Aturan Kemasan Polos untuk Industri Mamin dan Tembakau Masih jauh

Rabu, 09 Oktober 2019 - 17:56 WIB
Aturan Kemasan Polos untuk Industri Mamin dan Tembakau Masih jauh
Aturan Kemasan Polos untuk Industri Mamin dan Tembakau Masih jauh
A A A
JAKARTA - Pelaku usaha sektor industri hasil tembakau dan industri makanan dan minuman (mamin) tengah dihadapi kekhawatiran diberlakukannya aturan mengenai standardisasi kemasan polos atau plain packaging. Namun, pemerintah memastikan masih akan melakukan kajian lebih lanjut sebelum menerapkan aturan tersebut.Kasubdit Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Mogadishu Djati Ertanto mengatakan, pemerintah belum akan melakukan standardisasi plain packaging dalam waktu dekat. Pasalnya, kedua sektor industri tersebut memiliki porsi yang besar terhadap produk domestik bruto (PDB), sehingga perlu ada kajian lebih lanjut agar wacana ini tidak merugikan bagi industri.
"Kalau ada regulasi yang memberikan dampak signifikan, tentu tidak akan luput dari assessment. Kalau plain packaging masih jauh (penerapannya)," ujar Djati di Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Berdasarkan data yang ia miliki, industri mamin memiliki kontribusi sebesar 36% terhadap PDB sektor industri non migas. Sementara industri hasil tembakau memiliki porsi kontribusi sekitar 6%. Mogadishu mengakui bahwa pemerintah saat ini memang sudah memiliki kebijakan mengenai pengaturan desain terhadap produk hasil tembakau.

Salah satu beleidnya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, industri hasil tembakau sudah harus memasukkan komposisi peringatan gambar berbahaya sebesar 40%. Namun, imbuh dia, untuk penerapan kemasan polos pada produk hasil tembakau masih belum akan dilakukan.Dia mengatakan, saat ini pemerintah perlu berhati-hati untuk mengeluarkan aturan baru. Karena aturan yang belum dikaji secara mendalam dinilai berpotensi memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional. "Dampaknya tidak hanya ke sektor ekonomi, tapi juga ke sektor lain," kata dia.

Ia pun mengakui bahwa pihaknya sudah diundang oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membahas lebih lanjut mengenai rencana revisi PP No 109. Namun, ia menilai dengan adanya aturan mengenai kenaikan rata-rata cukai rokok hingga 23% pada tahun depan, revisi belum perlu dilakukan. "Mungkin bukan saat yang tepat kita mengubah PP 109. Karena dampaknya bisa kemana-mana," jelasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9036 seconds (0.1#10.140)