara kepada Direktur Utama Bank Sulselbar Andi Muhammad Rahmat pada 3 Oktober 2019 lalu. Andi menduga, penyebab pemberhentian itu adalah karena kenaikan kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) sehingga persentasenya menjadi 1,2%.
Andi mengaku, sebelumnya para pemegang saham berupaya untuk memberhentikan dirinya melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Hanya saja, kata dia, selalu terkendala proses administrasi dan adanya beberapa tahapan dan mekanisme yang tidak terpenuhi seperti tidak adanya hak jawab atau pembelaan.
"Sudah dua kali RUPSLB dilakukan, namun belum tuntas karena adanya beberapa hambatan dan pelanggaran terhadap UU PT (Undang-Undang Perseroan Terbatas). Akhirnya, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, selaku pemegang saham pengendali mengambil menginstruksikan Dewan Komisaris untuk mengambil cara memberhentikan sementara," ungkap Andi Rahmat melalui keterangan tertulis, Jumat (4/10/2019).
Mekanisme untuk pemberhentian sementara direksi perseroan oleh dewan komisaris, kata dia, memang diatur dalam pasal 106 UU PT. Namun, hal itu dapat dilakukan apabila ada alasan terdapat kegentingan atau permasalahan pelanggaran atau kerugian perseroan yang tidak dapat dihindari lagi.
"Tapi, alasan pemberhentian sementara saya tidak berdasar dan terkesan mengada-ada, yakni dikarenakan alasan kenaikan NPL dan persentase pertumbuhan kredit produktif yang tidak sesuai harapan pemegang saham pengendali. Justru sekarang kami dalam kondisi yang sehat dan bagus, hal ini dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang kami terima atas peningkatan kinerja perseroan bahkan persentase NPL pun masih 1,2% jauh di bawah ambang batas ketentuan regulator yaitu maksimal 5%," tegasnya.
Menurut Andi, ada pula alasan lain pemberhentiannya yang tidak ditetapkan pemegang saham dalam RUPSLB sebelumnya yaitu masalah penempatan reksa dana pada PT Sun Prima sebesar Rp10 miliar. Namun, kata dia, hal itu tak hanya dialami Bank Sulselbar, akan tetapi beberapa bank besar swasta dan pemerintah, beberapa BPD, dan Dana Pensiun (DPLK) lembaga keuangan/perbankan lainnya.
Permasalahan tersebut saat ini sementara dalam proses hukum (PKPU/Kepailitan) guna mengembalikan kerugian bank. Dia menambahkan, permasalahan tersebut juga terjadi pada 2018 lalu.
"Tapi bank telah mengantisipasi dengan melakukan pencadangan atas risiko kerugian tersebut. Bahkan, pihak OJK tidak mempermasalahkan kejadian itu dalam hasil pemeriksaannya tahun lalu dan tahun ini," jelas dia.
Alasan lainnya, sambung dia, adalah kebijakan perhitungan CKPN yang terdapat perbedaan metode perhitungan yaitu Individual Imparment dan Kolektif Inparment. Namun, kebijakan tersebut menurutnya telah diatur dalam keputusan direksi dan telah diputuskan bahwa hal itu bukanlah suatu yang genting atau merugikan bank.
"Karena itu, apabila keputusan Dewan Komisaris tetap dilanjutkan, maka kami berharap ada hak jawab atau ruang yang diberikan untuk melakukan pembelaan dalam RUPSLB, agar kami dapat menjelaskan dan memberikan tanggapan atas alasan-alasan pemberhentian itu sehingga ada perlakuan adil dan transparan," harapnya.
Andi menambahkan, hak jawab tersebut wajib diberikan karena telah diatur dalam pasal 106 UU PT. Dia juga berharap OJK selaku lembaga katalisator dan pengawas perbankan turun tangan terkait adanya pelanggaran kebijakan tersebut agar terwujud tata kelola perusahaan yang baik dan sehat dalam tubuh organisasi PT Bank Sulselbar.
Andi mengaku, sebelumnya para pemegang saham berupaya untuk memberhentikan dirinya melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Hanya saja, kata dia, selalu terkendala proses administrasi dan adanya beberapa tahapan dan mekanisme yang tidak terpenuhi seperti tidak adanya hak jawab atau pembelaan.
"Sudah dua kali RUPSLB dilakukan, namun belum tuntas karena adanya beberapa hambatan dan pelanggaran terhadap UU PT (Undang-Undang Perseroan Terbatas). Akhirnya, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, selaku pemegang saham pengendali mengambil menginstruksikan Dewan Komisaris untuk mengambil cara memberhentikan sementara," ungkap Andi Rahmat melalui keterangan tertulis, Jumat (4/10/2019).
Mekanisme untuk pemberhentian sementara direksi perseroan oleh dewan komisaris, kata dia, memang diatur dalam pasal 106 UU PT. Namun, hal itu dapat dilakukan apabila ada alasan terdapat kegentingan atau permasalahan pelanggaran atau kerugian perseroan yang tidak dapat dihindari lagi.
"Tapi, alasan pemberhentian sementara saya tidak berdasar dan terkesan mengada-ada, yakni dikarenakan alasan kenaikan NPL dan persentase pertumbuhan kredit produktif yang tidak sesuai harapan pemegang saham pengendali. Justru sekarang kami dalam kondisi yang sehat dan bagus, hal ini dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang kami terima atas peningkatan kinerja perseroan bahkan persentase NPL pun masih 1,2% jauh di bawah ambang batas ketentuan regulator yaitu maksimal 5%," tegasnya.
Menurut Andi, ada pula alasan lain pemberhentiannya yang tidak ditetapkan pemegang saham dalam RUPSLB sebelumnya yaitu masalah penempatan reksa dana pada PT Sun Prima sebesar Rp10 miliar. Namun, kata dia, hal itu tak hanya dialami Bank Sulselbar, akan tetapi beberapa bank besar swasta dan pemerintah, beberapa BPD, dan Dana Pensiun (DPLK) lembaga keuangan/perbankan lainnya.
Permasalahan tersebut saat ini sementara dalam proses hukum (PKPU/Kepailitan) guna mengembalikan kerugian bank. Dia menambahkan, permasalahan tersebut juga terjadi pada 2018 lalu.
"Tapi bank telah mengantisipasi dengan melakukan pencadangan atas risiko kerugian tersebut. Bahkan, pihak OJK tidak mempermasalahkan kejadian itu dalam hasil pemeriksaannya tahun lalu dan tahun ini," jelas dia.
Alasan lainnya, sambung dia, adalah kebijakan perhitungan CKPN yang terdapat perbedaan metode perhitungan yaitu Individual Imparment dan Kolektif Inparment. Namun, kebijakan tersebut menurutnya telah diatur dalam keputusan direksi dan telah diputuskan bahwa hal itu bukanlah suatu yang genting atau merugikan bank.
"Karena itu, apabila keputusan Dewan Komisaris tetap dilanjutkan, maka kami berharap ada hak jawab atau ruang yang diberikan untuk melakukan pembelaan dalam RUPSLB, agar kami dapat menjelaskan dan memberikan tanggapan atas alasan-alasan pemberhentian itu sehingga ada perlakuan adil dan transparan," harapnya.
Andi menambahkan, hak jawab tersebut wajib diberikan karena telah diatur dalam pasal 106 UU PT. Dia juga berharap OJK selaku lembaga katalisator dan pengawas perbankan turun tangan terkait adanya pelanggaran kebijakan tersebut agar terwujud tata kelola perusahaan yang baik dan sehat dalam tubuh organisasi PT Bank Sulselbar.
(fjo)