OJK Masih Proses Izin Usaha 10 Fintech Urun Dana
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih memproses izin usaha 10 perusahaan financial technology layanan urun dana (fintech equity crowdfunding). Untuk dapat beroperasi secara legal, fintech urun dana wajib memperoleh izin usaha dari otoritas guna memberi kepastian hukum dan perlindungan bagi pihak yang terlibat.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK, Fakhri Hilmi, mengatakan kebijakan perizinan penyelenggaraan tekfin layanan urun dana tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 37 Tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana. Sayangnya, Fakhri enggan menjelaskan detail perusahaan urun dana yang tengah mengajukan izin usaha tersebut.
"Penyelenggara kita enggak bisa kasih data karena sedang proses. Jumlahnya sekarang ada 10 (perusahaan fintech urun dana yang mengajukan izin ke OJK)," ujar Fakhri dalam bincang media di Gedung Soemitro Djojohadikusumo OJK, Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2019).
OJK, jelasnya, tidak memiliki target proses pemberian izin usaha kepada calon penyelenggara layanan urun dana. Bagi otoritas, pengajuan izin usaha perusahaan fintech layanan urun dana yang masuk harus segera diproses dengan cepat.
"Tentunya yang masuk ke kita, kita punya aturan internal skenario-skenario kita. Minimal yang masuk ke kita harus proses cepat. Tapi kalau mereka tidak melanjutkan atau masih butuh waktu untuk memenuhi apa yang kita minta, itu terserah mereka," terangnya.
Fintech layanan urun dana beroperasi dengan mengelola dana yang disetor dari para pemodal untuk membeli saham dari penerbit atau penyelenggara. Sedangkan penerbit merupakan perusahaan berbadan hukum yang menawarkan sahamnya kepada pemodal melalui penyelenggara untuk memperoleh pendanaan.
Adapun OJK mengatur kelembagaan penyelenggara layanan urun dana. Penyelenggara tersebut harus berbadan hukum dan memiliki modal minimum Rp2,5 miliar. Penerbit saham di perusahaan fintech layanan urun dana ini juga wajib menyampaikan laporan tengah tahun, laporan tahunan, dan laporan insidental ke OJK.
Perubahan susunan pemilik dari penerbit juga wajib untuk dilaporkan ke OJK. Dalam kepemilikan saham penyelenggara layanan urun dana, otoritas membatasi kepemilikan asing maksimal sebanyak 49%.
Penerbit saham dalam urun dana ini dibatasi maksimal untuk menawarkan sahamnya seharga Rp10 miliar dalam jangka waktu penawaran 12 bulan. Penerbit juga dilarang menawarkan sahamnya lebih dari satu penyelenggara dalam waktu bersamaan.
Sementara itu, pemodal di penyelenggara urun dana dibatasi dengan maksimal investasi 5% dari total penghasilannya, jika penghasilannya di bawah Rp500 juta setahun. Sedangkan jika pemodal tersebut memiliki penghasilan di atas Rp500 juta setahun, pemodal tersebut dibatasi maksimal investasi sebesar 10% dari total penghasilannya.
Hingga saat ini, OJK baru menerbitkan izin usaha penyelenggara layanan urun dana kepada satu perusahaan, yakni PT Santana Daya Inspiratama (Santara). Fintech urun dana asal Yogyakarta tersebut memperoleh izin penyelenggara layanan urun dana dari OJK pada September 2019.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK, Fakhri Hilmi, mengatakan kebijakan perizinan penyelenggaraan tekfin layanan urun dana tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 37 Tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana. Sayangnya, Fakhri enggan menjelaskan detail perusahaan urun dana yang tengah mengajukan izin usaha tersebut.
"Penyelenggara kita enggak bisa kasih data karena sedang proses. Jumlahnya sekarang ada 10 (perusahaan fintech urun dana yang mengajukan izin ke OJK)," ujar Fakhri dalam bincang media di Gedung Soemitro Djojohadikusumo OJK, Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2019).
OJK, jelasnya, tidak memiliki target proses pemberian izin usaha kepada calon penyelenggara layanan urun dana. Bagi otoritas, pengajuan izin usaha perusahaan fintech layanan urun dana yang masuk harus segera diproses dengan cepat.
"Tentunya yang masuk ke kita, kita punya aturan internal skenario-skenario kita. Minimal yang masuk ke kita harus proses cepat. Tapi kalau mereka tidak melanjutkan atau masih butuh waktu untuk memenuhi apa yang kita minta, itu terserah mereka," terangnya.
Fintech layanan urun dana beroperasi dengan mengelola dana yang disetor dari para pemodal untuk membeli saham dari penerbit atau penyelenggara. Sedangkan penerbit merupakan perusahaan berbadan hukum yang menawarkan sahamnya kepada pemodal melalui penyelenggara untuk memperoleh pendanaan.
Adapun OJK mengatur kelembagaan penyelenggara layanan urun dana. Penyelenggara tersebut harus berbadan hukum dan memiliki modal minimum Rp2,5 miliar. Penerbit saham di perusahaan fintech layanan urun dana ini juga wajib menyampaikan laporan tengah tahun, laporan tahunan, dan laporan insidental ke OJK.
Perubahan susunan pemilik dari penerbit juga wajib untuk dilaporkan ke OJK. Dalam kepemilikan saham penyelenggara layanan urun dana, otoritas membatasi kepemilikan asing maksimal sebanyak 49%.
Penerbit saham dalam urun dana ini dibatasi maksimal untuk menawarkan sahamnya seharga Rp10 miliar dalam jangka waktu penawaran 12 bulan. Penerbit juga dilarang menawarkan sahamnya lebih dari satu penyelenggara dalam waktu bersamaan.
Sementara itu, pemodal di penyelenggara urun dana dibatasi dengan maksimal investasi 5% dari total penghasilannya, jika penghasilannya di bawah Rp500 juta setahun. Sedangkan jika pemodal tersebut memiliki penghasilan di atas Rp500 juta setahun, pemodal tersebut dibatasi maksimal investasi sebesar 10% dari total penghasilannya.
Hingga saat ini, OJK baru menerbitkan izin usaha penyelenggara layanan urun dana kepada satu perusahaan, yakni PT Santana Daya Inspiratama (Santara). Fintech urun dana asal Yogyakarta tersebut memperoleh izin penyelenggara layanan urun dana dari OJK pada September 2019.
(ven)