Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5%
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 menjadi 5%. Angka ini lebih rendah dari laporan kuartalan Bank Dunia bulan Juni lalu, dimana lembaga internasional tersebut meramal ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% tahun ini dan kemudian akan naik menjadi 5,2% pada tahun 2020.
"Mengingat kondisi eksternal yang tidak menguntungkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan turun menjadi 5% pada 2019, dan kemudian akan pulih secara bertahap ke 5,2% pada 2021," kata Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander di Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Dalam laporan berjudul Weathering Growing Risk, laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2019, yang dirilis Bank Dunia hari ini, Bank Dunia membeberkan bahwa risiko penurunan prospek pertumbuhan telah meningkat di tengah ketidakpastian global yang masih terus berlanjut.
Perang dagang dan ketidakpastian kebijakan perdagangan global menimbulkan risiko bagi perdagangan dunia dan prospek pertumbuhan ekonomi China. Perselisihan dagang yang terus berlanjut ini, kata Bank Dunia, dapat membebani pertumbuhan regional dan harga komoditas.
Hal tersebut juga berimbas pada penerimaan ekspor Indonesia yang lebih rendah sehingga pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan saldo transaksi berjalan.
Di sisi lain, Bank Dunia memandang konsumsi swasta di Indonesia diperkirakan akan tetap kuat karena inflasi masih rendah dan pasar tenaga kerja kuat. "Posisi fiskal sendiri diperkirakan akan membaik, memungkinkan investasi pemerintah untuk menguat ketika proyek infrastruktur kembali berjalan," sebut Frederico.
Meskipun lebih lambat, lanjut dia, pertumbuhan investasi di Indonesia diperkirakan akan tetap kuat, terutama setelah pemilihan umum, dengan berkurangnya ketidakpastian politik dan membaiknya sentimen bisnis karena usulan kebijakan untuk meningkatkan investasi asing langsung (FDI).
"Di tengah tantangan eksternal, diperkirakan pertumbuhan ekspor Indonesia akan lemah. Pertumbuhan impor juga diperkirakan melemah seiring dengan pertumbuhan investasi yang lebih lambat," tambahnya. Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan secara bertahap berkurang dalam waktu dekat dari 2,8% dari PDB pada tahun 2019.
Sementara itu, berdasarkan garis kemiskinan internasional, tingkat kemiskinan ekstrem (populasi yang hidup dibawah USD1,9 per hari) turun 0,8 poin persentase pada tahun 2017 menjadi 4,9% pada tahun 2018, mengangkat hampir 2 juta orang keluar dari kemiskinan ekstrem.
"Kemiskinan ekstrem diperkirakan akan terus menurun dalam jangka menengah, tetapi dengan tingkat penurunan yang lebih lambat. Tingkat kemiskinan ekstrem diproyeksikan turun menjadi 4,3% pada 2019, 3,7% pada 2020, dan 3,2% pada 2021," tutur Frederico.
"Mengingat kondisi eksternal yang tidak menguntungkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan turun menjadi 5% pada 2019, dan kemudian akan pulih secara bertahap ke 5,2% pada 2021," kata Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander di Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Dalam laporan berjudul Weathering Growing Risk, laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2019, yang dirilis Bank Dunia hari ini, Bank Dunia membeberkan bahwa risiko penurunan prospek pertumbuhan telah meningkat di tengah ketidakpastian global yang masih terus berlanjut.
Perang dagang dan ketidakpastian kebijakan perdagangan global menimbulkan risiko bagi perdagangan dunia dan prospek pertumbuhan ekonomi China. Perselisihan dagang yang terus berlanjut ini, kata Bank Dunia, dapat membebani pertumbuhan regional dan harga komoditas.
Hal tersebut juga berimbas pada penerimaan ekspor Indonesia yang lebih rendah sehingga pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan saldo transaksi berjalan.
Di sisi lain, Bank Dunia memandang konsumsi swasta di Indonesia diperkirakan akan tetap kuat karena inflasi masih rendah dan pasar tenaga kerja kuat. "Posisi fiskal sendiri diperkirakan akan membaik, memungkinkan investasi pemerintah untuk menguat ketika proyek infrastruktur kembali berjalan," sebut Frederico.
Meskipun lebih lambat, lanjut dia, pertumbuhan investasi di Indonesia diperkirakan akan tetap kuat, terutama setelah pemilihan umum, dengan berkurangnya ketidakpastian politik dan membaiknya sentimen bisnis karena usulan kebijakan untuk meningkatkan investasi asing langsung (FDI).
"Di tengah tantangan eksternal, diperkirakan pertumbuhan ekspor Indonesia akan lemah. Pertumbuhan impor juga diperkirakan melemah seiring dengan pertumbuhan investasi yang lebih lambat," tambahnya. Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan secara bertahap berkurang dalam waktu dekat dari 2,8% dari PDB pada tahun 2019.
Sementara itu, berdasarkan garis kemiskinan internasional, tingkat kemiskinan ekstrem (populasi yang hidup dibawah USD1,9 per hari) turun 0,8 poin persentase pada tahun 2017 menjadi 4,9% pada tahun 2018, mengangkat hampir 2 juta orang keluar dari kemiskinan ekstrem.
"Kemiskinan ekstrem diperkirakan akan terus menurun dalam jangka menengah, tetapi dengan tingkat penurunan yang lebih lambat. Tingkat kemiskinan ekstrem diproyeksikan turun menjadi 4,3% pada 2019, 3,7% pada 2020, dan 3,2% pada 2021," tutur Frederico.
(ind)